PEMBAHASAN
Pengaruh Filsafat Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan
A. Pemikiran
Filsafat Islam Pada Abad Pertengahan
Filsafat Islam dibagi dalam
beberapa periode (a) periode Mu’tazilah yaitu periode yang mendahulukan
pemakaian akal pikiran, kemudian diselaraskan dengan Al-Qur’an dan Al Hadist.
Menurut mereka, Al-Qur’an dan Al-Hadist tidak mungkin bertentangan dengan akal
pikiran; (b).Periode Filsafat Pertama. Upaya pendahuluannya adalah dilakukan
pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan; (c). Periode
Kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam; (d). Periode Filsafat
kedua merupakan prestasi besar dan sebagai mata rantai hubungan Islam dari
Timur ke Eropa. Inilah sumbangan Islam terhadap Eropa yang dapat membawa
kebebasan berpikir. Dalam perkembangannya, filsafat Islam juga ahli dalan bidang
keilmuan dan filsafat, seperti Ibnu Rusyd mempunyai pengaruh besar dalam dunia
pemikiran filsafat di Barat yang terkenal sebagai Averroisme. Sarjana Islam
juga menyumbangkan kemajuan ilmu dengan pengembangan Al-Jabar oleh
Al-Khowarizmi, Geometri oleh Al-Battani serta penggunaan angka desimal yang
digunakan sampai sekarang.[1]
B.
Pembagian Ilmu
Kita dapat membagi ilmu dengan
beberapa kriteria. Di dalam kesempatan ini kita akan menjelaskan tiga pembagian
penting ilmu :
1.IlmuKhushuli dan Khudhuri, pembagian pertama ilmu
dibuat berdasarkan kriteria ‘memiliki perantara’ atau ‘tanpa perantara’.
Penjelasannya, ilmu atau pengetahuan terkadang berhubungan langsung dengan objek tanpa perantara, realitas wujud
itu sendiri yang kita ketahui dan hadir pada jiwa kita. Terkadang realitas
wujud eksternal tidak diketahui secara langsung tapi melalui perantara yang
menggambarkan realiatas eksternal yang secara istilah disebut dengan ‘bentuk’
atau ‘konsepsi wujud mentl’ (dhihn). Yang pertama disebut dengan ilmu khudhuri
dan yang kedua disebut dengan ilmu khushuli.Pembagian ini menggunakan
kriteria rasional yang menafikan adanya bagian ketiga yang bias kita asumsikan.
Oleh karena itu, pembagian ilmu itu tidak mungkin keluar dari dua, khudhuri
ataukah khushuli.Salah satu misdaq (denotasi) ilmu khudhuri adalah
pengetahuan manusia tentang wujud dirinya sendiri.
2.Ilmu konsepsi (tashowwur) dan afirmasi (tashdiq), pembagian ilmu
menjadi konsepsi dan afirmasi (penegasan) untuk pertama kali dikemukakan oleh
filosof islam Abu Nasr Al-Farabi (260-339 H). Tashowwur adalah konsepsi
sederhana tentang realitas sesuatu.Misalnya, konsep atau bentuk matahari yang
ada dalam benak kita adalah tashowwur.Namun, ketika kita memberikan afirmasi
soal matahari, seperti ketika kita mengatakan “matahari itu bersinar dan
terang”, maka ilmu ini menjadi tashdiq.Oleh karena itu, Tashowwur adalah ilmu
sederhana yang belum mengandung afirmasi di dalamnya, sedangkan tashdiq adalah
ilmu yang didalamnya sudah terkandung afirmasi dan penilaian.
3.Konsepsi Partikular, hal ini secara langsung berhubungan dengan
tashowwur dan secara tidak langsung berhubungan dengan tashdiq. Konsepsi ini
adalah konsepsi yang hanya memiliki satu misdaq (realitas eksternal) di luar,
seperti pengetahuan kita tentang kota Tehran, negeri Iran, gunung Damavand, masjid
Guharshad Masyhad (gunung Bawakaraeng, kota Makasar, negeri Indonesia) dan
lain-lain. Semua konsep ini bersifat partikular.
Konsep universal
adalah sebuah konsepsi yang memiliki banyak mishdaq di luar seperti konsepsi
manusia, api, kota, gunung, masjid, dan lain-lain. Pada umumnya kita lebih
banyak menggunakan konsep-konsep pertikular dalam aktivitas persoalan ilmiah,
kita menggunakan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip universal, disanalah kita
menggunakan konsep-konsep universal, misalnya tentang definisi segitiga, bujur
sangkar, manusia dan lain-lain.Oleh karena itu konsepsi universal adalah tanda
perkembangan dan kesempurnaan manusia, dan konsepsi inilah yang menjadi pembeda
manusia dengan makhluk-makhluk lainnya.[2]
C. Hubungan
Filsafat Islam dan Ilmu
Pengetahuan
Suatu bidang ilmu
memang memiliki serangkaian proposisi dan persoalan masing-masing. Walaupun
masing-masing ilmu memiliki subjek, tujuan dan metode sendiri-sendiri yang
kemudian memisahkan antara satu ilmu dengan lainnya, namun pada saat yang sama
tetap ada hubungan di antara bidang-bidang ilmu tersebut. Bahkan antar satu
pengetahuan dengan pengetahuan lainnya bias saling membantu dalam menyelesaikan
persoalan dengan batasan tertentu. Sebagai contoh : ilmu eksperimentasi dengan
filsafat islam sedikit banyaknya satu sama lain saling berhubungan, realnya
argument yang digunakan untuk membuktikan sebagian persoalan filsafat islam dapat menggunakan postulat yang telah dibuktikan oleh
eksperimentasi. Dapat kita ketahui bahwa filsafatislam
tidak butuh pada ilmu pengetahuan lain, termasuk dalam prinsip-prinsip
asertifnya, melainkan filsafat islam memberikan
sumbangsih pada pengetahuan lainnya dan kebutuhan dasarnya diselesaikan oleh
filsafat.[3]
D.
Sumbangsih filsafat Islam
pada Ilmu Pengetahuan
Sumbangsih
filsafatislam
terhadap ilmu pengetahuan adalah dalam menjelaskan prinsip-prinsip asertifnya,
yaitu dalam membuktikan subjek-subjeknya yang tidak badhihi dan membuktikan
kaidah-kaidah universal apriorinya.
a)
Membuktikan subjek-subjek ilmu pengetahuan, sebagaimana yang kita
ketahui bersama bahwa setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki subjek pembahasan
sendiri. Jika subjenya tidak badhihi maka subjek tersebut perlu dibuktikan. Di
dalam membuktikan setiap subjek ilmu pengetahuan wilayahnya bukan dalam
persoalan bidang ilmu pengetahuan itu sendiri dan karenanya membutuhkan metode
lain. Misalnya dalam membuktikan wujud hakiki subjek ilmu alam butuh metode
akal. Hal-hal seperti ini hanya metafisik yang dapat membantu bidang ilmu
pengetahuan lainnya, yang dapat membuktikan subjek-subjek ilmu pengetahuan
dengan argumentasi akal.
b)
Membuktikan kaidah-kaidah universal apriori, prinsip universal yang
paling penting yang dibutuhkan seluruh bidang ilmu pengetahuan adalah prinsip
kausalitas dan hukum-hukum turunannya. Pusat perhatian seluruh usaha ilmiah
adalah bagaimana menemukan hubungan kausal di antara fenomena-fenomena yang
ada.Seorang ilmuan yang sibuk di laboratorium untuk menemukan virus pada sebuah
penyakit atau menemukan obatnya, pada hakikanya melacak sebab-sebab penyakit
dan sebab-sebab penyembuhannya.
Oleh karena itu, sebelum memulai
usaha-usaha ilmiah atau penelitian, para ilmuwanmenyakini bahwa setiap fenomena
pasti ada sebabnya.Bahkan, Newton menemukan hukum gravitasi ketika melihat apel
jatuh dari pohon.Penemuan hukum gravitasi karena berkah kenyakinan tersebut.
Jika Newton berkenyakinan bahwa fenomena-fenomena yang muncul adalah kebetulan
dan tanpa sebab, tenunya dia tidak akan mendapatkan hukum gravitasi tersebut.
Di sis lain, pembuktian hukum kausalitas sebagai hukum akal yang universal yang
tidak akan pernah terselesaikan kecuali dalam filsafat.
Demikian halnya hukum-hukum partikular
kausalitas seperti ‘keidentikan’ dan keniscayaan antara sebab dan akibat
merupakan kaidah-kaidah universal ilmu pengetahuan yang bersifat general dan
berlaku pada seluruh ilmu pengetahuan.Segala yang diungkapkan di atas
dijelaskan dalam filsafat pada seluruh ilmu pengetahuan.[4]
E. Sumbangsih Ilmu
Pengetahuan terhadap filsafat Islam
Sumbangsih yang
paling penting ilmu pengetahuan terhadap filsafat tejadi dalam dua bentuk :
a)
Membuktikan postulat yang menjadi bagian dari argumentasi
filosofis. Sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa terkadang untuk
membuktikan sebagian persoalan filsafat kita dapat menggunakan hasil-hsail
temuan ilmu eksperimental. Seperti yang dibuktikan dalam sains bahwa walaupin
dalam kondisi materi telah memadai namun persepsi kita belum tentu terjadi. Hal
ini bisa menyimpulkan bahwa persepsi bukan cuma proses material.
Saat ini sains membuktikan kepada kita
bahwa sel-sel tubuh manusia dan hewan secara perlahan mati dan kemudian
digantikan dengan sel lainnya.Pada jangka beberapa tahun, seluruh sel manusia
sudah berubah terkecuali sel-sel otak.Kemudian sel-sel tulang otak juga secara
perlahan-lahan berubah.Semua ini membuktikan keberadaan ruh.Oleh karena
ketunggalan identitas diri dan kekekalan jiwa merupakan prinsip yang jelas,
bersifat intuitif dan tidak dapat diingkari, lantaran tubuh senantiasa
berubah-ubah.Dari hal ini jelaslah bahwa ruh berbeda dengan tubuh, dimana ruh
adalah realitas yang tetap dan tidak berubah.
Dari sini juga kita dapat membagi wujud
pada dua pembagianbesar yaitu wujud materi dan wujud non-materi, dan bisa juga
kita menarik kesimpulan bahwa materi bukanlah cirri sejati wujud.
Tentunya
hubungan antara ilmu-ilmu alam dan filsafat tidak menafikan apa yang telah kami
jelaskan bahwa filsafat tidak butuh pada pengetahuan lainnya. Oleh karena
metode dalam membuktikan persoalan filsafat – seperti yang telah kami ungkapkan
di atas – hanya terbatas pada metode sepeti di atas, sementara semua persoalan
lain bisa dibuktikan dengan akal murni tanpa memakai postulat yang telah
dibuktikan oleh eksperimentasi, dengan hanya bersandar pada prinsip badhihi
primer dan intuitif. Membangun argumentasi dengan memakai pendahuluan
ekperimentasi hanya cocok dan sesuai bagi mereka yang belum terbiasa dengan
pendekatan akal murni.
b)
Menyediakan sarana-sarana baru untuk analisis-analisis filsafat.
Setiap ilmu dimulai dengan beberapa prinsip dasar dan universal, kemudian
diperluas bersamaan dengan munculnya fenomena-fenomena baru yang menjelaskan
kasus-kasus tertentu partikular. Fenomena-fenomena ini terkadang muncul dengan
bantuan ilmu pengetahuan lain. Filsafat pun tidak terkecuali dalam hal ini.
Persoalan dasar filsafat sebenarnya terbatas, namun meluas berkat munculnya
fenomena-fenomena baru dalam sains. Fenomena-fenomena ini terkadang merupakan
hasil eksplorasian mental dan bersentuhan dengan pemikiran lain, terkadang
merujuk pada petunjuk wahyu atau visi mistik (mukasyafah irfani) dan terkadang
juga dengan tema-tema tertentu yang telah dibuktikan dalam ilmu pengetahuan
lain. Melalui fenomena-fenomena tersebut diatas timbul kebutuhan untuk
meninjaunya melalui prinsip filsafat dan analisis akal.
Misalnya, ketika teori perubahan materi ke
energi dan pembentukan atom-atom materi dari energy terungkap, muncul persoalan
baru bagi para filosof: apakah mungkin sesuatu mengaktual di alam materi yang
sama sekali tidak memiliki sifat-sifat materi, seperti massa? Apakah mungkin
sesuatu yang memiliki massa berubah menjadi sesuatu yang tidak memiliki massa?
Jika jawabannya negative, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa energi
pasti memiliki massa, sebab jika tidak maka tidak bisa dibuktikan dan
diobservasi dengan eksperimentasi indrawi.[5]
F.
Tingkatan Ilmu Pengetahuan
Walaupun ilmu-ilmu
saling berhubungan, namun pada saat yang sama tiap ilmu memiliki batasan
tertentu. Berdasarkan batasan itu kita dapat membagi tingkatan ilmu.Dahulu para
pemikir dan ilmuwan membagi tingkatan ilmu untuk memudahkan mereka dalam tujuan
pendagogis. Dengan cara ini akan terlihat dengan jelas manakah ilmu yang
apriori dan mana yang posterior serta metode apa yang dipakai untuk
masing-masingnya? Salah satu pembagian ilmu pengetahuan adalah teoritis dan
praktis.Ilmu teoritis meliputi ilmu alam, matematika dan teologi, sedangkan
ilmu praktis meliputi akhlaq, politik dan kekeluargaan.[6]
G.
Tolak Ukur Tingkatan Ilmu Pengetahuan
Tingkatan ilmu
pengetahuan dapat dibagi dengan tolak ukur yang berbeda-beda. Di antara tolak
ukurnya adalah :
a)
Berdasarkan metode penelitian. Sebagaimana yang telah kami
ungkapkan sebelumnybahwa kita dapat membagi tiga tahapan ilmu pengetahuan
berdasarkan metode penelitian :
1.
Ilmu akal seperti matematika, logika, teologi dan filsafat dimana
pengetahuan ini hanya dapat dianalisa dg argumentasi akal.
2.
Ilmu eksperimental seperti fisika, kimia, biologi yang hanya dapat
dibuktikan dengan metode eksperimentasi.
3.
Ilmu penukilan seperti sejarah, ilmu rijal, ilmu fiqih, yang hanya
bisa dibuktikan berdasarkan dokumentasi, bukti-bukti penukilan dan sejarah.
b)
Berdasarkan maksud dan tujuan, seperti tujuan-tujuan material dan
spiritual, tujuan-tujuan individual dan social. Bagi mereka yang ingin menempuh
kesempurnaan spiritual, dia butuh kepada persoalan di luar harta yang diperoleh
dengan bertani atau berdagang. Begitu juga dengan seorang pemimpin sosial
membutuhkan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan kebanyakan awam.
c)
Berdasarkan subjek ilmu pengetahuan. Persoalan yang berada di
sekitar suatu subjek bahasan dapat dinaungi oleh suatu tema universal yang
menjadi bidang ilmu pengetahuan. Dalam naungan tema itu ditentukan
batasan-batasan dalam ilmu npoengetahuan tersebut. Dengan batasan-batasan itu
hubungan internal persoalan, system dan urutan dalam satu bidang ilmu dapat
terjaga. Oleh karena itu, pembagian ini menjadi perhatian khusus para ilmuwan
dan filosof besar.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Islam
dibagi dalam beberapa periode (a) periode Mu’tazilah (b).Periode Filsafat
Pertama (c). Periode Kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam (d).
Periode Filsafat kedua.
Kita dapat membagi ilmu dengan beberapa criteria :
1.IlmuKhushuli dan Khudhuri, pembagian pertama ilmu
dibuat berdasarkan kriteria ‘memiliki perantara’ atau ‘tanpa perantara’.
2.Ilmu konsepsi (tashowwur) dan afirmasi
(tashdiq), pembagian ilmu menjadi konsepsi dan afirmasi (penegasan) untuk
pertama kali dikemukakan oleh filosof islam Abu Nasr Al-Farabi (260-339 H).
3.Konsepsi Partikular, hal ini secara langsung berhubungan dengan
tashowwur dan secara tidak langsung berhubungan dengan tashdiq.
Sumbangsih
filsafat islam terhadap ilmu pengetahuan adalah dalam menjelaskan
prinsip-prinsip asertifnya, yaitu dalam membuktikan subjek-subjeknya yang tidak
badhihi dan membuktikan kaidah-kaidah universal apriorinya.
B. Saran
Suatu bidang ilmu
memang memiliki serangkaian proposisi dan persoalan masing-masing. Walaupun
masing-masing ilmu memiliki subjek, tujuan dan metode sendiri-sendiri yang
kemudian memisahkan antara satu ilmu dengan lainnya, namun pada saat yang sama
tetap ada hubungan di antara bidang-bidang ilmu tersebut. Bahkan antar satu
pengetahuan dengan pengetahuan lainnya bias saling membantu dalam menyelesaikan
persoalan dengan batasan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Gharawiyan,
Mohsen,
2012. Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam, Jakarta : Sadra
Press.
Amuzesy-e
falsafe,
2012.Metode
Penelitian Ilmu atau Filsafat Ilmu.Jakarta : Sadra Press.
Adib,
Mohammad,2011. Filsafatilmu, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[1]Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu,
(Pustaka Pelajar : 2011), hlm. 30-31
[2]Prof. Mohsen Gharawiyan, Pengantar Memahamu
Buku Daras Filsafat Islam, (Jakarta : 2012), hlm. Ibid
:hal 56-60
[3]Ibid : hlm. 45
[4]Ibid : hlm. 45-47
[5]Ibid : hlm. 47-50
[6]Ibid : hlm. 50
[7]Amuzesy-e Falsafe, Metode Penelitian Ilmu atau
Filsafat Ilmu, (Jakarta : 2012),hlm. 5,9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar