Minggu, 06 Oktober 2013

Pengaruh Filsafat Islam thdp Ilmu Pengetahuan

PEMBAHASAN
Pengaruh Filsafat Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan
A.       Pemikiran Filsafat Islam Pada Abad Pertengahan
Filsafat Islam dibagi dalam beberapa periode (a) periode Mu’tazilah yaitu periode yang mendahulukan pemakaian akal pikiran, kemudian diselaraskan dengan Al-Qur’an dan Al Hadist. Menurut mereka, Al-Qur’an dan Al-Hadist tidak mungkin bertentangan dengan akal pikiran; (b).Periode Filsafat Pertama. Upaya pendahuluannya adalah dilakukan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan; (c). Periode Kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam; (d). Periode Filsafat kedua merupakan prestasi besar dan sebagai mata rantai hubungan Islam dari Timur ke Eropa. Inilah sumbangan Islam terhadap Eropa yang dapat membawa kebebasan berpikir. Dalam perkembangannya, filsafat Islam juga ahli dalan bidang keilmuan dan filsafat, seperti Ibnu Rusyd mempunyai pengaruh besar dalam dunia pemikiran filsafat di Barat yang terkenal sebagai Averroisme. Sarjana Islam juga menyumbangkan kemajuan ilmu dengan pengembangan Al-Jabar oleh Al-Khowarizmi, Geometri oleh Al-Battani serta penggunaan angka desimal yang digunakan sampai sekarang.[1]

B.       Pembagian Ilmu
            Kita dapat membagi ilmu dengan beberapa kriteria. Di dalam kesempatan ini kita akan menjelaskan tiga pembagian penting ilmu :
1.IlmuKhushuli dan Khudhuri, pembagian pertama ilmu dibuat berdasarkan kriteria ‘memiliki perantara’ atau ‘tanpa perantara’. Penjelasannya, ilmu atau pengetahuan terkadang berhubungan langsung  dengan objek tanpa perantara, realitas wujud itu sendiri yang kita ketahui dan hadir pada jiwa kita. Terkadang realitas wujud eksternal tidak diketahui secara langsung tapi melalui perantara yang menggambarkan realiatas eksternal yang secara istilah disebut dengan ‘bentuk’ atau ‘konsepsi wujud mentl’ (dhihn). Yang pertama disebut dengan ilmu khudhuri dan yang kedua disebut dengan ilmu khushuli.Pembagian ini menggunakan kriteria rasional yang menafikan adanya bagian ketiga yang bias kita asumsikan. Oleh karena itu, pembagian ilmu itu tidak mungkin keluar dari dua, khudhuri ataukah khushuli.Salah satu misdaq (denotasi) ilmu khudhuri adalah pengetahuan manusia tentang wujud dirinya sendiri.
2.Ilmu konsepsi (tashowwur) dan afirmasi (tashdiq), pembagian ilmu menjadi konsepsi dan afirmasi (penegasan) untuk pertama kali dikemukakan oleh filosof islam Abu Nasr Al-Farabi (260-339 H). Tashowwur adalah konsepsi sederhana tentang realitas sesuatu.Misalnya, konsep atau bentuk matahari yang ada dalam benak kita adalah tashowwur.Namun, ketika kita memberikan afirmasi soal matahari, seperti ketika kita mengatakan “matahari itu bersinar dan terang”, maka ilmu ini menjadi tashdiq.Oleh karena itu, Tashowwur adalah ilmu sederhana yang belum mengandung afirmasi di dalamnya, sedangkan tashdiq adalah ilmu yang didalamnya sudah terkandung afirmasi dan penilaian.
3.Konsepsi Partikular, hal ini secara langsung berhubungan dengan tashowwur dan secara tidak langsung berhubungan dengan tashdiq. Konsepsi ini adalah konsepsi yang hanya memiliki satu misdaq (realitas eksternal) di luar, seperti pengetahuan kita tentang kota Tehran, negeri Iran, gunung Damavand, masjid Guharshad Masyhad (gunung Bawakaraeng, kota Makasar, negeri Indonesia) dan lain-lain. Semua konsep ini bersifat partikular.
            Konsep universal adalah sebuah konsepsi yang memiliki banyak mishdaq di luar seperti konsepsi manusia, api, kota, gunung, masjid, dan lain-lain. Pada umumnya kita lebih banyak menggunakan konsep-konsep pertikular dalam aktivitas persoalan ilmiah, kita menggunakan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip universal, disanalah kita menggunakan konsep-konsep universal, misalnya tentang definisi segitiga, bujur sangkar, manusia dan lain-lain.Oleh karena itu konsepsi universal adalah tanda perkembangan dan kesempurnaan manusia, dan konsepsi inilah yang menjadi pembeda manusia dengan makhluk-makhluk lainnya.[2]
C.      Hubungan Filsafat Islam dan Ilmu Pengetahuan
            Suatu bidang ilmu memang memiliki serangkaian proposisi dan persoalan masing-masing. Walaupun masing-masing ilmu memiliki subjek, tujuan dan metode sendiri-sendiri yang kemudian memisahkan antara satu ilmu dengan lainnya, namun pada saat yang sama tetap ada hubungan di antara bidang-bidang ilmu tersebut. Bahkan antar satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya bias saling membantu dalam menyelesaikan persoalan dengan batasan tertentu. Sebagai contoh : ilmu eksperimentasi dengan filsafat islam sedikit banyaknya satu sama lain saling berhubungan, realnya argument yang digunakan untuk membuktikan sebagian persoalan filsafat  islam dapat menggunakan postulat yang telah dibuktikan oleh eksperimentasi. Dapat kita ketahui bahwa filsafatislam tidak butuh pada ilmu pengetahuan lain, termasuk dalam prinsip-prinsip asertifnya, melainkan filsafat islam memberikan sumbangsih pada pengetahuan lainnya dan kebutuhan dasarnya diselesaikan oleh filsafat.[3]
D.      Sumbangsih filsafat Islam pada Ilmu Pengetahuan
            Sumbangsih filsafatislam terhadap ilmu pengetahuan adalah dalam menjelaskan prinsip-prinsip asertifnya, yaitu dalam membuktikan subjek-subjeknya yang tidak badhihi dan membuktikan kaidah-kaidah universal apriorinya.
a)      Membuktikan subjek-subjek ilmu pengetahuan, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki subjek pembahasan sendiri. Jika subjenya tidak badhihi maka subjek tersebut perlu dibuktikan. Di dalam membuktikan setiap subjek ilmu pengetahuan wilayahnya bukan dalam persoalan bidang ilmu pengetahuan itu sendiri dan karenanya membutuhkan metode lain. Misalnya dalam membuktikan wujud hakiki subjek ilmu alam butuh metode akal. Hal-hal seperti ini hanya metafisik yang dapat membantu bidang ilmu pengetahuan lainnya, yang dapat membuktikan subjek-subjek ilmu pengetahuan dengan argumentasi akal.
b)      Membuktikan kaidah-kaidah universal apriori, prinsip universal yang paling penting yang dibutuhkan seluruh bidang ilmu pengetahuan adalah prinsip kausalitas dan hukum-hukum turunannya. Pusat perhatian seluruh usaha ilmiah adalah bagaimana menemukan hubungan kausal di antara fenomena-fenomena yang ada.Seorang ilmuan yang sibuk di laboratorium untuk menemukan virus pada sebuah penyakit atau menemukan obatnya, pada hakikanya melacak sebab-sebab penyakit dan sebab-sebab penyembuhannya.
      Oleh karena itu, sebelum memulai usaha-usaha ilmiah atau penelitian, para ilmuwanmenyakini bahwa setiap fenomena pasti ada sebabnya.Bahkan, Newton menemukan hukum gravitasi ketika melihat apel jatuh dari pohon.Penemuan hukum gravitasi karena berkah kenyakinan tersebut. Jika Newton berkenyakinan bahwa fenomena-fenomena yang muncul adalah kebetulan dan tanpa sebab, tenunya dia tidak akan mendapatkan hukum gravitasi tersebut. Di sis lain, pembuktian hukum kausalitas sebagai hukum akal yang universal yang tidak akan pernah terselesaikan kecuali dalam filsafat.
      Demikian halnya hukum-hukum partikular kausalitas seperti ‘keidentikan’ dan keniscayaan antara sebab dan akibat merupakan kaidah-kaidah universal ilmu pengetahuan yang bersifat general dan berlaku pada seluruh ilmu pengetahuan.Segala yang diungkapkan di atas dijelaskan dalam filsafat pada seluruh ilmu pengetahuan.[4]

E.       Sumbangsih Ilmu Pengetahuan terhadap filsafat Islam
            Sumbangsih yang paling penting ilmu pengetahuan terhadap filsafat tejadi dalam dua bentuk :
a)      Membuktikan postulat yang menjadi bagian dari argumentasi filosofis. Sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa terkadang untuk membuktikan sebagian persoalan filsafat kita dapat menggunakan hasil-hsail temuan ilmu eksperimental. Seperti yang dibuktikan dalam sains bahwa walaupin dalam kondisi materi telah memadai namun persepsi kita belum tentu terjadi. Hal ini bisa menyimpulkan bahwa persepsi bukan cuma proses material.
      Saat ini sains membuktikan kepada kita bahwa sel-sel tubuh manusia dan hewan secara perlahan mati dan kemudian digantikan dengan sel lainnya.Pada jangka beberapa tahun, seluruh sel manusia sudah berubah terkecuali sel-sel otak.Kemudian sel-sel tulang otak juga secara perlahan-lahan berubah.Semua ini membuktikan keberadaan ruh.Oleh karena ketunggalan identitas diri dan kekekalan jiwa merupakan prinsip yang jelas, bersifat intuitif dan tidak dapat diingkari, lantaran tubuh senantiasa berubah-ubah.Dari hal ini jelaslah bahwa ruh berbeda dengan tubuh, dimana ruh adalah realitas yang tetap dan tidak berubah.
      Dari sini juga kita dapat membagi wujud pada dua pembagianbesar yaitu wujud materi dan wujud non-materi, dan bisa juga kita menarik kesimpulan bahwa materi bukanlah cirri sejati wujud.
      Tentunya hubungan antara ilmu-ilmu alam dan filsafat tidak menafikan apa yang telah kami jelaskan bahwa filsafat tidak butuh pada pengetahuan lainnya. Oleh karena metode dalam membuktikan persoalan filsafat – seperti yang telah kami ungkapkan di atas – hanya terbatas pada metode sepeti di atas, sementara semua persoalan lain bisa dibuktikan dengan akal murni tanpa memakai postulat yang telah dibuktikan oleh eksperimentasi, dengan hanya bersandar pada prinsip badhihi primer dan intuitif. Membangun argumentasi dengan memakai pendahuluan ekperimentasi hanya cocok dan sesuai bagi mereka yang belum terbiasa dengan pendekatan akal murni.
b)      Menyediakan sarana-sarana baru untuk analisis-analisis filsafat. Setiap ilmu dimulai dengan beberapa prinsip dasar dan universal, kemudian diperluas bersamaan dengan munculnya fenomena-fenomena baru yang menjelaskan kasus-kasus tertentu partikular. Fenomena-fenomena ini terkadang muncul dengan bantuan ilmu pengetahuan lain. Filsafat pun tidak terkecuali dalam hal ini. Persoalan dasar filsafat sebenarnya terbatas, namun meluas berkat munculnya fenomena-fenomena baru dalam sains. Fenomena-fenomena ini terkadang merupakan hasil eksplorasian mental dan bersentuhan dengan pemikiran lain, terkadang merujuk pada petunjuk wahyu atau visi mistik (mukasyafah irfani) dan terkadang juga dengan tema-tema tertentu yang telah dibuktikan dalam ilmu pengetahuan lain. Melalui fenomena-fenomena tersebut diatas timbul kebutuhan untuk meninjaunya melalui prinsip filsafat dan analisis akal.
      Misalnya, ketika teori perubahan materi ke energi dan pembentukan atom-atom materi dari energy terungkap, muncul persoalan baru bagi para filosof: apakah mungkin sesuatu mengaktual di alam materi yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat materi, seperti massa? Apakah mungkin sesuatu yang memiliki massa berubah menjadi sesuatu yang tidak memiliki massa? Jika jawabannya negative, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa energi pasti memiliki massa, sebab jika tidak maka tidak bisa dibuktikan dan diobservasi dengan eksperimentasi indrawi.[5]
F.       Tingkatan Ilmu Pengetahuan
            Walaupun ilmu-ilmu saling berhubungan, namun pada saat yang sama tiap ilmu memiliki batasan tertentu. Berdasarkan batasan itu kita dapat membagi tingkatan ilmu.Dahulu para pemikir dan ilmuwan membagi tingkatan ilmu untuk memudahkan mereka dalam tujuan pendagogis. Dengan cara ini akan terlihat dengan jelas manakah ilmu yang apriori dan mana yang posterior serta metode apa yang dipakai untuk masing-masingnya? Salah satu pembagian ilmu pengetahuan adalah teoritis dan praktis.Ilmu teoritis meliputi ilmu alam, matematika dan teologi, sedangkan ilmu praktis meliputi akhlaq, politik dan kekeluargaan.[6]
G.      Tolak Ukur Tingkatan Ilmu Pengetahuan
            Tingkatan ilmu pengetahuan dapat dibagi dengan tolak ukur yang berbeda-beda. Di antara tolak ukurnya adalah :
a)      Berdasarkan metode penelitian. Sebagaimana yang telah kami ungkapkan sebelumnybahwa kita dapat membagi tiga tahapan ilmu pengetahuan berdasarkan metode penelitian :
1.      Ilmu akal seperti matematika, logika, teologi dan filsafat dimana pengetahuan ini hanya dapat dianalisa dg argumentasi akal.
2.      Ilmu eksperimental seperti fisika, kimia, biologi yang hanya dapat dibuktikan dengan metode eksperimentasi.
3.      Ilmu penukilan seperti sejarah, ilmu rijal, ilmu fiqih, yang hanya bisa dibuktikan berdasarkan dokumentasi, bukti-bukti penukilan dan sejarah.
b)      Berdasarkan maksud dan tujuan, seperti tujuan-tujuan material dan spiritual, tujuan-tujuan individual dan social. Bagi mereka yang ingin menempuh kesempurnaan spiritual, dia butuh kepada persoalan di luar harta yang diperoleh dengan bertani atau berdagang. Begitu juga dengan seorang pemimpin sosial membutuhkan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan kebanyakan awam.
c)      Berdasarkan subjek ilmu pengetahuan. Persoalan yang berada di sekitar suatu subjek bahasan dapat dinaungi oleh suatu tema universal yang menjadi bidang ilmu pengetahuan. Dalam naungan tema itu ditentukan batasan-batasan dalam ilmu npoengetahuan tersebut. Dengan batasan-batasan itu hubungan internal persoalan, system dan urutan dalam satu bidang ilmu dapat terjaga. Oleh karena itu, pembagian ini menjadi perhatian khusus para ilmuwan dan filosof besar.[7]

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
            Filsafat Islam dibagi dalam beberapa periode (a) periode Mu’tazilah (b).Periode Filsafat Pertama (c). Periode Kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam (d). Periode Filsafat kedua.
Kita dapat membagi ilmu dengan beberapa criteria :
1.IlmuKhushuli dan Khudhuri, pembagian pertama ilmu dibuat berdasarkan kriteria ‘memiliki perantara’ atau ‘tanpa perantara’.
2.Ilmu konsepsi (tashowwur) dan afirmasi (tashdiq), pembagian ilmu menjadi konsepsi dan afirmasi (penegasan) untuk pertama kali dikemukakan oleh filosof islam Abu Nasr Al-Farabi (260-339 H).        
3.Konsepsi Partikular, hal ini secara langsung berhubungan dengan tashowwur dan secara tidak langsung berhubungan dengan tashdiq.
            Sumbangsih filsafat islam terhadap ilmu pengetahuan adalah dalam menjelaskan prinsip-prinsip asertifnya, yaitu dalam membuktikan subjek-subjeknya yang tidak badhihi dan membuktikan kaidah-kaidah universal apriorinya.

B.   Saran
       Suatu bidang ilmu memang memiliki serangkaian proposisi dan persoalan masing-masing. Walaupun masing-masing ilmu memiliki subjek, tujuan dan metode sendiri-sendiri yang kemudian memisahkan antara satu ilmu dengan lainnya, namun pada saat yang sama tetap ada hubungan di antara bidang-bidang ilmu tersebut. Bahkan antar satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya bias saling membantu dalam menyelesaikan persoalan dengan batasan tertentu.




DAFTAR PUSTAKA
Gharawiyan, Mohsen, 2012. Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam, Jakarta : Sadra Press.
Amuzesy-e falsafe, 2012.Metode Penelitian Ilmu atau Filsafat Ilmu.Jakarta : Sadra Press.
Adib, Mohammad,2011. Filsafatilmu, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.



[1]Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu, (Pustaka Pelajar : 2011), hlm. 30-31
[2]Prof. Mohsen Gharawiyan, Pengantar Memahamu Buku Daras Filsafat Islam, (Jakarta : 2012), hlm. Ibid :hal 56-60
[3]Ibid : hlm. 45
[4]Ibid : hlm. 45-47
[5]Ibid : hlm. 47-50
[6]Ibid : hlm. 50
[7]Amuzesy-e Falsafe, Metode Penelitian Ilmu atau Filsafat Ilmu, (Jakarta : 2012),hlm. 5,9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar