CATATAN
KECIL ILMU PENDIDIKAN
BAB I
PENGERTIAN,
RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN ILMU PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, yang
mendapat awalan pe dan akhiran kan
yang berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Pendidikan berasal dari
bahasa Yunani Paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.
Dalam bahasa Inggris disebut education yang berarti pengembangan atau bimbingan
dan dalam bahsa Arab al-Tarbiyah yang berarti pendidikan.
Dalam
pengertian yang luas semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan.
Sebagaimana dikatakan oleh Lodge hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah
hidup. Jadi semua pengalaman
yang ada dalam kehidupan manusia dapat dikatakan sebagai pendidikan. Sedangkan
dalam pengertian yang sempit Lodge menyatakan bahwa pendidikan adalah pewarisan
adat istiadat, pandangan hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam
pengertian semacam ini Pendidikan berarti dalam prakteknya identik dengan
sekolah, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang diatur.
Dalam pandangan H. Horne pendidikan
adalah suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam
sekitar, dengan manusia dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelektual) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh terpisahkan
agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak
yang kita didik sesuai dengan dunianya.
Pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Ilmu Pendidikan
Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang
bersifat ilmiah. Ilmu juga bisa diartikan sebagai suatu uraian yang tersusun
secara lengkap tentang sesuatu dari keberadaan.
Dengan demikian ilmu pendidikan adalah
uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan pendidikan
kepada peserta didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar menjadi
manusuia dewasa, baik dalam segi jasmani maupun rohani sehingga mampu menjadi
anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
B. RUANG LINGKUP ILMU PENDIDIKAN
Ruang lingkup kajian ilmu pendidikan
sangat luas sebab banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelenggaraan pendidikan. Adapun ruang lingkup Ilmu Pendidikan
adalah sebagai berikut:
1.
Perbuatan
mendidik itu sendiri
2.
Peserta
didik
3.
Dasar dan
Tujuan pendidikan
4.
Pendidik
5.
Materi
pendidikan
6.
Metode
Pendidikan
7.
Evaluasi
Pendidikan
8.
Alat-alat
Pendidikan
9.
Lingkungan
Pendidikan
- KEGUNAAN ILMU
PENDIDIKAN
1.
Ia
melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan yang sesuai dengan
cita-cita dan aspirasi masyarakat dan diharuskan jadi kenyataan.
2.
Memberikan
bahan informasi terhadap pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi
pengembangan Ilmu pendidikan.
3.
Menjadi
korektor terhadap kekurangan teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan,
sehingga dimungkinkan pertemuan antara teori dan praktik semakin dekat dan
semakin interaktif.
BAB II
DASAR
DAN LANDASAN (ASAS) PENDIDIKAN
A. LANDASAN (DASAR) PENDIDIKAN
Dasar dalam bahasa Inggris foundation, Perancis fondament,
Latin fundamentum. Secara bahasa berarti adalah alas, fundamen, pokok
atau pangkal segala sesuatu. Dasar mebngandung pengertian sebagai berikut:
1. Sunmber dan sebab
adanya sesuatu.
2. Sumber pengetahuan,
ajaran dan hukum.
3.
Dasar
berdirinya sesuatu.
Sehingga dasar pendidikan berarti fundamen yang menjadi sumber
inspirasi penyelenggaraan pendidikan yang bersifat ideal.
Adapun dasar-dasar pendidikan adalah
sebagai berikut:
1.
Dasar
filosofis
Pendidikan adalah sesuatu yang
universal dan berlangsung secara terus menerus dari generasi ke generasi di
segala tempat di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu
diselenggarkan sesuai dengan pandangan hidup setiap masyarakat tertentu. Oleh
karena itu, meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi
perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup tersebut. Dengan
kata lain pendidikan diselenggarakan berdasarkan falsafah hidup bangsa
Indonesia.
Dasar
filosofis ini bersumberkan kepada religi (keyakinan) agama yang dianut oleh
masyarakat dan berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.
2.
Dasar
sosiologis
Sementara
itu dalam upaya menjadikan peserta didik mencapai kedewasaam jasmani dan rohani
perlu disesuaikan dengan latar belakang sosial setiap masyarakat tertentu. Oleh karena itu, pendidikan itu hendaknya
disesuaikan dengan latar belakang sosio masyarakat tempat dilaksanakannya
pendidikan. Dengan kata lain pendidikan diselenggarakan
berdasarkan sosial masyarakat Indonesia .
3.
Dasar
kultural
Dengan dasar kultural ini pendidikan
akan diselenggarkan berdasarkan kultur budaya yang ada di masyarakat sehingga
pendidikan akan dapat diselenggarkan berdasarkan kekhasan budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tempat dilaksanakannya pendidikan tersebut.
4.
Dasar
psikologis
Dengan landasan psikologis ini akan
membekali tenaga pendidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan
cara-cara belajarnya.
5.
Dasar
ilmiah dan teknologis
Dasar Iptek akan membekali tenaga
kependidikan, khususnya guru tentang sumber bahan pengajaran.
- ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Asas-asas pendidikan adalah asas-asas yang menjadi
dasar pelaksanaan pendidikan secara
praktis/teknis (operasional). Asas pendidikan
merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada
tahap perancangan maupun pelaksanan. Asas-asas pokok
pendidikan antara lain:
1.
Asas tut
wuri handayani
Asas tut wuri handayani merupakan asas yang dicanangkan
oleh Ki Hajar Dewantara (1922) yang berarti jika dibelakang mengikuti dengan
awas. Dengan asas ini guru hendaknya memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk mengembangkan kreatifitasnya tanpa dikekang dan apabila peserta didik
tidak menjalankan tugas belajarnya dengan baik, maka hendaknya guru memberikan
pengarahan dan pengawasan agar pendidikan berjalan sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan.
2.
Asas
Belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long education)
merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup.
Pendidikan seumur hidup dalam proses belajar mengajar mengemban dua misi, yakni
membelajarkan peserta didik dengan efektif dan efisien dan meningkatkan
kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat.
3.
Asas
kemadirian dalam belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun asas belajar
sepanjang hayat berkaitan dengan asas kemandirian dalam belajar. Dalam kegiatan
belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan asas kemandirian dalam belajar dengan menghindari campur tangan
guru, namun guru selalu siap membantu apabila diperlukan.
Perwujudan asas kemadirian dalam belajar akan
menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping
peran-peran lain seperti informator, organisator, dan sebagainya.
BAB III
BATAS-BATAS PENDIDIKAN
Kapankah anak mulai dididik? Dan
kapankah anak selesai dididik? Dalam hal ini banyak pendapat para ahli yang
memiliki garis perbedaan.
Kapan dimulai pendidikan (mendidik)
menurut Langeveld kalau anak sudah mengerti arti gezag (kewibawaan).
Sebelum anak mengerti kewibawaan belum dapat dididik. Jadi anak yang masih
sangat kecil belum dapat dididik. Dapatnya hanya diberikan paksaan-paksaan (dressuur).
Tetapi
paksaan-paksaan yang diberikan kepada anak kecil itu ditujukan kepada
kedewasaan anak. Maka paksaan yang diberikan kepada anak yang masih kecil itu
disebut dengan pendidikanpendahuluan bukannya dressuur.
Anak mulai
dididik menurut Langeveld kira-kira berumur 3 tahun karena anak sudah mengenal
akan arti kewibawaan. Dan dapat diakhiri kalau anak itu sudah dewasa atau tidak
membutuhkan pertolongan lagi.
Dewasa menurut Langeveld adalah
dewasa dalam segi jasmani dan rokhani. Dewasa dalam segi jasmani apabila umur
dan pertumbuhan jasmaninya sudah memenuhi. Adapun dewasa rokhani apabila anak
itu sudah dapat berdiri sendiri, bertanggungjawab, susila, tidak lagi
membutuhkan pertolongan orang lain.
Menurut pendapat yang lain pendidikan
bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan atau pranatal education. Masa pranatal sebenarnya bisa dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu masa pra konsepsi dan masa pasca konsepsi. Masa pra
konsepsi adalah masa di mana dimulainya pendidikan sejak pra nikah sebagaimana
pendapat prof. Brodjonegoro di bawah ini. Sedangkan masa pasca konsepsi adalah
di mulainya pendidikan sejak anak masih dalam kandungan.
Prof. Brodjonegoro menyatakan bahwa
pendidikan bisa dimulai sejak pra nikah. Dengan menggunakan basis filosofis jawa”bibit, bebet dan bobot.
Bibit berarti putranya siapa? Maksudnya apakah dari keturunan orang
baik-baik, sebab dikhawatirkan kalau bukan keturunan orang baik-baik akan
mempengaruhi keturunannya kelak. Bebet artinya pribadi calon menantu
tersebut. Bagaiaman tampang dan sikapnya, bagaimana wataknya. Bagaiamana
fisiknya, kesehatannya, pantasnya, halusnya, tegas, keras dan lain-lain.Bobot,
berarti apakah anak orang berada atau cukupan atau bahkan kurang. Apakah dapat
mencari nafkah untuk kehidupan berkeluarga kelak.
Kapankah
anak selesai dididik? Menurut Langeveld tujuan pendidikan adalah kedewasaan
jasmani dan rohani. Dengan demikian apabila anak sudah mencapai kedewasaan
umurnya dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri, maka pendidikan
sudah tidak diperlukan lagi (berakhir).
Menurut Ki
Hadjar Dewantara pendidikan dimulai dari lahir sampai mati. Dengan istilah yang
terkenal “life long education” (pendidikan seumur hidup). Jadi meskipun
orang itu sudah tua umurnya, tetapi masih perlu dididik selama orang itu masih
hidup.
Ada lagi
pendapat yang menyatakan pendidikan dimulai dari ayunan samapai ke liang lahat
(from the cradle to the grave).
Pendidikan
yang sesungguhnya dapat dilakukan setelah anak dapat diajak berbuat sesuatu
hal. Bisa diajak berinteraksi antara pendidik dan peserta didik. Atau dengan
kata lain anak sudah mengenal kewibawaan. Tetapi walaupun demikian, pendidikan
yang dilaksanakan sebelum lahir atau sejak lahirpun dapat dikatakan sebagai pendidikan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa permulaan pendidikan dan berakhirnya
pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan dimulai
sebelum kawin dann diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
2. Pendidikan dimulai
sebelum kawin dan diakhiri sampai mati.
3. Pendidikan dimulai
sebelum anak lahir dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
4. Pendidikan dimulai
sebelum anak lahir dan diakhiri sampai mati.
5. Pendidikan dimulai
setelah anak lahir dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
6. Pendidikan dimulai
setelah anak lahir dan diakhiri sampai mati.
7. Pendidikan dimulai
setelah anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
8.
Pendidikan
dimulai setelah anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sampai mati.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN
Dalam ilmu
pendidikan kita mengenal berbagai macam faktor pendidikan. Sementara itu ahli-ahli pendidikan membagi faktor-faktor pendidikan
tersebut menjadi lima
macam:
1.
Faktor
tujuan.
2.
Faktor
Pendidik.
3.
Faktor
peserta didik.
4.
Faktor
alat-alat.
5.
Faktor
alam sekitar (milieu).
1.
Faktor
tujuan.
2.
Faktor
Pendidik.
3.
Faktor
Peserta didik.
4.
Faktor
alat-alat.
Faktor-faktor pendidikan dapat
berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi dan berhubungan satu sama lainnya. Adapaun
faktor-faktor pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
A. FAKTOR TUJUAN
Tujuan pendidikan merupakan
sesuatu yang ingin dicapai dalam kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut
jenisnya terbagi dalam beberapa jenis,
yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional.
Tujuan nasional adalah tujuan
yang ingin dicapai oleh suatu bangsa. Tujuan institusional adalah tujuan yang
ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan
yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu dan tujuan instruksional
(tujuan pembelajaran/kompetensi) adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai
oleh suatu pokok atau suatu sub bahasan tertentu.
Menurut Langeveld ada enam
tujuan pendidikan, yaitu:
1.
Tujuan
umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai duiakhir
proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani.
2.
Tujuan
Khusus.
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar
usia, jenis kelamin, sifat, bakat, inteligensi, lingkungan sosial budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan sebagainya.
3.
Tujuan
tidak lengkap.
Tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya
aspek psiklogis, biologis, atau sosiologis saja.
4.
Tujuan
Sementara.
Tujuan sementara adalah tujuan
yang sifatnya sementara. Apabila tujuan sementara sudah tercapai, tujuan itu
akan ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain.
5.
Tujuan
intermediet.
Tujuan intermediet adalah tujuan perantara untuk
mencapai tujuan yang lain yang utama.Misalnya, anak dibiasakan untuk menyapu
halaman, maksudnya agar kelak ia mempunyai rasa tanggung jawab.
6.
Tujuan
insindental.
Tujuan insidental adalah
tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, yanmg sifatnya seketika dan
spontan. Misalnya, orang tua menegur anaknya agar
berbicara sopan.
B.
FAKTOR
PENDIDIK
Dalam proses belajar mengajar,
terdiri dari beberapa komponen yang diantaranya adalah pendidik. Pendidik adalah sosok pengganti dari orang
tua baik di lembaga formal maupun non formal. Keberadaan pendidik menjadi suri
tauladan bagi peserta didik baik
perkataan maupun perbuatannya.
Seorang
pendidik berkewajiban mendampingi peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Oleh sebab itu diperlukan hubungan yang
harmonis antara pendidik dan peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan.
Dari segi bahasa pendidik adalah orang yang memberi pendididikan
(pengajar). Sehingga pendidik dalam konteks ini adalah orang yang melakukan
kegiatan dalam bidang mendidik.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah telah banyak dirumuskan oleh
para ahli pendidikan. Menurut Sutari Imam Barnadib pendidik adalah orang yang
dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan. Ahmad Tafsir
menyatakan bahwa pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik. Dengan demikian secara umum Pendidik adalah orang
yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.
Adapun pendidik dalam kaitannya dengan pendidikan terhadap orang lain pada
garis besarnya dapat dikategorikan kedalam orang tua, guru dan masyarakat.
a. Orang tua
Orang tua merupakan pendidik
yang utama dan pertama bagi seorang anak. Karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan. Di dalam lingkungan keluarga dalam pertumbuhan psikis dan
fisiknya sangat membutuhkan bimbingan dari orang tua.
b. Guru
Sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia dan
pekerjaan, maka orang tua tidak bisa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
pendidikan anak. Karena itulah orang tua melimpahkan sebagaian tanggung
jawabnya kepada orang lain, dalam hal ini adalah guru. Guru yang ideal harus
mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial.
c. Masyarakat
Masyarakat
turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Karena itulah pendidikan dalam
Islam merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat, bukan
tanggung jawab individu tertentu. Sebab, masyarakat adalah kumpulan-kumpulan
individu yang menjalin satu kesatuan.
C.
FAKTOR
PESERTA DIDIK
Pendidikan pada saat ini sudah
mengalami perubahan yang begitu cepat, dimana terdapat paradigma dalam
pendidikan yang menggunakan simbol proses pembelajaran sehingga yang dulunya
dalam pendidikan guru adalah orang yang paling tahu dan mempunyai peran yang
dominan dalam proses pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah (Teacher Learning Centered),
akan tetapi pada saat sekarang ini proses pembelajaran lebih berpola pada (Student
learning Centered), yaitu suatu pola proses pembelajaran yang dituntut
lebih aktif adalah peserta didik.
Untuk mengetahui paradigma di atas,
maka kita harus mengetahui apa, siapa dan bagaimana peserta didik harus berbuat
dan bersikap dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan dari proses
pendidikan yang sedang dilaksanakan.
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik
adalah makhluk yang sedang mengalami perkembangan dan pertumbuhan menurut
fitrahnya masing-masing. Mereka sedang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan optimal kemampuan fitrahnya.
Dengan kata lain peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang sedang
memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dalam pandangan yang lebih modern,
peserta didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan
sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
pendidikan. Demikian ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam
memecahkan masalah dalam proses pembelajaran.
Dengan paradigma di atas, jelaslah
dapat dipahami bahwa peserta didik merupakan subyek dan obyek pendidikan yang
memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahakannnya
mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi yang dimiliki oleh peserta didik
tidak akan mampu dikembangkan secara optimal tanpa bantuan dari pendidik. Karena
pemahaman yang lebih konkret tentang peserta didik sangat diperlukan oleh
setiap peserta didik. Hal ini sangat beralasan sebab melalui pemahaman tersebut
akan membantu pendidik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai
aktivitas kependidikan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu pendidikan tidak akan
terlepas dari karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik dapat
dibagi menjadi 2, yaitu karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik
internal meliputi : karakteristik peserta didik dilihat dari sisi fisiologis
otak (otak kanan dan kiri) dan karakteristik peserta didik dilihat dari
kemampuan intelegensinya.
Peserta didik secara individu menurut
Howard Gardner mempunyai bermacam-macam bentuk intelegensi, di antaranya :
1.
verbal
linguistik
2.
kinestetik
3.
logika/matematik
4.
musikal
5.
spasial
6.
interpersonal
7.
intra
personal
8.
naturalis
di samping ke delapan intelegensi di
atas, terdapat satu intelegensi yang tidak bolak terlepas dari individu peserta
didik, yaitu kecerdasan spiritual.
Dari kecerdasan-kecerdasan yang mungkin
ada pada tiap indidu peserta didik tersebut, maka gaya belajar (tipologi belajar) peserta didik
ada empat, yaitu :
Kinestetik, visual, auditory dan
gabungan ketiga gaya
belajar tersebut.
D.
FAKTOR
ALAT-ALAT PENDIDIKAN
Alat pendidikan adalah hal yang tidak
hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksanaknya pekerjaan
mendidik, tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang
membantu tercapainya tujuan pendidikan.
Abu Ahmadi
membedakan alat pendidikan ini kedalam beberapa kategori:
1.
Alat
pendidikan positif dan negatif
Alat pendidikan yang positif dimaksudkan agar anak
mengerjakan sesuatu yang baik. Mislnya, pujian. Alat pendidikan negatif
dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk. Mislanya, larangan atau hukuman agar anak
tidak mengulang perbuatan yang tidak baik.
2. Alat pendidikan
preventif dan korektif.
Alat pendidikan preventif
merupakan alat pendidikan untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik.
Misalnya peringatan atau larangan.
Alat pendidikan korektif
adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekelituan yang telah dilakukan
peserta didik. Misalnya hukuman.
3. Alat pendidikan yang
menyenagkan dan tidak menyenagkan.
Alat pendidikan yang menyenagkan
merupakan alat pendidikan yang digunakan agar peserta didik menjadi senang.
Misalnya dengan hadiah atau ganjaran.
Alat pendidikan yang tidak
menyenagkan dimaksudkan agar membuat peserta didik tidak senang. Misalnya dengan hukuman atau celaan.
E.
FAKTOR
ALAM SEKITAR
Lingkungan pendidikan adalah
lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan
meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
1.
Lingkungan
keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang kuat
terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagain besar kehidupan anak
berada di tengah-tengfah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan
kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif dalam lingkungan
keluarga sejak dini.
Behitu besar pengaruh
pendidikan keluarga terhadap anak, sehingga orang tua harus menyadari tannggung
jawab terhadap anaknya. Tanggung jawab yang harus
dilakukan orang tua antara lain:
a. Memelihara dan
membesarkannya.
b. Melindungi dan
menjamin kesehatannya.
c. Mendidik dengan
berbagai ilmu.
d. Membahagiakn
kehidupan anak.
2.
Lingkungan
Sekolah.
Sekolah adalah lingkungan resmi yang menyelenggarkan
kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah, yang
dialkukan oleh pendidik yang profesional, dengan program yang dituangkan dalam
kurikulum tertentu danm diikuti peserta didik pada setiap jenjang tertentu,
mulai dari tingkat kanak-kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal
mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
a. Tanggung jawab
formal
Sesuai
dengan fungsinya, lembaga pendidikan bertugas untuk mencapai tujuan pendidikan
berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b.
Tanggung jawab keilmuan
Berdasarkan bentuk, isi, dan tujuan,
serta jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c. Tanggung jawab
fungsional
Tanggung
jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan
oleh para pendidik yang pelaksanaannya berdasarkan kurikulum.
3. Lingkungan
Masyarakat.
Dalam konsep pendidikan,
masyarakat merupakan sekumpulan orang dengan berbagai ragam kualitas diri dari
yang tidak berpendidikan sampainyang berpenbdidikan tinggi. Baik buruknya
kualitas masyarakat ditentukan oleh kualitas pendidikan anggotanya, sehingga
semakin baik pendidikan anggotanya, senmakin baik pula kualitas masyarakat
secara keseluruhan.
Ditinjau dari lingkungan
pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan non formal yang
memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya,
tetapi tidak sistematis. Masyarakat menerima semua anggota yang beragam untuk
diarahkan menjadi anggota yang sejalan dengan tujun masyarakat itu sendiri yang
berorientasi pada pencapaian tujuan kesejahteraan sosial, jasmani rohani dan
juga mental spiritual.
BAB V
METODE PENDIDIKAN
A.
Pengertian Metode Pendidikan
Metode dalam
pengertian secara umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Kemudian dalam pengertian secara letterlijk, kata metode berasal
dari bahasa Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti melalui dan “hodos”
yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui.
Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas metode diartikan sebagai cara bukan langkah
atau prosedur. Sebab kata prosedur lebih bersifat teknis administratif atau
taksonomis. Seakan-akan mendidik atau mengajar dianggap sebagai langkah-langkah
yang aksiomatis, kaku dan tematis. Sedang metode yang diartikan sebagai cara
mengandung pengertian yang fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi dan
mengandung makna mempengaruhi serta saling ketergantungan antara pendidik dan
peserta didik (HM. Arifin, 1994: 97).
Dalam
pandangan Ahmad Tafsir metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Ungkapan
paling cepat dan tepat itulah yang membedakan
method dengan way (yang juga berarti cara dalam bahasa
Inggris) (Ahmad Tafsir, 1995: 9).
Moh. Abd.
Rahim Ghunaimah mendefinisikan metode mengajar sebagai cara-cara yang praktis
dalam menjalankan tujuan dan maksud-maksud pengajaran.
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa metode mengajar
adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka
kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan
murid-muridnya dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya
untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki
pada tingkah laku mereka. Selanjutnnya menolong mereka memperoleh maklumat,
pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang
dinginkan (Omar Mohammad al-Toumy
al-Syaibany, 1979: 551).
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Metode Pendidikan
Ada beberapa hal atau faktor yang perlu
diperhatikan oleh para pendidik, sebelum mempergunakan metode yang dipakai.
Dalam hal ini, menurut Muh. Zein ada tiga faktor yang perlu diperhatikan,
antara lain:
1.
Unsur murid menentukan
kecakapan dalam menerima pelajaran.
2. Keadaan sekitar,
dan
3. Sifat bahan
pelajaran
Lebih lanjut Winarno Surachmad membagi
kedalam lima
faktor yang mempengaruhi metode pendidikan yaitu:
1.
Tujuan Pendidikan
Untuk
menjawab pertanyaan “untuk apa” pendidikan dilaksanakan.
2. Peserta didik
Faktor ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan untuk siapa dan bagaimana berbagai tingkat kematangan, kesanggupan
dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Faktor situasi
Menjawab pertanyaan
bagaimana kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
4. Faktor Sarana
atau fasilitas
Menjawab pertanyaan
dimana dan bilamana termasuk juga fasilitas dan kwantitas.
5. Pribadi Pendidik
Menjawab pertanyaan
oleh siapa serta kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Dengan dasar-dasar faktor tersebut maka
sudah wajar bila adanya kesulitan dalam usaha mengklasifikasikan metode-metode
itu dalam nilai dan efektifitasnya. Melihat faktor-faktor itu suatu metode yang
kurang baik dan kurang berhasil bila dipakai pendidik yang satu, boleh jadi
menjadi sangat baik dan berhasil bila dipakai oleh pendidik yang lain.
C. Macam-macam Metode
Pendidikan
Metode Pendidikan pada dasarnya sangat efektif dalam membina kepribadian
peserta didik dan memotivasi mereka, sehingga aplikasi metode pendidikan ini
memungkinkan membuka hati manusia untuk dapat menerima petunjuk Ilahi dan
konsep-konsep peradaban. Adapun
macam-macam metode yang dapat digunakan dalam pendidikan berdasarkan ranah
pendidikan adalah :
1. Metode untuk
Penguasaan Ranah Kognitif
a. Gambar
Gambar yang dijadikan contoh membuat
pembelajaran akan menarik, gambar berfungsi sebagai alat pembantu untuk
menghadirkan fakta yang abstrak menjadi konkret.
b. Timeline (garis
waktu)
timeline dipakai untuk melihat perjalanan dan
perkembangan suatu periode tertentu.
c. Concept Map (peta
konsep)
adalah cara yang praktis untuk
mendeskresipkan gagasan yang ada dalam pikiran. Nilai praktisnya terletak pada
kelenturan dan kemudahan pembuatannya. Penyampaian materi dengan peta konsep
akan memudahkan siswa untuk mengikuti dan memahami alur pembelajaran secara
menyeluruh.
d. Kotak kata
merupakan permainan yang bisa mengajak
otak untuk terus bekerja menemukan susunan jawaban dalam metode tersebut.
e. Data terfokus
dapat meningkatkan ketrampilan
mendengarkan mengembangkan kemampuan berkonsentrasi, meningkatkan kecapakan
menghafal, mempelajari fakta, sistilah dan konsep pembelajaran dan memotivasi
siswa untuk mengembangkan ketrampilan
belajar.
f. Kata acak
merupakan permainan yang digemari semua
orang, tidak hanya anak-anak, karena permainan ini melibatkan kejelian
berpikir, dan pengetahuan untuk menyusun kata atau frase. Metode ini bisa
mendorong peserta didik untuk berpkir secara aktif dengan kata teracak yang
ada.
g. Mencari pasangan
(Menjodohkan)
Metode ini bisa dilakukan dengan cara
meminta peserta didik untuk mencari pasangan pertanyaan dengan jawaban yang
sudah disiapkan oleh pendidik.
h. Learning start
with a question
belajar sebaiknya berangkat dari
pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari benak peserta didik dengan cara membuka
dan melayani pertanyaan proses pembelajaran berjalan dengan efektif karena
berangkat dari perhatian dan rasa ingin tahu peserta didik.
2. Metode Penguasaan
Ranah Afektif
a. Instant
Assesment
Metode ini digunakan oleh pendidik untuk
mengetahui dengan singkat sikap peserta didik terhadap materi pembelajaran atau
penilaian terhadap diri sendiri. Hal ini bisa menggunakan teknik penilaian diri dengan
skala likert.
b. Billboard
Rangking (Urutan
Nilai Luhur)
Metode ini sangat tepat digunakan untuk
mendorong refleksi dan diskusi mengenai nilai-nilai, gagasan dan pilihan perbuatan
berdasarkan nilai dan norma sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
c. Assessment
Search (Menilai
Kelas)
Metode ini digunakan untuk mengetahui
pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran, sikap mereka terhadap materi
pelajaran, pengalaman mereka yang berhubungan dengan materi pelajaran,
ketrampilan yang sudah dikuasai, harapan yang diperoleh setelah mengikuti
pelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminta peserta didik untuk
saling mewawancarai antar peserta didik untuk mengetahui hal-hal tersebut di
atas.
3. Metode Penguasaan
Ranah Psikomotorik
a. Pencarian
Informasi
Metode ini bisa dipakai untuk strategi
pembelajaran inquiry, problem based-learning dan collaborative
learning. Pembelajaran diawali dengan pertanyaan yang menggugah siswa untuk
aktif mencari sendiri jawaban dengan cara bekerja sama dengan peserta didik
lainnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pendidik lebih baik
menyangkut informasi-informasi yang berhubungan dengan materi pembelajaran
sehingga bisa menimbulkan diskusi kelompok yang kondusif.
b. Kelompok
Investigasi
Metode ini hampir sama dengan information
search. Bedanya terletak pada jenis penugasannya. Mulai dari awal pengerjaan tugas dalam group
investigation dilakukan secara kelompok. Kerjasama tim yang solid atau kuat
sangat dibutuhkan dalam metode ini.
c. Bermain Peran
Bermain peran bisa berbentuk
memerankan dialog tokoh-tokoh sejarah atau memerankan diri atau kelompok
sebagai ahli sejarah. Bentuk pertama bisa mengajak peserta didik untuk
menjiwai karakter atau tokoh sejarah. Dengan cara ini, peserta didik merasakan
dirinya sebagai aktor sejarah dan akan sangat berkesan bagi mereka.
Dialog-dialog yang dipakai diusahakan sesederhana mungkin dengan tanpa
meninggalkan gagasan-gagasan utamanya.
d. Pembelajaran
Berdasarkan Masalah
Pembelajaran akan efektif kalau
dimulai dengan masalah mendesak yang harus segera dipecahkan, apalagi kalau
masalah tersebut terkait dengan dengan pribadi peserta didik. Oleh karena itu,
sebaiknya materi pelajaran diawali dengan penyajian masalah dan memberi
kesempatan kepada peserta didik ikut merasakan masalah tersebut dan berusaha
untuk menyelesaikannya.
e. Jadi Fasilitator
dan Menjelaskan
Metode ini menerapkan pola belajar
dengan teori belajar sosial, yaitu peserta didik belajar melalui modelling,
meniru atau mengikuti orang yang dianggap pantas untuk dijadikan panutan. Guru
adalah panutan yang baik bagi siswa di ruang kelas. Di samping itu, guru juga
memberi kesempatan peserta didik untuk mendemonstrasikan pemahaman dan
penugasannya atas materi yang di sampaikan.
Metode-metode di
atas hanya sebagian metode pembelajaran aktif. Masih banyak metode-metode
pembelajaran aktif lainnya. Tolong dikembangkan sendiri.
BAB VI
MEDIA/ALAT PENDIDIKAN
A. Pengertian
Media/Alat Pendidikan
Media/Alat
pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan
diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan situasi mana,
dicita-citakan dengan tegas untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat pendidikan
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat pendidikan ialah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda
yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam menggunakan
alat pendidikan, sudah ditentukanadanya cita-cita yang ingin dicapai, dan sudah
pula ada tujuan tertentu untuk mempengaruhi.
B.
Tujuan
dan Fungsi media/Alat Pendidikan
Dilihat
dari fungsinya, media/alat-alat pendidikan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.
Alat
sebagai perlengkapan. Keberadaan alat ini tidak mutlak, aritnya tanpa
perlengkapan ini, tujuan masih bisa mencapai.
2.
Alat
sebagai pembantu mempermudah usaha tujuan. Ditinjau dari pandangan lebih
dinamis, alat merupakan pembantu untuk mempermudah terlaksananya proses
pendidikan dalam rangka mencapai tujuan. Oleh sebab itu dalam menggunakan alat
hendaknya diperhatikan agar alat itu tidak memperlambat pencapaian tujuan.
3.
Alat
sebagai tujuan alat-alat berfungsi saling membantu. Dengan perkataan lain alat-alat
mempunyai hubungan hirarkis, suatu alat alat berfungsi sebagai alat dari
alat-alat yang lain.
C.
Macam-macam
media/alat Pendidikan
Alat
pendidikan dibagi menjadi dua macam :
1.
Alat
material atau manusia yang mempunyai pengaruh maknawi terhadap pendidikan,
seperti masjid, pendidik, keluarga, dan madrasah.
2.
Alat-alat
maknawi psikis, seperti metode bercerita, metode dialog, atau teladan alat ini
disebutnya asalib atau Wasa’il Al-Tarbiyah (metode pendidikan).
Alat-alat macam pertama bisa diistilahkan dengan piranti
keras (hardware), dan macam kedua bisa diistilahkan dengan piranti lunak
(software), yang dimaksud dengan piranti lunak ialah alat-alat tidak konkrit
seperti isi pendidikan, bahan pelajaran, dan metode pendidikan. Yang
dimaksud dengan piranti keras ialah alat-alat seperti gedung sekolah,
perpustakaan, alat peraga.
Alat
peraga disebut media instruksional, ialah alat-alat pengajaran yang berfungsi
ataupun memberikan gambaran yang konkret tentang hal-hal yang diajarkan. Lebih
rinci, fungsi alat peraga ialah :
1. Membantu
dan mempermudah para guru dalam mencapai tujuan khusus instruksional secara
efektif dan efisien.
2. Mempermudah
para siswa menangkap materi pelajaran, memperkaya pengalaman belajar, serta
membantu memperluas cakrawala pengetahuan mereka, dan
3.
Menstimulasikan
pengembangan pribadi serta profesi para guru dalam usahanya mempertinggi mutu
pengajaran di sekolah.
Dasar penggunaan alat peraga adalah belajar merupakan
proses pengalaman. Semakin dekat peserta didik kepada obyek, semakin melekat
kesan pengalaman di dalam ingatannya.
Menggunakan alat peraga memerlukan kecakapan sendiri bagi
pendidik dan peserta didik. Kepentingan alat peraga atau media pengajaran bagi
peningkatan kualitas pendidikan semakin tampak dengan perkembangan teknologi
sekarang ini. Dengan kepesatan teknologi, pelaksanaan pendidikan dapat lebih
diperbaharui.
Alat peraga dapat dibagi menjadi dua macam :
1.
Alat
peraga yang langsung, yaitu realita (kenyataan) sesungguhnya dari sesuatu yang
diperagakan. Misal: gunung, mobil, meja dan kursi.
2.
Alat
peraga yang tidak langsung yaitu tiruan atau model dari realita.
Misal: lukisan gunung, gambar
mobil dan patung pahlawan. Disamping itu, alat peraga juga bisa dibagi menjadi
alat peraga yang bersifat auditif, yang bersifat visual, dan bersifat audio
visual misalnya : gambar peta, daftar, karton, slides, rekaman, file, radio,
televisi dan miniatur.
D.
Memilih
Media/Alat Pendidikan
Di
dalam menggunakan media/alat pendidikan dipengaruhi oleh pribadi si pemainnya
karena itu pribadi si pemakai harus berusaha meneysuaikan diri dengan tujuan /
cita-cita yang dikandung oleh alat itu. Pengguna alat mempunyai hubungan yang
erat dengan sifat kepribadian si pemkai ini merupakan sifat khas dari alat
pendidik dibanding dengan alat yang lain.
Alat-alat
pendidikan hendaknya dipilih dan diadakan dengan sengaja tanpa tekanan sehingga
penggunaannya berjalan dengan wajar. Untuk itu, pendidik hendaknya menyesuaikan
alat dengan faktor-faktor yang dihadapi, yaitu :
1.
Tujuan apa yang hendak dicapai
2.
Alat-alat apa yang tersedia
3.
Pendidik mana yang akan
mempergunakannya
4.
Peserta didik mana yang
dihadapi
5.
Kesesuaian dengan ruang dan
waktu
Peserta
didik sebagai pihak yang dikenai pebuatan mendidik adalah pihak yang
pertama-tama diperhatikan dalam menimbang alat pendidikan, adapun hal-hal yang
perlu dipertimbangkan tentang peserta didik.
1.
Jenis kelamin
2.
Usia
3.
Bakat
4.
Perkembangan
5.
Alam semesta
BAB VII
EVALUASI PENDIDIKAN
A. Pengertian
Evaluasi Pendidikan
Secara hafiah kata evalusi berasal dari bahasa
Inggris evaluation, dalam bahasa Arab
Al-Taqdir ( ) dalam bahasa Indonesia
berarti penilaian, akar katanya adalah value,
dalam bahasa Arab Al-Qimah ( ) dalam bahasa Indonesia
berarti nilai. Dalam pengertian lain, evaluasi secara etimologi berasal dari
kata “to evaluate” yang berarti menilai.
Dengan demikian secara harfiah evaluasi pendidikan educational evaluation dapat diartikan
sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Istilah evaluasi pada mulanya
popular di kalangan para filosof. Plato salah seorang diantara para filosof,
dianggap banyak para pemikir pendidikan dewasa ini adalah orang yang pertama
sekali mengemukakan dan yang “membidangi” lahirnya istilah evaluasi.
Selanjutnya istilah “evaluasi” mulai dipakai dalam berbagai disiplin ilmu tak
terkecuali ilmu pendidikan.
Edwin Wand
dan Gerald W. Brown dalam karyanya “Essential
of educational evaluation” mengatakan bahwa evaluasi adalah “The act or prosess to determining the value
of something” (evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari pada sesuatu bila pernyataan ini dihubungkan dengan
evaluasi pendidikan maka dapat diuraikan dengan “Totalitas tindakan atau proses
yang dilakukan untuk menilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan”.
Menurut Bloom dan kawan-kawan
disebutkan pengertian evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis
untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri peserta
didik dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi peserta didik.
Evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai
alternatif keputusan.
Yang dimaksud dengan penilaian
dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses
pendidikan secara umum, baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut
pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.
B. Prinsip Evaluasi
Pendidikan
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam melakukan evaluasi. Betapa pun baiknya prosedur evaluasi diikuti dan
betapa pun sempurnanya teknik evaluasi diterapkan apabila tidak dipadukan
dengan prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi pun akan kurang dari yang
diharapkan. Prinsip-prinsip termaksud adalah sebagai berikut :
1.
Keterpaduan
Evaluasi
merupakan komponen internal dalam program pengajaran disamping tujuan
intruksional dan materi serta metode pengajaran, semuanya itu merupakan
kesatuan terpadu yang tak dapat dipisahkan.
2.
Keterbatasan
Siswa
Prinsip
ini berkaitan erat dengan metode cara belajar siswa aktif yang menunutut
keterlibatan siswa secara aktif itu. Siswa merasa evaluasi terhadap kegiatannya
sebagai suatu kebutuhan.
3.
Koherensi
Dengan
prinsip ini dimaksudkan evaluasi berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah
disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.
4.
Paedagogis
Disamping
sebagai alat penilaian terhadap hasil belajar, evaluasi juga perlu diterapkan sebagai
upaya sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi paedagogis.
5.
Akuntabilitas
Sejauh
mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggung jawaban (accountability).
Menurut Prof. DR. H. Ramayulis bahwa prinsip-prinsip
evaluasi pendidikan adalah :
a.
Terus
Menerus
Artiniya evaluasi ini tidak hanya dilakukan setahun sekali, sekuartal
sekali, atau sebulan sekali, melainkan terus menerus, pada waktu mengajar
sambil mengevaluasi sikap dan perhatian murid, pada pelajaran hampir berakhir.
b.
Menyeluruh
Artinya adanya evaluasi yang meliputi semua aspek-aspek kepribadian
manusia.
c.
Objektifitas
Artinya adanya evaluasi yang benar-benar objektif bukan subjektif.
d.
Validitas
Artinya adanya evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang
seharusnya dievaluasi.
e.
Reliabilitas
Artinya evaluasi itu dapat dipercaya
f.
Efisiensi
Artinya adanya evaluasi yang dapat menggunakan sarana dan prasarana yang
baik, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mudah dalam proses, administrasi, dan
interpretasinya, sehingga evaluasi ini tepat pada sasarannya.
g.
Ta’abbudiyah dan
Ikhlas
Artinya adanya evaluasi yang dilakukan penuh
ketulusan dan pengabdian kepada Allah SWT.
C. Tujuan dan Fungsi
Evaluasi
Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar
mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat
pencapaian tujuan intruksional oleh peserta didik sehingga dapat diupayakan
tindak lanjutnya. Tindak lanjut tersebut merupakan fungsi evaluasi dan dapat berupa
:
1. Penempatan pada tempat yang tepat
2. Pemberian umpan balik
3. Diagnosa kesulitan belajar
4. Penentuan kelulusan
Untuk masing-masing tindak lanjut yang dikehendaki
ini diadakan ini tes yang diberi nama :
1. Tes Penempatan
2. Tes Formatif
3. Tes Diagnosis
4. Tes Sumatif
Menurut DR. H. Ramayulis dalam rangka menerapkan
prisip keadilan, keobjektifan dan keikhlasan, evaluasi pendidikan bertujuan:
1.
Untuk
mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan
yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum pendidikan.
2. Mengetahui prestasi hasil belajar
guna menentapkan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.
3. Mengetahui efektifitas cara
belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan guru benar-benar tepat atau
tidak baik berkenaan dengan sikap guru maupun sikap peserta didik.
4. Mengetahui kelembagaan guna
menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat, dalam rangka
berpacu dalam prestasi.
5. Mengetahui sejauh mana kurikulum
telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
6. Mengetahui pembiayaan yang
dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan baik secara fisik maupun kebutuhan phsikis.
D. Manfaat Evaluasi
Pendidikan
Evaluasi mempunyai manfaat bagi berbagai pihak.
Evaluasi hasil belajar peserta didik bermakna bagi semua komponen dalam proses
pengajaran, terutama peserta didik, guru, pembimbing/penyuluh sekolah, dan
orang tua didik.
1. Manfaat bagi peserta didik
Hasil
evaluasi memberikan informasi tentang sejauh mana ia telah menguasai pelajaran
yang disajikan guru.
2. Manfaat bagi guru
Hasil
evaluasi memberi petunjuk bagi guru mengenai keadaan peserta didik, materi pelajaran
dan metode mengajarnya. Hasil evaluasi juga dapat menggambarkan berhasil
tidaknya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru.
3. Manfaat bagi pembimbing/penyuluh
Pembimbing
dan penyuluh umumnya diarahkan pada peningkatan daya serap peserta didik serta
penyesuaian peserta didik dengan lingkungannya. Upaya bimbingan dan penyuluhan
lebih terarah kepada tujuannya apabila ditunjang oleh informasi yang akurat
tentang keadaan peserta didik, baik dari segi intelektualnya maupun dari segi
emosionalnya.
4. Manfaat bagi sekolah
Keberhasilan
kegiatan belajar mengajar ditentukan pula kondisi belajar yang diciptakan
sekolah. Efektifitas kegiatan belajar mengajar yang dipersyaratkan antara lain
oleh kondisi belajar yang diciptakan sekolah itu diperoleh informasinya melalui
evaluasi.
5. Manfaat bagi orang tua peserta didik
Semua
orang tua ingin melihat sejauh mana tingkat kemajuan yang dicapai anaknya di
sekolah, kendatipun pengetahuan itu tidak menjamin adanya upaya dari mereka
untuk peningkatan kemajuan anaknya. Oleh karena itu setiap cawu atau semester
sekolah memberikan laporan kemajuan peserta didik kepada orang tuanya dalam
bentuk buku raport.
E. Objek dan Sasaran
Evaluasi Pendidikan
Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang
umumnya adalah peserta didik atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu
yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini sebenarnya bukan hanya sebagai
objek evaluasi semata tetapi juga sebagai subjek evaluasi. Oleh karena itu,
evaluasi pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu evaluasi diri (self evaluation)/instropeksi (Pendidik)
dan evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).
Sasaran-sasaran daripada evaluasi pendidikan Islam
secara garis besarnya meliputi empat kemampuan dasar peserta didik yaitu :
1.
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan
pribadinya dengan Tuhannya.
2.
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya
dengan masyarakat.
3.
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan
kehidupannya dengan alam sekitarnya.
4.
Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri
selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah di muka
bumi.
- Teknik dan Instrumen Penilaian berdasarkan
Aspek Pembelajaran (Ranah Pendidikan)
1.
Penilaian Aspek
Kognitif
Penggunaan penelitian dengan tes di anggap tepat untuk mengukur
kompetensi dasar ranah kognitif. Jenis tekniknya bisa tulis maupun lisan.
Adapun instrumennya bisa berupa tes obyektif dengan pilihan ganda, benar-salah
dan menjodohkan atau berupa tes subyektif dengan isian singkat dan uraian.
Kedua instrumen ini juga bisa digunakan secara bersamaan.
2. Penilaian
Aspek Afektif
Indikator pengalaman belajar ranah afektif bisa dirumuskan dengan kata-kata
operasional sebagai berikut ; memilih, mengikuti, menganut, mematuhi, menjawab,
mendukung, menyetujui, menolak, mengajukan dan seterusnya. Untuk
penguasaan siswa atas kompetensi ranah afektif ini , ada beberapa teknik dan
instrumen penilaian yang bisa dipakai seperti inventori dengan skala beda
semantik, skala likert atau thurstone.
Contoh teknik penilaian diri dengan skala likert
Petunjuk :
Isilah tabel di bawah ini dengan tanda cheklist
(v) pada kolom yang sesuai dengan pernyataan sikapmu terhadap pernyataan pada
kolom sebelumnya :
No.
|
Aspek
Penilaian/Kriteria
|
Selalu
|
Kadang-kadang
|
Tidak Pernah
|
1.
|
Kejujuran
a.
Setiap hari berkata
jujur kepada orang tua.
b.
Mengembalikan uang
kembalian belanja kepada orang tua.
c.
Menyerahkan nilai
ulangan, meskipun jelak kepada orang tua.
|
|
|
|
2.
|
Kedisiplinan
a.
Datang ke sekolah lebih awal atau tepat waktu.
b.
Mengerjakan tugas/PR sesuai dengan jadual
yang ditentukan.
c.
Mengerjakan ibadah
shalat tepat waktu.
|
|
|
|
3.
Penilaian Aspek
Psikomotorik
Tidak banyak aspek psikomotorik yang dapat dikembangkan. Di antara
sedikit indikator dan pengalaman yang berhubungan dengan ranah ini adalah
mengikuti, meniru, mendemonstrasikan, mengidentifikasi dan seterusnya. Jadi
instrumen yang tepat untuk penilaian aspek psikomotorik ini adalah observasi
(penga
BAB VIII
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN
Sejauh
manakah kemungkinan yang dapat dicapai oleh pendidikan pada diri seseorang tidak dapat dinyatakan dengan
jelas. Kita hanya mungkin membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan
pendidikan secara umum, yang berusaha memberi jawab terhadap pertanyaan :
Apakah manusia mungkin atau tidak mungkin menerima pengaruh yang bersifat
mendidik? Apakah kita sebagai pendidik mempunyai peluang untuk menanamkan
didikan? Dapatkah kita dengan segala alat pendidikan yang kita miliki mencapai
suatu hasil pendidikan? Apakah pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan
manusia? Para ahli telah berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu. Mereka mengemukakan berbagai pendapat
yang bebeda-beda berdasarkan penelitian yang mereka lakukan. Sehingga dikenal
ada beberapa aliran klasik dalam pendidikan.
1.
Aliran Nativisme
Nativisme
dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia
itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir.
Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan
hasil perkembangannya. Menurut kaum nativisme itu, pendidikan tidak dapat
mengubah sifat-sifat pembawaan. Sifat-sifat dan pembawaan orang tua dan nenek
moyang mengalir sepanjang perkembangan dan membentuk kemandirian seseorang
sehingga kecil kemungkinannya dapat diubah melaui pendidikan. Psikolog Austria ,
H. Rohracher mengemukakan : “…. Manusia hanyalah produk dari hukum proses
alamiyah yang berlangsung sebelumnya yang bukan buah dari pekerjaannya dan
bukan pula menurut keinginannya”. L. Szondi menambahkan lebih lanjut bahwa
dorongan maupun tingkah laku sosial dan intelektual ditentukan sepenuhnya oleh
faktor-faktor yang diturunkan (warisan) sebagai “nasib” yang menentukan
seseorang. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan
sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Pendidikan hanyalah semata-mata mengubah
lapis permukaan dari kepribadian anak didik. Manfaat yang dapat diberikan oleh
pendidikan tidak lebih dari sekedar memoles lapis permukaan peradaban dan
tingkah laku sosial. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut pesimisme pedagogis.
2.
Aliran Empirisme
Aliran Empirisme
dipelopori oleh John Locke. Berlawanan dengan kaum nativisme, aliran empirisme
berpendapat bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang
buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. John Locke mengumpamakan
jiwa seseorang anak sebagai sehelai kertas putih yang belum bertulis. Kertas
itu dapat kita tulisi sekehendak hati kita. Dengan ini Locke hendak
mengatakan baahwa perkembangan jiwa anak
semata mata bergantung kepada pendidikan.
3.
Aliran Konvergensi
Aliran ini
dipelopori oleh seorang ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, bernama william Stern. Ia
berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sebetulnya merupakan dua garis
konvergensi (garis mengumpul). Pembawan dan lingkungan saling menghampiri.
Kedua-duanya sangat penting dan menentukan perkembangan manusia.
|
|||||
|
|||||
|
|||||