Sabtu, 16 November 2013

thales dan anaximandros



MAKALAH
THALES DAN ANAXIMANDROS

Disusun Guna Memenuhi Tugas:
Mata kuliah                 :  Pengantar Filsafat
Dosen Pengampuh      :  Amat Zuhri,
 







Oleh :
IMAM SYAFI’I                     2021 111 071



Kelas: PAI B


PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa  ingin tahu tentang benda-benda disekitarnya, seperti bulan, bintang, dan matahari. Bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Ilmu pengetahuan merupakan pencarian makna praktis, yaitu penjelasan yang bisa dimanfaatkan. Penjelasan ini telah menjadi dasar ilmu pengetahuan manusia dari zaman pra-sejarah hingga awal abad ke-20.
Ilmu pengetahuan abad ke-20 telah mengubah segalanya,  kemajuan- kemajuan serupa itu sebenarnya telah terjadi di masa-masa sebelumnya. Salah satunya terjadi kira-kira tahun 2500 SM, di sekitar Yunani bermunculan tokoh-tokoh pemikir yang dikenal dengan sebutan Filsuf. Diantaranya yaitu Thales dan Anaximandros.
 Filsuf memiliki pemikiran dan metode masing-masing dalam menjabarkan asal mula alam, seperti Thales yang berpendapat bahwa alam ini terbuat dari Air, sedangkan Anaximandros mengemukakan bahwa asal alam ini ialah seseuatu yang tak terbatas dan tak terhingga yaitu To Apeiron, dan filosop alam  yang terakhir yakni Anaximenes berpendapat bahwa alam ini berasal dari udara.

B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi hidup Thales dan apa saja pemikirannya ?
2.      Bagaimana biografi hidup Anaximandros.dan apa saja pemikirannya ?


                                                            BAB II
                                                     PEMBAHASAN

A.    Biografi Thales dan Pemikiranya
1.      Biografi Thales
Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar ‘filsuf yang pertama’. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik. Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos.[1]
Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletos yang merupakan tanah perantauan orang-orang Yunani di Asia Kecil. Situasi Miletos yang makmur memungkinkan orang-orang di sana untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu. Hal itu merupakan awal dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa para filsuf Yunani pertama lahir di tempat ini.[2]
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Di Mesir, Thales mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Ia dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhail memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 Mei tahun 585 SM. Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.
Di dalam bidang politik, Thales pernah menjadi penasihat militer dan teknik dari Raja Krosus di Lydia. Selain itu, ia juga pernah menjadi penasihat politik bagi dua belas kota Iona[3]
2.      Pemikiran-Pemikiran Thales
Dalam ilmu filsafat thales dikenal memiliki beberapa pemikiran-pemikiran yaitu:
a.       Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
b.      Pandangan tentang Jiwa
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati.Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.


c.       Pandangan Politik
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia yang sedang terancam oleh serangan dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM. Thales menyarankan orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia. Di dalam sistem tersebut, kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari keseluruhan sistem pemerintahan Ionia. Dengan demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.[4]
Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales berisi sebagai berikut:





Jika AC adalah sebuah diameter, maka sudut B adalah selalu sudut siku-siku















Teorema Thales : 
Thales mengemukakan proposisi yang dikenal dengan theorema Thales, yaitu:
  1. Lingkaran dibagi dua oleh garis yang melalui pusatnya yang disebut dengan diameter.
  2. Besarnya sudut-sudut alas segitiga sama kali adalah sama besar.
  3. Sudut-sudut vertikal yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lurus menyilang, sama besarnya.
  4. Apabila sepasang sisinya, sepasang sudut yang terletak pada sisi itu dan sepasang sudut yang terletak dihadapan sisi itu sama besarnya, maka kedua segitiga itu dikatakan sama sebangun.
  5. Segitiga dengan alas diketahui dan sudut tertentu dapat digunakan untuk mengukur jarak kapal.[5]


B.     Biografi  Anaximandros dan Pemikiranya.
1.      Biografi  Anaximandros
Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[6]
Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM.Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.[7]
Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke Apollonia di Laut Hitam. Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon.Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia. Kendati ia lebih muda 15 tahun dari Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.[8]

2.      Pemikiran-Pemikiran Anaximandros
a.       To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.
To apeiron berasal dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.[9]
b.      Pandangan tentang Alam Semesta
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta. Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku. Yang beku inilah yang kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula. Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.
Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah. Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada bumi.
c.       Pandangan tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata.. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan. Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.[10]


                                                          BAB III
                                                         PENUTUP

Kesimpulan.
            Dari pemikiran-pemikran filsuf-filsuf  awal seperti Thales  dan Anaximandros dapat disimpulkan bahwa:
            Alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang mempunyai dasar atas asal yang satu, walaupum mereka tidak sepakat tentang yang satu yang menjadi dasar dari kejadian alam semesta ini.
Alam semesta ini di kuasai oleh  hokum, kejadian-kejadian dalam alam ini tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada semacam keharusan di belakang kejadian-kejadian itu. Akibatnya , alam semesta ini merupakan kosmos dalam arti  alam yang teratur sebagai lawan dari chaos yang berarti alam yang kacau balau.
           

   














DAFTAR PUSTAKA

Poedjawijatna. 1980. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : PT. PEMBANGUNAN.
Barnes, Jonathan. 2001. Early Greek Philosophy. Jakarta : Penguin.
Praja, Juhaya S. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
Bertens, K.1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta : Kanisius.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras.
Tafsir, Akhmad. 2000. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Petrus, Simon L.Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.



[1] Muzairi, M.Ag, Filsafat Umum, (Yogjakarta: Teras, 2009),hlm.41-42
[2] Prof. DR. Akhmad Tafsir, FILSAFAT UMUM Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA,2000), Edisi Revisi, hlm.47-48
[3] I.R.Poedjawijatna,Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta : PT PEMBANGUNAN,1980),cetakan kelima,hlm.19
[4] Muzairi, M.Ag, Filsafat Umum, (Yogjakarta: Teras, 2009),hlm.44-45
[5] Muzairi, M.Ag, Filsafat Umum, (Yogjakarta: Teras, 2009),hlm.44-45
[6] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 28-31.
[7] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
[8] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.
[9] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 21-22.
[10] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.