PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN
LOKAL
(Studi Di Desa Kawasan Wisata, Kec.
Lebak Barang, Kab. Pekalongan)
Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Kelas B
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan
Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sebagai
cabang dari pembahasan filsafati, kosmologi mengkaji tentang alam semesta
sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya dikaji aspek
metafisika dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kasualitas dan keabadian. Alam
semesta pada hakekatnya adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan
besar. Makro kosmos dan kenyataan besar pada dasarnya sangat ghaib, metafisik,
bersifat abstrak, yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan
yang kecil yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang
kecil yang dapat dilihat, ditangkap, dan dihitung. Pembahasan ini dianggap
sangat penting karena akan melahirkan pengetahuan akan hakekat alam untuk
sampai kepada hakekat segala yang hakekat (Tuhan), sehingga dapat
memperlakukannya secara proporsional.[1]
Keindahan
alam Lebak Barang merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki oleh Pemkab.
Pekalongan. Sayangnya, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan generasi muda
di sana. Berdasarkan data, angka partisipasi anak usia sekolah masih rendah.
Bahkan, berdasarkan survei bahwa kemampuan membaca, tulis dan berhitung
(calistung) masih sangat kurang terlebih dalam hal pendidikan agama Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
fakta-fakta tersebut, perlu adanya inovasi pembelajaran yang mampu
memfasilitasi anak-anak di sana dalam menyerap materi pelajaran. Oleh sebab
itu, Yayasan al-Salam dibawah naungan Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama’ (LDNU)
Kab. Pekalongan bersama pengurus ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebak Barang
menginisiasi edukasi berbasis lingkungan.
II.
PERMASALAHAN
Program
ini telah diimplementasikan pada 15 Pedukuhan di Kec. Lebak Barang yang pada
setiyap pedukuhan tersebut belum memiliki tempat pembelajaran yang layak, hal
ini juga dipengaruhi dari jumlah kepala keluarga yang tidak lebih dari 70 KK.
Mereka hanya memiliki satu tempat pusat pembelajaran yang bernama mushalla,
yang sekaligus sebagai tempat pertemuan-pertemuan warga dalam menyelesaikan
berbagai masalah yang muncul.
Pembelajaran
didesain berdasarkan kearifan lokal setempat. Siswa tidak lagi belajar dengan
metode konvensional, akan tetapi menggunakan media yang sudah tidak asing dan
digunakan sehari-hari dengan mengintegrasikan perlindungan anak dan perdamaian.
Kemudian mendekatkan materi pembelajaran dengan lingkungannya. Selain itu guru
menggunakan metode pendidikan aktif dan kreatif dalam mengajar.
III.
PEMBAHASAN
A.
Makna Kosmos
Dalam bahasa Yunani, kosmos artinya
susunan atau keteraturan. Lawan dari kosmos adalah chaos, yaitu keadaan kacau
balau. Macro-kosmos adalah suatu susunan keseluruhan atau kompleks yang
dipandang dalam totalitasnya atau sebagai suatu keseluruhan yang aktif serta
terstruktur. Kadang diartikan sebagai sebuah keseluruhan atau sistem yang
terpandu dan tunggal. Lawan dari makro-kosmos adalah mikro-kosmos, yaitu bagian
kecil dari suatu komplek atau dari satu keseluruhan, dan yang dimaksud disini
adalah manusia. Mengapa manusia disebut mikro-kosmos, karena secara struktur
material, unsur-unsur yang membentuk manusia itu sama persis dengan semua
dengan unsur yang ada di alam. Demikian juga dalam unsur bathiniahnya serta
sistem geraknya juga sama dengan sistem gerakan realitas yang terjadi di dalam
semesta ini. Karenanya manusia dapat disebut miniatur dari realitas alam besar.[2]
Kosmologi merupakan kajian tentang alam
semesta sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya
hdikaji aspek metafisiska, dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kausalitas dan
keabadian. Dalam teori modern, kosmologi lebih khusus membahas tentang
asal-usul, struktur, sifat dan perkembangan fisika alam semesta dengan dasar
pengamatan dan metodologi ilmiah. Perhatian utama kosmologi uadalah bermula dari
alam semesta fisik secara keseluruhan dan menuju pada prinsip-prinsip yang
melatarbelakanginya.[3]
Kenyataan alam semesta pada hakikatnya
adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan besar, macro-kosmos dan
kenyataan besar sebagai keseluruhan pada dasarnya sangat ghaib, metafisik,
bersifat abstrak, yang pada hakikatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan
yang kecil yang dapat dilihat, ditangkap dan ditimbang. Tetapi yang abstrak itu
tidak berarti tidak ada, karena bangunan dan dasar bangunannya memang berasal
dari kenyataan yang ada pada kenyataan-kenyataan satuan kecil yang secara
empirik dapat dilihat, ditangkap, dan ditimbang.
Dalam arti yang luas, yang dinamakan
alam adalah hal-hal yang ada disekitar kita dan yang dapat kita serap secara inderawi.
Secara lebih cermat, istilah “alam” dapat dipakai untuk menunjuk lingkungan
obyek-obyek yang terdapat dalam ruang dan waktu. Tetapi pada aneka jaman
pandangan orang mengenai alam berbeda.[4]
B.
Hakekat Alam Semesta
Dalam konsep filsafat pendidikan Islam,
alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini, dan
mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat-Nya. Alam semesta tidak
bisa dilihat dengan mata kepala manusia, penglihatan mata kepala manusia sangat
terbatas, meskipun menggunkan paling canggih sekalipun.
Apa yang disebut alam juga dapat
dimaknai sebagai segala yang realitas selain Tuhan (kulla maa siwallah).
Artinya, alam merupakan hasil ciptaan tuhan yang sekaligus sebagai
pengejawantahan adanya tuhan, dan bukan tuhan itu sendiri.dengan ini maka wajar
bila pembicara tentang alam terdiri dari alam yang nampak kasat matadan juga
alam yang tidak nampak secara dhohir.
Alam semesta sebagai eksintensi tuhan
tidak terbatas, yang terbatas adalah wujud-wujud keseluruhan sejenis dari
bagian alam langit, bumi, samudra dan gunung, serta manusia Oleh karena itu,
wujud-wujud keseluruhan sejenis ini akan
rusak, bersifat sementara, berubah bahkan mati. Alam semesta sebagai eksentensi
tuhan hanya bisa dipahami melalui kemampuan intelek dalam dimensi
sepiritualitasnya, yang dapat memahami tanda-tanda tuhan atau ayat-ayat tuhan
yang terkandung atau tersembunyi dalam semua wujud keseluruhan sejenis, yaitu
langit, bumi, air, udara bahkan yang tersirat dalam firman-firman-Nya yang
tertulis dalam kitab-kitab suci.
Dalam perbincangan filsafat, terdapat
perbedaan pendapat tentang penciptaan alam semesta, satu sisi pendapat
menyatakan bahwa alam semesta sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa
alam semesta tidak diciptakan, ibaratnya cahaya dengan matahari, dimana
matahari tidak pernah menciptaan cahanya. Jika alam semesta diciptakan,
bagaimana proses itu terjadi, apakah tuhan sebagai penciptanya, terikat oleh
syarat-syarat dalam hukum penciptaan maka keteritakan ini tentu bertentangan dengan
kekuasaan Tuhan sendiri. Bagaiman Tuhan itu maha kuasa terikat dan tergantung
pada hukum-hukum penciptaan. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa
penciptaan itu terikat pada hukum-hukum penciptaa, dengan kata lain alam
semesta tidak diciptakan, kejadiannya dimungkinkan melalui proses yang disebut
emanasi/al-faidl, pancaran.
Persoalan pokok hakikat alam semesta
adalah, kalau alam semesta itu dipahami sebagai wujud-wujud keseluruhan
sejenis, seperti langit, bumi, air, udara dan bahkan manusia, maka semua itu
memang diciptakan, dan Tuhan sendiri menjelaskan proses penciptaan itu, akan
tetapi jika alam semesta dilihat dari kesemestaan dan keseluruhan sejenis, yang
tidak terbatas, gaib, abadi, maka alam semesta pada hakikatnya adalah
eksistensi diri Tuhan sendiri, itu tidak diciptakan, karena bagaimana Dia
menciptakan diri-Nya?[5]
C.
Profil Lebakbarang[6]
Uraian Data
|
Jml/Satuan/keterangan
|
Tinggi dari permukaan laut
|
691
|
Letak Posisi Kecamatan
|
Pegunungan
|
Letak Posisi Desa
|
11 Pegunungan
|
Lahan Sawah (ha)
|
529
|
Lahan Bukan Sawah (ha)
|
5291,14
|
Jumlah Dusun
|
38
|
Jumlah RW
|
38
|
Jumalah RT
|
85
|
Jumlah Penduduk
|
9.885
|
Jumlah laki – laki
|
5.005
|
Jumlah Perempuan
|
4.880
|
Jumlah Sekolah TK
|
2
|
TK swasta
|
2
|
Jumlah Sekolah SD
|
18
|
SD Negeri
|
18
|
Jumlah Sekolah SMP
|
3
|
SMP Negeri
|
3
|
Jumlah Sekolah SMA
|
1
|
SMA Negeri
|
1
|
Jumlah Dokter
|
2
|
Bidan
|
3
|
Perawat
|
2
|
Puskesmas Induk
|
1
|
Puskesmas Pembantu
|
2
|
Poliklinik Kesehatan Desa
|
8
|
Rata - Rata Produksi Padi Sawah (ku/ha)
|
42,09
|
Rata - Rata Produksi Jagung (ku/ha)
|
46,4
|
Rata - Rata Produksi Ketela Pohon (ku/ha)
|
160,43
|
Rata - Rata Ketela Rambat (ku/ha)
|
107,22
|
D.
Sejarah Lebakbarang
Lebakbarang pada jaman dahulu bernama
Kebakbarang yang artinya sebuah tempat atau lembah yang banyak barang atau
benda berharganya. Menurut nara sumber diceritakan ada seorang pendatang yang
berasal dari Banjarnegara, bernama Ki Angganaya. Beliaulah yang mula mula
membuka hutan menjadi tempat tinggal dan membuka lahan untuk bercocok tanam,
namun ada satu batang pohon yang tidak bisa di tebang/dirobohkan oleh Ki.
Angganaya karena pohon itu merupakan tempat berkumpulnya mahluk halus penunggu
pohon tersebut. Maka beliau mengadakan sayembara yang isinya ” Barang siapa
yang bisa menebang atau merobohkan pohon tersebut jika perempuan akan dijadikan
saudara dan jika laki-laki akan dijadikan menantunya”.
Singkat cerita ada seorang pemuda yang
menyamar yaitu Ki Semarajaya, Beliau yang akhirnya berhasil menebang pohon
tersebut dan beliau dijadikan menantu oleh Ki. Angganaya. Karena
keberhasilannya menghilangkan ranggas atau penghalang beliau mendapat julukan
sebagai Ki Rangga Sejati. Adapun karena jasa Ki Angganaya beliau di beri gelar
oleh masyarakat sekitar dengan julukan Ki Gede Lebakbarang dan sampai sekarang
menjadi nama Desa/Kecamatan Lebakbarang. Makam itu setiap bulan Asura dan Bulan
Sakban diadakan bersih makam dan selamatan oleh warga sekitar desa Lebakbarang
dan juga warga dari luar Desa Lebakbarang.[7]
Sedangkan menurut PT. Sumber Mineral
menyatakan nama
Lebakbarang menurut Ki Kertijaya dan Ki Gede, Lebakbarang artinya sebuah lembah
yang banyak tersimpan barang-barang berharga berupa senjata dan barang-barang
berharga pada jaman Mataram.[8]
E.
Religiulitas dan
Setting Sosial
Disana terdapat makam yang dikeramatkan oleh masyarakat
setempat yang dikenal dengan Puncak Makam Mahameru. Mahameru berasal dari
bahasa Jawa (aksara jawa yaitu dari kata Maha : 17 (rakaat) dan mara 20 (sifat
wujud Allah). Jadi Mahameru berarti 17 yang menandakan bahwa yang dimakamkan di
Puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran Islam. Komplek
Pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 lokasi, yaitu :
1. Lokasi
Bawah / Pohon Beringin
Lokasi bawah adalah makam kakak beradik/saudara kembar,
yaitu:
a.
Ki Kertijaya
b.
Ki Anggayana
Keduanya
berasal dari daerah Banjarnegara sebagai Prajurit Pangeran diponegoro pada
Jaman Kerajaan Mataram. Ki Kertijaya masuk ke Lebakbarang pada tahun 1824
masehi.
2.
Lokasi Atas (Puncak Mahameru)
Pada lokasi puncak bersemayam Ki Sapto Perling dan Ki Ageng
Mahameru berasal dari daerah Jogyakarta yang merupakan menantu dari Ki
Kertijaya. Beliau masih memiliki keturunan darah biru dari Mataram sekaligus
keturunan dari Majapahit dan juga seorang ulama pada jaman itu yang menjadi
panutan dan pimpinan di kawasan Mahameru dan daerah sekitarnya.[9]
Perjalanan Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan
mempertahankan kemerdekaan RI ini menyisakan kenangan heroik yang terpatri
dalam sanubari seluruh rakyat dan mutlak untuk ditularkan pada generasi penerus
bangsa.
Satu hal yang perlu dicatat adalah saat Agresi Militer
Belanda Pertama Tahun 1947 yaitu Pindahnya Pusat Pemerintahan Karesidenan dan
Kabupaten Pekalongan ke Lebakbarang. Ketika gema Proklamasi Kemerdekaan RI 17
Agustus 1945 terdengar dimana-mana dan pada bulan Juli 1947 tentara Belanda
yang diboncengi NICA dan GHORKA tiba –tiba datang untuk menjajah kembali,
sehingga Pemerintah Karesidenan Pekalongan akhirnya menyingkir /mengungsi,
dimana daerah yang dipandang aman yaitu Kecamatan Lebakbarang. Selama kurang
lebih satu bulan para pejabat berkantor di Lebakbarang tepatnya Kantor Residen
dan kantor Bupati menempati Rumah Pesanggrahan milik seorang Belanda (Thomas)
sedangkan kantor instansi lainnya menempati rumah penduduk.
Pada suatu pagi buta tanpa diduga tiba-tiba dari arah utara
melewati Desa Mendolo dan Desa Kutorembet tentara Belanda menyerang yang
mengakibatkan 2 orang pegawai staf Karesidenan Pekalongan gugur. Para pejabat
Pemerintah akhirnya menghindar menyelamatkan diri pindah ke desa-desa lain
seperti Desa Tembelangunung, Pamutuh, Depok dan Wonosido. Begitu pula pusat
pemerintahan menjadi kacau dan berpindah-pindah menuju kearah Dieng, juga ke
arah wilayah Wonosobo dan Magelang.
Betapapun sekejap mata memandang keberadaan Kecamatan
Lebakbarang memiliki momentum sejarah penting yang tidak dapat dikesampingkan
dalam rangkaian perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI yang kita cintai,
hingga akhirnya untuk mmengenang sejarah Kecamatan Lebakbarang sebagai Pusat
Pemerintahan Darurat Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan semasa Class I yang
juga sebagai basis pertahanan daerah selatan maka didirikanlah Monumen
Perjuangan pada tahun 1962 dengan ukuran kurang lebih 2 m dan terletak di
pinggiran Jalan Mahameru depan Mushola Al Ikhlas Lebakbarang. Selanjutnya atas
beberapa pertimbangan para bekas pejuang , tokoh masyarakat dan pemerintah pada
tahun 2002 Monumen dipindahkan dan direnovasi ke Halaman Rumah Dinas Camat yang
saat ini berdiri dengan megahnya. Kata Pepatah “Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa
Yang Dapat Menghargai Jasa Para Pahlawannya“.[10]
F.
Kawasan Wisata
Religi dan Wisata Lingkungan
1.
Makam Mahameru
a. Asal Muasal Makam Mahameru
Istilah Maha Meru berasal dari Aksara
Jawa yaitu berasal dari kata ” Mahamara ” Ma: 16 Ha: 1 Maha berarti
(17 Rakaat) Ma: 16 Ra : 4 Mara berarti (20 Sifat Wujud Allah) yang menandakan
bahwa yang di makamkan di puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu
mengamalkan ajaran Islam. Komplek pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2
(dua) lokasi/ tempat Yaitu : Lokasi bawah yang terdapat pohon beringinya adalah
makam kakak, adik/saudara kembar dari sebelah barat lketimur yaitu: Ki Kerti
Jaya Ki Angganaya.
Ki Kerti Jaya dan Ki Angganaya berasal
dari daerah Banjarnegara, mereka berdua termasuk prajurit Pangeran Diponegoro,
sedangkan Ki Kerti Jaya pertama kali datang di Lebakbarang pada tahun 1824 M,
yang merupakan orang pertama yang mesanggah di Puncak Mahameru
Lebakbarang kemudian diusul oleh keluarganya.
Diceritakan Negara dalam keadaan kacau
ketika kraton jogjakarta dikuasai oleh Belanda, sehingga Pangeran Diponegoro
terusir dari Istana dan mengadakan Perlawanan terhadap Belanda yang terkenal
dengan Perang Gerilya pada tahun 1825–1930. Sebelum belanda menduduki Istana,
ada prajurit Istana berhasil menyelamatkan benda-benda/barang-barang berharga
peninggalan Raja Mataram yang akhirnya dibawa ke Mahameru, Menurut Ki Kerti
Jaya dan Ki Gede Lebakbarang nama Lebakbarang dahulu adalah Kebakbarang yang merupakan
Lembah yang penuh dengan barang berharganya.
Pada Lokasi Puncak Mahameru ada 5 (lima)
buah makam yang diberi pagar pemisah, disebelah barat 3 makam dan disebalah
timur 2 makam yaitu: disebelah barat adalah makam: Ki Tepes Aking/Ki Apus
Aking, Ki Sapto Perling /Ki Ageng Mahameru, dan Ki Sepet Aking. Ki. Tepes aking
dan Ki. Sepet Aking adalah Cantrik dari Ki. Sapto Perling.
Asalu usul Ki. Sapto Perling berasal
dari daerah Jogjakarta merupakan menantu dari Ki. Kertijaya, Beliau masih
keturunan darah biru keturunan dari Kerajaan Mataram dan sekaligus keturunan
dari Majapahit dan seorang Ulama pada Jamannya yang menjadi panutan dan
pemimpin di kawasan Mahameru dan daerah- daerah disekitarnya, sehingga mendapat
kehormatan dan diberi gelar Ki. Ageng Mahameru.
Di sebelah timur adalah makam anak dan
istri Ki. Sapto Perling yaitu: Nyi. Sumiyati (Istri) dan Nyi Etik (Anak). Makam
itu oleh warga masyarakat sekitar Maha Meru diadakan bersih makam dua kali
dalam 1 tahun yaitu setiap bulan Asura dan Bulan Sakban dan tepatnya pada hari
Kamis Wage, juga diadakan selamatan bersama oleh warga masyarakat desa
lebakbarang. Tempat itu juga sering dikunjungi oleh para peziarah baik dari
warga msayarakat Lebakbarang juga sering dikunjungi para peziarah
dari luar daerah Kabupaten Pekalongan untuk mendapatkan barokahnya.[11]
2.
Curug Cinde dan Curug
Silengsar
Curug Cinde atau air terjun Cinde dan
curug Silengsar merupakan dua objek wisata alamiah yang terdapat di Kecamatan
Lebakbarang tepatnya di Desa Depok. Desa Depok sendiri kira – kira 24 km dari
Kecamatan Karanganyar.
Desa depok adalah sebuah desa yang
terletak di kecamatan Lebakbarang. Sebuah desa dengan ketinggian 860 meter dari
permukaan laut. Desa ini memiliki tanah garapan yang menghasilkan komoditas
utama berupa padi, jagung, kopi, dan cengkeh. Desa ini memiliki kurang lebih
200 kepala keluarga (KK) dengan suasana hidup yang tenang dan damai.
Dengan kearifan lokal yang sangat
dijaga dengan baik oleh warganya, konon menurut cerita yang dipercayai bahwa
Desa Depok pada zaman dahulu kala merupakan sebuah padepokan untuk belajar ilmu
agama dan ilmu beladiri. Yang bermula dari datangnya seorang wali Allah bernama
Eyang Sunan Giri Roso dari Semarang yang kemudian mendirikan sebuah padepokan
yang kemudian anak dan keturunannya hidup di padepokan hingga saat ini.[12]
Menurut cerita yang berkembang curug
cinde, pada zaman dahulu kala dianggap hanya sebagai tempat yang tidak ada,
hanya berupa dongeng semata. Sekitar awal tahun 2000-an, ada 9 orang dari desa
masuk ke hutan untuk berburu, di tengah perjalanan tersebut 4 orang memisahkan
diri dari rombongan berniat untuk membuktikan kebenaran soal dongeng tentang
curug cinde. Di tengah perjalanan mencari curug, mereka bertemu dengan seekor
sigung, karena mencium bau sigung itu mereka seketika pingsan. Saat bangun
mereka mendengar suara aliran air. Ketika mereka melakukan pencarian maka
ditemukanlah sebuah curug cinde, yang tingginya kurang lebih mencapai 100
meter. Apabila di pagi hari dipercaya terlihat pelangi di sekitar curug, oleh
sebab itulah diberi nama curug cinde pelangi.
Perjalanan menuju objek curug cinde
pelangi disuguhi pemandangan alam yang sangat mempesona dan masih asri.
Perjalanan melewati tengah hutan yang penuh dengan suara serangga – serangga
serta jalan pegunungan yang berkelok – kelok dan juga penuh dengan tanjakan
serta turunan dan gemericik suara air sungai hingga suasana alam pedesaan khas
daerah pegunungan lengkap dengan suasana kehidupan masyarakatnya.[13]
Perjalanan menuju curug Cinde dapat
ditempuh dengan sepeda motor ataupun bisa menumpang menggunakan kendaraan mobil
bak terbuka atau masyarakat setempat biasa menyebutnya mobil “doplak”. Untuk
menuju Curug Cinde yang terletak di Kecamatan Lebakbarang tepatnya di Desa
Depok bila dari Kota Pekalongan kita bisa menggunakan jasa bus ataupun angkutan
pedesaan dari Terminal Pekalongan menuju Kecamatan Karanganyar.
Dari perempatan Karanganyar tepatnya di
depan Kantor Kecamatan Karanganyar atau dari pasar Karanganyar bisa menggunakan
mobil bak terbuka atau biasa disebut “doplak” menuju Kecamatan Lebakbarang
ataupun bisa langsung menuju Desa Depok dengan jarak kira – kira 10 Km dari
kota Kecamatan Lebakbarang.
Perjalanan dari Karanganyar menuju
Kecamatan Lebakbarang juga melalui jalan desa Lolong, yaitu sebuh desa yang
terkenal dengan penghasilan durian. Di sini juga terdapat wahana arung jeram. Perjalanan
ke Curug Cinde dari Desa Depok hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki karena
akses ke sana hanya berupa jalan setapak. Dengan jarak kurang lebih 2,5 km atau
kuarang lebih 2 jam jalan kaki. Meskipun perjalanan yang kita lewati sebelum
sampai ke lokasi air terjun adalah jalan setapak namun pemandangan yang
disuguhkan selama kita berjalan menuju lokasi Curug Cinde bisa menjadi salah
satu bidikan kamera untuk diabadikan dalam gambar. Sebelum sampai ke Curug
Cinde kita akan ketemu air terjun Curug Silengsar.
Curug silengsar jaraknya lebih dekat
dari desa dibandingkan dengan curug cinde, yang hanya membutuhkan waktu 30
menit dari desa Depok. Desa Depok dengan segala keindahan yang dimilikinya
menawarkan keindahan dan kenyamanan bagi masyarakatnya sehingga mampu
memberikan rasa aman dan kedamaian serta keramahan dari warga desanya.
Lokasi curug Cinde memberikan kita
pemandangan yang khas daerah pegunungan, bebatuan besar dan berserakan
dimana-mana khas daerah jalur air, pepohonan tinggi yang menjulang ke angkasa,
suara derasnya air terjun berjatuhan dari tebing yang tinggi.
Selain menikmati indahnya ciptaan Allah
yang terletak di desa yang berbatasan langsung dari Kabupaten Banjarnegara dan
beberapa desa yang masih merupakan bagian dari kecamatan Lebakbarang yakni
sebelah barat dengan desa Pamutuh, dan sebelah timur dengan desa Wonosido dan
sebelah utara dengan desa Timbangsari. Dari inilah kita pun dapat menikmati
alam pedesaan yang masih sangat asri.
Masih terdapat beberapa pembangkit
listrik tenaga air (kincir air) yang digunakan oleh warga depok khususnya untuk
memenuhi kebutuhan penerangan sehari – hari mereka. Selain itu kita pun dapat
menikmati hijaunya pemandangan sawah yang baru akan menguning ataupun sekedar
mampir dan sowan ke rumah penduduk desa yang ramah – ramah untuk sekedar mampir
untuk menikmati kopi khas Lebakbarang, yaitu kopi buatan sendiri yang cara
pembuatanya masih ditumbuk menggunakan alat penumbuk tradisional yang juga
merupakan salah satu hasil mata pencaharian para penduduk Kecamatan Lebakbarang
bila musim panen telah tiba.
Di Desa Depok, kita juga bisa
mengunjungi peninggalan cagar budaya berupa batu berbentuk lumpang, yang oleh
masyarakat sekitar disebut Watu Lumpang.
c.
Curug Kuwung Indah
Desa Karang Gondang adalah sebuah desa
yang terletak di Kec. Lebakbarang, Kab. Pekalongan. Sebuah desa yang wilayah
selatannya berbatasan dengan desa Teropong, dan sebelah utara dengan desa
Bantar, kemudian sebelah barat dengan desa Mendolo Wetan dan sebelah timur
dengan desa Sonje.
Desa ini mempunyai tanah garapan yang
mengahsilkan komoditas utama berupa padi, kopi, dan cengkeh. Yang mana terdapat
kurang lebih dari 75 kepala keluarga (KK). Desa tersebut mudah dijangkau karena
terletak di pinggir jalan utama menuju kantor kecamatan Lebakbarang. Selain itu
desanya juga sudah memiliki satu mushalla (tempat ibadah) dan satu bangunan TPQ
yang bernama TPQ Miftahul Huda yaitu tempat mengaji atau belajar al-Qur’an dan
belajar berbagai ajaran Islam serta memiliki potensi wisata yaitu air terjun.
Salah satu potensi yang dimiliki oleh
desa ini adalah air terjun yang diberi nama dengan curug kuwung indah yang
letaknya kurang lebih 15 menit dengan perjalanan kaki dari desa Karang Gondang,
Kec. Lebakbarang. Sekitar pertengahan tahun 2014 masyarakat tersebut mulai
membabat jalan yang menuju akses dari pada curuk kuwung tersebut. Kemudian pada
awal tahun 2015 pemuda karang taruna mencoba untuk mengelola dengan membentuk
struktur kepengurusan pengelola kawasan tersebut bersama perangkat desa
kecamatan yang bertujuan untuk menjadikannya sebagai tempat wisata.
Pada pertengahan tahun 2015 curug
tersebut resmi dijadikan sebagai tempat kawasan wisata yang ada di daerah Kec. Lebakbarang
karena tempat tersebut sudah layak untuk tempat wisata baik dari segi keamanan
maupun kenyamanan dan keindahan dari pada curug tersebut. setelah diresmikan
maka dirubah namanya menjadi curug kuwung indah.
Saat ini keberadaan curug tersebut
merupakan anugerah dari Allah yang memberikan keberkahan tersendiri kepada
warga desa Karang Gondang pada khususnya dan Kec. Lebakbarang pada umumnya.
Dari adanya kondisi alam yang seperti itu juga memberikan perubahan yang sangat
signifikan terutama dalam perekonomian masyarakat dan tingkat pendidikan
masyarakatnya baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.[14]
Yang mengasyikkan dalam perjalanan
menuju Curug Kuwung Indah, kita juga akan disuguhi sensasi menyeberang jembatan
gantung dari bambu di atas jurang sedalam sekitar 50 meter, sebelum sampai di
curug.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20
menit dari parkir bawah, akhirnya sampai juga di Curug Kuwung Indah. Seperti
namanya, air terjun tersebut memang indah. Terlihat pemandangan air yang jatuh
dari ketinggian sekitar 55 meter. Suara yang ditimbulkannya pun cukup keras.
Pengunjung tak berani mandi atau bermain air tepat di bawah jatuhnya air.
“Rasanya seperti kejatuhan batu besar, sewaktu mencoba mandi di air terjun.
Sekali saja cukup, gak lagi-lagi,” kata Heri (40), pengunjung asal Kabupaten
Batang saat mengungkapkan pengalamannya mandi di bawah air terjun, baru-baru
ini.
Pengunjung kebanyakan mandi atau hanya
bermain air di sekitar atau di bawah curug. Sesekali pengunjung juga bisa
merasakan sensasi seperti dipijat ketika bersandar di batu dan diguyur air yang
mengalir dari curug. Jangan lupa untuk mengabadikan moment-moment selama
bermain air terjun. Atau kita juga bisa berpose di atas papan yang dibangun di
bawah curug, di tepi jurang. Hasil foto akan lebih bagus jika diambil dari
jalan setapak di bawahnya.
Penataan secara Swadaya, meskipun
penataan kawasan Curug Kuwung Indah masih sederhana, karena dilakukan
masyarakat secara swadaya, berdampak cukup baik bagi perekonomian masyarakat.
Beberapa warga membuka warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi
pengunjung. Ada pula yang menyediakan MCK. Para pemuda yang tergabung dalam
kelompok sadar wisata (Pokdarwis) juga mengelola parkir di lokasi wisata yang
hasilnya digunakan untuk penambahan fasilitas di kawasan wisata. Mereka juga
menjual souvenir berupa kaos Curug Kuwung Indah di parkir bawah. Agar lebih
bervariasi, mereka juga akan menyediakan hasil dari Lebakbarang lainnya seperti
gula aren, madu hutan, keripik pisang, serta kerajinan sapu glagah.
Untuk meramaikan kawasan wisata Curug
Kuwung Indah, pemuda Desa Karanggondang juga mengadakan lomba swa foto atau
foto selfie dengan lokasi pengambilan foto di curug dan lokasi lainnya di
jembatan bambu dekat curug. Lomba berhadiah uang Rp. 300.000 untuk Juara I, Rp.
200.000 untuk Juara II dan Rp. 100.000 untuk Juara I. Peserta diminta untuk
mengirimkan dua lembar foto yang diambil di dua lokasi tersebut dan foto akan
dinilai pada 29 Mei 2016.
Terpisah, Camat Lebakbarang, Yuhanto,
S.IP, M.Si mengatakan, potensi wisata Curug Kuwung Indah baru tergali sejak
setahun lalu, dan setelah ditata secara swadaya oleh masyarakat, cukup ramai
dikunjungi pengunjung dari wilayah Kabupaten Pekalongan dan beberapa wilayah
kabupaten/kota tetangga. “Ramainya empat bulan terakhir, terutama pada hari
Jum’at, Sabtu, Minggu,” tutur Yuhanto.
Untuk mendukung wisata Curug Kuwung
Indah, Yuhanto mengusulkan pada Kades dan LPMD Karanggondang agar bisa dibangun
akses jalan dari parkir atas menuju curug. Saat ini jalan masih berupa tanah
dan beberapa titik berbatasan langsung dengan jurang. Sebagian lahan milik
masyarakat, sebagian lainnya milik perhutani. “Kami sudah berkoordinasi dengan
pihak Perhutani dan kami juga mengajak LMDH dalam pengelolaan kawasan
wisatanya,” ujar Yuhanto. Pihaknya juga akan mengusulkan pembangunan toilet dan
ruang ganti yang lebih memadai di lokasi curug. Saat ini fasilitas yang sudah
dibangun warga yaitu jembatan bambu dan ruang ganti di lokasi curug.
Ke depan, pihaknya akan mengusulkan
jembatan permanen yang menghubungkan jalan setapak dengan lokasi curug. “Kalau
pembangunan jembatan permanen akan kami usulkan ke pemkab, karena itu biayanya
besar dan bagaimana pun, jembatan dari bambu kurang aman bagi pengunjung,
apalagi jika dibuat sudah lama,” imbuh dia. Penataan kawasan wisata akan
diusahakan tetap menjaga keseimbangan alam dan ekosistem hutan.
Untuk meramaikan wisata di kawasan
tersebut, pada Mei nanti akan digelar Bazaar Jajanan Rakyat dan Festival Hasil
Bumi di parkir atas kawasan wisata Curug Kuwung Indah. Bazaar akan menyajikan
camilan khas Lebakbarang serta hasil bumi yang berupa beras, jagung,
umbi-umbian, sayuran, serta buah-buahan yang dihasilkan dari tanah Lebakbarang.[15]
G.
Hakekat Lingkungan
Arti lingkungan bagi pembudidayaan
sumber daya insani atau manusia (SDM) merupakan hal yang sangat sentral dan
esensial sekali. Begitu pula makna manusia dalam pengembangan sumber daya alam
(SDA) baik dalam pengertian lingkungan hayati maupun mati adalah sebagai
penggeraknya, artinya manusia sebagai modal utamanya.[16]
Makhluk hidup sebagai unsur lingkungan
yang paling dominan, secara alamiah tetap membutuhkan lingkungannya sekaligus
benda-benda mati yang mengitarinya. Hal ini memberikan pengertian bahwa berdasarkan
hukum alam itu sendiri keberadaannya sangat terkait antara satu dengan yang
lainnya, terutama manusia sangat berkepentingan kepada seluruh lingkungan yang
mengitarinya. Segi lain bagi makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan-tumbuhan
yang memiliki hak hidup, keberadaannya benar-benar dapat dirasakan manfaatnya
bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia apabila mampu membudidayakannya.
Oleh karena itu seluruh populasi dalam ekosistem adalah positif dan penting
kehadirannya.
Ekosistem pada hakekatnya merupakan
interaksi komunal dalam satu sistem kehidupan dari aneka ragam makhluk hidup
dalam tata lingkungan hidup.[17]
Kesatuan dalam ekosistem menunjukkan interaksi positif lagi serasi dikalangan
sesama makhluk hidup. Dalam pengertian ini berarti keserasian lingkungan
sebagai hakekat lingkunagan hidup.
Pandangan di atas merupakan keserasian
lingkungan yang secara eksplisit banyak terungkap dalam ajaran Islam sekalipun
dalam bentuk konsep yang bersifat normatif, namun memilki kecenderungan empirik
aplikatif. Teori Qur’an yang mengungkapkan adanya keserasian lingkungan dalam
sistem ekologi termuat dalam surat al-Baqarah, ayat 164 yang intinya
mendiskripsikan masalah:
1.
Pergantian siang dan malam
serta keteraturan cuaca
2.
Keterkaitan antara laut dan
bahtera yang berlayar
3.
Keterkaitan antara kapal
dan kebutuhan umat manusia
4.
Keterkaitan antara hujan
dan kesuburan tanah, tanaman dan hewan
5.
Keterkaitan antara angin
dan awan penyebab adanya hujan
6.
Fenomena di atas sebagai
isyarat adanya ciptaaan dan pencipta
7.
Allah sebagai kendali
utamanya.[18]
H.
Teori dan Ayat
tentang Lingkungan
Teori untuk mencari jawaban tentang
persoalan penciptaan alam semesta ini paling tepat adalah melalui pendekatan
perenungan dan pemahaman terhadap firman-firman tuhan yang menyatakan tentang
penciptaan itu, yang dihimpun dalam kitab suci yang dalam pembahasan adalah
kitab suci Al-Qur an.
Mengenai penciptaan keseluruan sejenis,
yaitu langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Al-Qur an 32:4
mengatakan:
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJßguZ÷t/ Îû ÏpGÅ 5Q$r& ¢OèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# (
$tB Nä3s9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB <cÍ<ur wur ?ìÏÿx© 4
xsùr& tbrã©.xtFs? ÇÍÈ
Artinya: 4. Allah lah yang menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy[19].
tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula)
seorang pemberi syafa'at.[20]
Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
Jika langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya
diciptakan Tuhan dalam enam hari maka, untuk bukti saja diciptakan dalam dua
hari, al-Qur’an 41 : 9, mengatakan:
* ö@è% öNä3§Yάr& tbrãàÿõ3tGs9 Ï%©!$$Î/ t,n=y{ uÚöF{$# Îû Èû÷ütBöqt tbqè=yèøgrBur ÿ¼ã&s! #Y#yRr& 4
y7Ï9ºs >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÒÈ
Artinya:
9. Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan
bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat)
demikian itu adalah Rabb semesta alam".
Demikian juga untuk langit yang
berjumlah tujuh tingkatan diciptakan oleh Tuhan dalam dua hari, al-Qur’an 41 :
12, mengatakan:
£`ßg9Òs)sù yìö7y ;N#uq»yJy Îû Èû÷ütBöqt 4ym÷rr&ur Îû Èe@ä. >ä!$yJy $ydtøBr& 4
$¨Zyur uä!$yJ¡¡9$# $u÷R9$# yxÎ6»|ÁyJÎ/ $ZàøÿÏmur 4
y7Ï9ºs ãÏø)s? ÍÍyèø9$# ÉOÎ=yèø9$# ÇÊËÈ
Artinya: 12. Maka Dia menjadikannya tujuh
langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami
hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui.
Semua penciptaan langit, bumi dan seisinya tidak main-main
dan semua diciptakan dengan kebenaran. Allah berfirman, yang artinya: “dan
tidaklah kami ciptakan langit, bumi dan apa yang diantara keduanya dan sia-sia.
Kami menciptakan keduanya dengan kebenaran tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.
I.
Nilai yang
terkandung pada Lingkungan
Menurut Iqbal dengan merujuk pada al-Qur’an bahwa:
Pertama, alam semesta diciptakan
bersifat teleologis atau bukan suatu ciptaan sekadarmain-main.
Kedua, Alam semesta bukan bersifat
tertutup atau penciptaan yang sudah selesai dan alam semesta merupakan ciptaan
yang tetap, tetapi asih bisa berubah.
Ketiga, Alam semesta tercipta
dengan teratur, tertib dengan perjalanan waktu yang teratur dan tepat yang dicontohkan
oleh al-Qur’anmelalui pergantian siang dan malam sebagai salah satu tanda
(ayat) kebesaran Tuhan.
Keempat, Alam semesta dengan ruang
dan waktu yang terhampar luas ini diciptakan untuk kepentingan manusia dalam
rangka beribadah dan nerenungkan ayat-ayatNya (tanda-tanda kebesaran-Nya).[21]
J.
Urgensi Adanya
Lingkungan
Tujuan adanya lingkungan ini yaitu:
1.
Bahwa kita harus taat dan
tunduk kepad Allah yang telah menciptakan alam semesta ini.
2.
Dalam konsep filsafat
pendidikan Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam
kehidupan ini dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat. Oleh
sebab itu, kita sebagai manusia tidak pantas kalau kita mengagung-agungkan diri
(sombong) padahal pepatah mengatakan di atas langit masih ada langit.
3.
Sebagai penentu adanya
kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi
4.
Sebagai alat untuk
memperkenalkan adanya pencipta dan yang dicipta
5.
Adanya dimensi kosmologik
6.
Adanya dimensi antropologik
7.
Adanya dimensi teologik
yang mana ketiga dimensi itu bersinergi
8.
Untuk membenarkan bahwa
alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, hal ini juga dibuktikan dengan
adanya ayat-ayat al-Qur’an yang memperkuat tentang adanya alam semesta.[22]
IV.
Analisis Pendidikan
Karakter Islam melalui Lingkungan Wisata Lokal
Persoalan lingkungan hidup merupakan
masalah manusia sepanjang masa. Sebab manusia dan lingkungan saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Di samping itu juga memiliki
saling keterkaitan di antara keduanya. Artinya manusia menentukan dan
mempengaruhi lingkungan atau sebaliknya lingkungan yang mempengaruhi manusia.
Kait mengkait antara manusia dan
lingkungannya melahirkan suatu interaksi yang mampu melahirkan sikap, pola
pikir dan perbuatan yang kreatif bagi manusia, tempat manusia tumbuh dan
berkembang baik dalam arti individual maupun sosial. Dengan interaksi itu akan
terbentuk lingkungan sosial yang secara psikologik sangat berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa, dan secara pedagogik akan tercipta insan mandiri dalam arti
kata dewasa dalam berpikir, berperilaku dan bertindak.[23]
Kemampuan manusia meningkatkan kualitas
alam ini membawa dampak kehidupan yang serasi dalam seluruh kawasan lingkungan
hidup, terutama sekali dalam kehidupan manusia yakni lingkungan sosial/ budaya
di samping dalam lingkungan fisik/ biologik, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Namun sebaliknya manusia tanpa kendali akal dan hati, apapbila dikuasai oleh
hawa nafsu maka penurunan kualitas lingkungan terjadi oleh manusia.
Jadi makna keserasian lingkungan
memiliki dimensi kosmologik, antropologik dan teologik.[24]
Dimensi kosmologik dalam lingkungan hidup adalah adanya keserasian tata alam
yang ada dalam kosmos yang terdiri dari adanya daya alam sebagai fenomena alami
seperti, angin, udara, hujan termasuk juga air yang saling memiliki daya dukung
kelangsungannya.
Dimensi antropologik adalah keterlibatan
manusia dalam keberadaan lingkungan hidup baik terhadap alam (lingkungan fisik)
maupun lingkungan biologik (tumbuhan dan hewan) begitu pula dalam konteks
hubungan sesama manusia (lingkungan sosial budaya) dalam hal ini benturan
perilaku manusia yang membentuk tumbuhnya masyarakat yang aman dan damai
dirasakan manfaatnya oleh sesama manusia dalam segala bentuk aspek kehidupan.
Dimensi teologiknya adalah keterkaitan
makhluk dalam kedudukannya sebagai makhluk dengan kholiq, yang dalam hal ini
Alllah sebagai penciptanya. Pengertian yang lebih jauh bahwa tanpa maujud Allah
maka kemungkinan ada ciptaan makhluk itu sendiri adalah mustahil. Artinya
peranan Allah terhadap makhluk adalah dominan oleh karena itu makhluk dan
kholiq merupakan dua wujud yang sangat berkaitan.
V.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Dengan demikian pengertian yang lebih
luas dapat diangkat ke permukaan tentang lingkungan hidup yang serasi terletak
pada keserasian hubungan alamiyah, manusiawiyah, dan ilahiyah yang diikat oleh
makna kemanfaatan sebagai tujuan penciptaan. Artinya Allah menjadikan seluruh
alam itu memiliki tujuan kemanfaatan atau adanya manfaat makhluk yang satu
terhadap makhlauk yang lain. Hal ini merupakan sunnatullah, yang menjadi kausalitas
atau saling sebab dan menyebabkan bagi setiap makhluk.
Keberadaan Allah sebagai al-Khaliq dan
Rabb mengakibatkan terciptanya seluruh alam dan isisnya, termasuk manusia yang
paling dominan dalam selururh elemen lingkungan hidup. Sedangkan keberadaan
lingkungan fisik (alam) merupakan ajang kehidupan makhluk yang lainnya
(tumbuhan dan hewan) yang berkeliaran. Begitu pula adanya tumbuh-tumbuhan pada
hakekatnya sebagai sarana pemenuhan hajat manusia. Dan pada akhirnya eksistensi
manusia merupakan sumber pengembangan seluruh lingkungan hidup. Manusialah yang
paling dominan dalam kehidupan makhluk hidup yang dalam pemahaman al-Islam
disebut dengan khalifah fil-ardh.
Dalam kedudukan manusia sebagai
khalifah, manusia memiliki tugas menghidupsuburkan seluruh komunitas dalam
ekosistem tentunya dengan persyaratan yang ketat harus memiliki ilmu
pengetahuan sebagai olah ras dan akal. Hal ini tergambar di dalam al-Qur’an
yang merupakan antisipasi pengembangan seluruh lingkungan hidup.
Oleh sebab itulah hendaknya manusia
dapat menjalin hubungan yang baik terhadap Tuhannya, hubungan sesama manusia
dan hubungan terhadap lingkungan (alam tempat tinggalnya). Sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi dan eksistensinya mampu bermanfaat bagi seluruh alam
sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an.
VI.
Lampiran-lampiran
Gambar 1: di lapangan Sekolah Dasar 02 Lebakbarang Kab.
Pekalongan
Gambar 2: Monumen Perjuangan Kec. Lebakbarang Kab.
Pekalongan
Gambar 3: Hasil panen kopi yang masih dikeringkan dengan
panas matahari
Gambar 4: Pengajian rutinan ibu-ibu desa Pandansari dan
tadarus al-Qur’an
Gambar 5: Cuci sajadah Mushalla Pandansari di Kali Karang
Gambar 6: Jalan sehat anak-anak TPQ di pagi hari (Keliling
Desa Pandansari)
Gambar 7: acara rutin ke maqbarah sesepuh desa Pandansari
Gambar 8: Mushalla Pandansari sebagai pusat pendidikan di
Bulan Suci
Gambar 9: Hutan dan Sungai sebagai media dan tempat
belajar/bermain
Gambar 10: memasukkan nilai-nilai ajaran agama pada adat
sedekah bumi
Gambar 11: Anak didik Pandansari mencari dan membuka
potensi alam
Gambar 12: menanamkan nilai berbagi dan kebersamaan dari
masa kecil
Gambar 13: Generasi muda Desa Teropong belajar mencintai
lingkungan alam sekitarnya
Gambar 14: Desa Wonosido menjadikan masjid sebagai pusat
peribadatan dan kegiatan agama
Gambar 15: Calon pemimpin keluarga Teropong belajar Tadabur
Alam dan mencari inspiratif dari lingkungan alam sekitarnya
Gambar 16: Generasi Muda Desa Teropong menjadikan mushalla
sebagai pusat pendidikan di bulan Ramadhan dengan metode tutor sebaya
Gambar 17: Tidak sekedar teori spiritual namun langsung
aplikasi dari pendidikan spiritual pada usia dini pada Desa Teropong
Gambar 18: Curug jlarang ada di antara desa Sido Mulyo dan
Nambangan
Gambar 19: Curuk Cinde Pelangi di antara Desa Depok dan
Wonosido
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya (al-Baqarah: 164)
Emil Salim, Lingkungan
Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1989), hlm. 16.
Hasil wawancara dengan
Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec. Lebakbarang, pada pukul
09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.
Hasil wawancara dengan
Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di Kediaman Desa Depok, Kec.
Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016, pukul 16.30 wib.
Hasil wawancara dengan
Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa Karang Gondang) pada hari
Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.
Hasil wawancara dengan
Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa Montong, kec. Lebakbarang
pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.
Hasil wawancara dengan
Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan Gunung Sari, Desa Depok,
Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016, pukul 20.00 wib.
Hasil wawancara dengan
Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido, Kec. Lebakbarang pada
pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.
Hasil wawancara dengan
Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang,
pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.
Hasil wawancara dengan
Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari, hari Kamis pada pukul.
11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.
Hasil wawancara dengan
Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebakbarang di Kediaman
Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di sekitar Kec.
Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016.
Hasil wawancara dengan
Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata)
di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 10.00
wib.
Imam Khanafie, 2013, Filsafat
Islam (Pendekatan Tematik), Pekalongan: STAIN Press.
Lois Kattsoff, 1995, Pengantar Filsafat, ter. Soejono
Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Louis O Katsoff, 1989, Pengantar
Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana.
M. Amin Abdullah, 1995, Falsafah
Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Bahri Ghazali, 2004, Pesantren
Berwawasan Lingkungan, Jakarta: CV. Prasasti.
Musa Asy’ari, 2002, Filsafat
Islam, Yogyakarta: Lesfi.
Soerjani, 1987, Lingkungan:
Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press.
[1]
Imam Kanafie, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik), (Pekalongan: STAIN
Press, 2013), hlm. 110.
[2]
Imam Kanafie, Ibid, hlm. 112.
[3]
Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), hlm. 187.
[4]
Louis O Katsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989),
hlm. 263.
[5]
Imam Kanafie, op. cit., hlm. 112-113.
[6]
Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa
Sonje, Kec. Lebakbarang, pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.
[7]
Hasil wawancara dengan Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec.
Lebakbarang di Kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di
sekitar Kec. Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni
2016.
[8]
Hasil wawancara dengan Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido,
Kec. Lebakbarang pada pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.
[9]
Hasil wawancara dengan Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec.
Lebakbarang, pada pukul 09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.
[10]
Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari,
hari Kamis pada pukul. 11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.
[11]
Hasil wawancara dengan Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa
Montong, kec. Lebakbarang pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.
[12]
Hasil wawancara dengan Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan
Gunung Sari, Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016,
pukul 20.00 wib.
[13]
Hasil wawancara dengan Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di
Kediaman Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016,
pukul 16.30 wib.
[14]
Hasil wawancara dengan Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa
Karang Gondang) pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.
[15]
Hasil wawancara dengan Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata) di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal
3 Juni 2016, pukul 10.00 wib.
[16]
Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1989), hlm. 16.
[17]
Soerjani, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan,
(Jakarta: UI Press, 1987), hlm. 3.
[18]
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (al-Baqarah: 164)
[19] Bersemayam
di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran
Allah dsan kesucian-Nya.
[20] Syafa'at:
usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau
mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di
sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[21] Lois Kattsoff, Pengantar
Filsafat, ter. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), hlm 71.
[22]
Imam Kanafie, op. cit., hlm. 122.
[23]
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV.
Prasasti, 2004), hlm. 1.
[24]
M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 177.