STRATEGI PEMBELAJARAN MORAL, NILAI,
KARAKTER, AKHLAK
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
(Studi Problem dan Rancangan Strategi
Pembelajaran Akhlak dalam PAI)
Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister
Pendidikan Agama Islam
STAIN Pekalongan
2016
ABSTRAK
Pembinaan moral, nilai,
karakter dan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini
dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama
adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya
beliau menegaskan innama bu’itstu liutammima makarim al-akhlaq (HR Ahmad),
yang artinya hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif analisis kritis dengan jenis penelitian
pustaka (library research). Sedangkan pengumpulan data dengan dokumentasi. Teknik analisis datanya menggunakan teknik analisis
isi (content analisys) menurut Weber yang
dikutip oleh Soejono dan Abdurrohman yang mana memanfaatkan seperangkat
prosedur untuk menarik kesimpulan isi.
Berdasarkan analisis yang
didukung dalil-dalil Al-Qur’an dan al-Hadits, kita dapat mengatakan bahwa Islam
sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan moral, nilai, karakter
dan akhlak yang menunjukkan bahwa pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak
yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated,
yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara
simultan untuk diarahkan pada pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak.
Pembinaan moral, nilai,
karakter dan akhlak secara efektif dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor
kejiwaan sasaran yang akan dibina. Untuk itu ajaran moral, nilai, karakter dan
akhlak dapat disajikan dalam berbagai bentuk metode, seperti metode pembiasaan,
metode keteladanan, metode mauidhoh hasanah dan metode cerita.
Kata kunci : Nilai,
Moral, Karakter dan Akhlak, Strategi serta PAI
Jika kita mau
merenungkan secara seksama, bahwa persoalan yang melilit bangsa ini sebenarnya
adalah menyangkut akhlak, moral dan etika. Ketika seseorang terlalu mencintai
jabatan, maka ia akan rela mengeluarkan uang berapapun jumlahnya. Maka, maka
uang dianggap menjadi sangat penting. Tanpa uang jabatan tidak akan diperoleh.
Kecintaan
terhadap harta yeng sedemikian mendalam, hingga tatkala memilih sekolah pun
yang dijadikan pertimbangan adalah sekolah atau bidang ilmu yang mendatangkan
banyak uang. Apapun selalu dikaitkan dengan uang. Padahal terlalu mencintai jabatan,
harta, uang dan sejenisnya, pada hakikatnya adalah bagian dari akhlak yang
kurang baik. Dalam pandangan Islam, orang yang terlalu mencintai jabatan dan
harta disebut sebagai hubbul jah dan hubbul mal.
Oleh karena
persoalan tersebut, maka cara menanggulanginya adalah juga melalui pembenahan
akhlak. Akhlak bangsa ini harus diperbaiki. Caranya adalah melalui pendidikan
yang benar. Pendidikan yang benar sebetulnya telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Tinggal mau atau tidak melaksanakannya. Nabi Muhammad saw berhasil membangun
masyarakat Madinah juga menggunakan pendekatan Akhlak, hingga sampai-sampai
dikatakan bahwa, ia diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
A.
Makna Moral, Nilai,
Karakter dan Akhlak
Kata karakter menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008) berarti; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain. Sedangkan karakter menurut Pusat
Bahasa Depdiknas memiliki makna; bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun makna berkarakter
adalah; berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabi’at, dan berwatak. Jadi,
dapat dikatakan bahwa individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah swt.
Menurut etimologi bahasa Arab,
akhlak adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as-sajiyah); kelakuan,
tabi’at, atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau kelaziman (al-‘adat);
peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (ad-din).[1]
Kata khuluqu juga ada yang
menyamakannya dengan kesusilaan, sopan santun, serta gambaran sifat bathin dan
lahiriah manusia.[2]
Sedangkan secara terminologi ulama
sepakat mengatakan bahwa akhlak adalah hal yang berhubungan dengan perilaku
manusia. Namun ada perbedaan ulama menjelaskan pengertiannya. Imam Ghazali
dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]
Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan akhlak sebagai sesuatu
kekuatan dari dalam diri yang berkombinasi antara kecenderungan pada sisi yang
baik (akhlaq al-karimah) dan sisi yang buruk (akhlaq al-madzmumah).[4]
Kemudian menurut pemahaman Ibn
Maskawaih, yang menekankan bahwa akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan, maka pendidikan akhlak menjadi upaya
melahirkan manusia berkepribadian muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan
hukum dan ketetapan syari’at yang diperintahkan, dan sikap taat tersebut selalu
menjadi karakter ketika berhadapan dengan ketentuan agama, tanpa banyak alasan
untuk tidak melaksanakannya.[5]
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa akhlak merupakan nilai sifat yang tertanam dalam diri jiwa
manusia yang dapat menghasilkan perbuatan baik dan buruk secara spontan tanpa
adanya pemikiran maupun dorongan dari luar dirinya.
B.
Perbedaan Moral,
Nilai, Karakter dan Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) bahwa kata nilai berarti banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; sifat-sifat
(hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[6]
Sedangkan nilai dalam bahasa Inggrisnya adalah value, berasal dari kata valere
dalam bahasa Latin atau valoir dalam bahasa Prancis Kuno, yang biasa
diartikan sebagai ‘harga’, ‘penghargaan’, atau ‘taksiran’. Maksudnya adalah
harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan pada sesuatu.[7]
Nilai berkaitan erat dengan
istilah-istilah lain, antara lain dengan norma, moral, adat istiadat,
kenyakinan dan lain-lain. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah nilai sering
kali dicampuradukkan dengan norma dan moral. Sebagai ilustrasi tentang kaitan
antara nilai dan norma adalah bahwa kejujuran itu merupakan nilai, sedangkan
undang-undang anti korupsi itu merupakan norma. Kaelan menyatakan agar suatu
nilai lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku, maka perlu lebih
dikongkretkan serta diformulasiakn menjadi lebih objektif, segingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku yang kongkret.[8]
Kemudian dalam pembahasan tentang
akhlak sering muncul beberapa istilah yang bersinonim dengan akhlak, yaitu
istilah etika, moral dan susila.[9]
Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan
tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran, kesalahan, atau keputusan,
serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut kebaikan maupun keburukan.[10]
Moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas
manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk, benar atau salah.[11]
Pengertian dari susila adalah sopan, beradab, baik budi bahasanaya. Istilah
tersebut hampir sama dengan moral, yaitu pedoman untuk membimbing orang agar
berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat serta mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.[12]
Akhlak yang dimaksud di sini ialah
akhlak atau karakter yang terbentuk atas dasar prinsip ketundukan, kepasrahan
dan kedamaian sehingga mampu tertanam di dalam jiwa para pencari ilmu. Dengan
demikian, posisi akhlak, etika, moral dan susila sangat dibutuhkan yaitu dalam
rangka menjabarkan dan menerapkan ketentuan akhlak yang terdapat dalam Alquran
dan Hadits.
Dari data di atas dapat disimpulkan
dengan tabel sebagai berikut:
No
|
Unsur
|
Moral
(etika)
|
Nilai
|
Karakter
|
Akhlak
|
1
|
Definisi
|
Istilah untuk
memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai ketentuan baik
atau buruk, benar atau salah.
|
banyak sedikitnya
isi; kadar; mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan.
|
Bawaan hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak.
|
sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
|
2
|
Sumber
|
Ajaran Manusia
|
Subjek (benda itu
sendiri)
|
Hati (Jiwa)
|
Hati (Jiwa)
|
3
|
Objek Kajian
|
Nilai baik atau
buruk, benar atau salah tentang tindakan
|
Kadar, Sifat yang
penting bagi manusia
|
Kepribadian,
Prilaku, dan Tabi’at
|
Perbuatan tanpa
pemikiran dan pertimbangan
|
4
|
Contoh
|
Ajaran kejujuran
|
Jujur
|
Kejujuran
|
Perilaku jujur
|
C.
Urgensi Pembelajaran
Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak di Sekolah
Pendidikan
karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan
pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Terlebih dengan dirasakannya
berbagai ketimpangan hasil pendidikan dilihat dari perilaku lulusan pendidikan
formal saat ini, semisal korupsi, perkembangan seks bebas pada kalangan remaja,
narkoba, tawuran, pembunuhan, perampokan oleh pelajar, dan pengangguran lulusan
sekolah menengah dan atas. Semuanya terasa lebih kuat ketika negara ini dilanda
krisis dan tidak kunjung beranjak dari krisis yang dialami.[13]
Ukuran
keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya ujian
nasional, adalah sebuah kemunduran, karena dengan demikian pembelajaran akan
menjadi sebuah proses menguasai ketrampilan dan mengakumulasi pengetahuan.
paradigma ini menempatkan peserta didik sebagai pelajar imitatif dan belajar
dari ekspose-ekspose didaktis yang akan berhenti pada penguasaan fakta,
prinsip, dan aplikasinya.
Semestinya,
bersekolah diorientasikan agar bisa hidup dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan
bernegara dengan segala tuntutan dan kewajibannya. Pendidikan yang berhasil
semestinya adalah yang mampu melahirkan perilaku ideal yang diinginkan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan yang bersangkutan. Rupanya orientasi seperti
itu belum disadari oleh banyak orang, tidak terkecuali oleh mereka yang
sehari-hari aktif bekerja di dunia pendidikan sekalipun.[14]
Adapun
tujuan pendidikan karakter/ akhlak antara lain; Tujuan pertama pendidikan
karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu
sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun
setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Penguatan dan pengembangan
memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukanlah sekedar suatu
dogmatisasi nilai kepada peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana
suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia,
termasuk bagi anak. Penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses
pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak
dari proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam setting kelas
maupun sekolah. Penguatan pun memilki makna adanya hubungan antara penguatan
perilaku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembiasaan di rumah.
Tujuan
kedua adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian
dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memilki makna
bahwa pendidikan karakter memilki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku
anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan yang dimaknai sebagai
pengkoreksian perilaku dipahami sebagai proses yang pedagogis, bukan suatu
pemaksaan atau pengkodisian yang tidak mendidik. Proses pedagogis dalam
pengkoreksian perilaku negatif diarahkan pada pola pikir anak, kemudian dibarengi
dengan keteladanan lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan
berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya.
Tujuan
ketiga adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah yang
harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Jika saja pendidikan
karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan
guru di kelas dan sekolah, maka pencapaian berbagai karakter yang diharapkan
akan sangat sulit diwujudkan.[15]
D.
Peran Guru PAI dalam
Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak
Secara konseptual pendidikan Islam
dianggap komprehensif dan sangat ideal, sehingga jika dilaksanakan akan
berhasil mengantarkan seseorang menjadi lebih sempurna. Pendidikan Islam akan
mampu mengantarkan seseorang mengenal Ke-Maha Esa-an Tuhan, para utusan-Nya,
kitab suci-Nya, amal shaleh, dan akhlak karimah. Produk pendidikan seperti ini,
akan unggul dibanding dengan pendidikan lainnya. Akan tetapi, pada kenyataannya
belum demikian.
Selain itu pendidikan Islam, dan
atau lebih sempit lagi pelajaran agama Islam, seringkali ditempatkan pada
posisi yang kurang strategis. Sekalipun keberadaanya telah didasarkan pada
undang-undang, namun pelaksanaannya tidak terlalu dianggap penting. Guru agama
tidak selalu diposisikan pada tempat strategis. Bahkan kadang peran itu hanya
sebagai tambahan. Selain mengajar, guru agama hanya bertugas memimpin do’a.
tugas ini memang mulia di hadapan Tuhan, tetapi tidak selalu demikian di
hadapan manusia.[16]
Untuk memberikan alternatif agar pendidikan
agama Islam dilihat secara utuh melalui pendidikan, ada lima aspek yang
seharusnya dikaji untuk memahami Islam. Kelima aspek itu adalah sebagai
berikut;
pertama, adalah tentang
ilmu. Hal itu didasarkan bahwa ayat al-Qur’an yang turun pertama kali adalah
terkait dengan perintah membaca. Sedangkan membaca merupakan pintu utama untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang merupakan hasil prodak manusia. Membaca
bukan sebatas pengertian untuk memahami tulisan-tulisan dalam buku maupun kitab
suci (ayat qouliyah), tetapi bisa dimaknai sebagai membaca alam semesta
(ayat kauniyah). Hal ini bisa juga dimulai dari membaca gejala-gejala
alam, seperti biologi, fisika, kimia dan matematika serta cabang-cabangnya yang
bersifat aplikatif, sebagai contoh; tekni, kedokteran, pertanian, dan kelautan.
Dengan mengkaji ilmu maka akan melahirkan sikap pengakuan, kesadaran, dan
kenyakinan hingga mengantarkannya pada puncak keimanan yang akan senantiasa bertasbih,
bertakbir, dan bertakhmid.
Kedua, menyangkut tentang
penyucian diri (tazkiyah). Melalui penyucian diri itu maka manusia akan
selalu memperbaiki watak, karakter, perilaku dan akhlaknya. Sebagai upaya menyucikan
diri maka seseorang harus menjaga hatinya, tutur katanya, perbuatannya,
pergaulannya, harta benda yang dimiliki dan juga makanannya. Termasuk juga
dalam hal mencari rizki, karena Islam tidak diukur dari aspek banyaknya,
melainkan dari sifat harta itu yaitu halal dan baik.
Ketiga, menyangkut tentang
tatanan sosial. Materi pendidikan agama Islam yang ditawarkan dalam pendidikan
hendaknya mampu memperbaiki tatanan sosial dari berbagai aspek; baik dari aspek
sosial, ekonomi, politik, budaya dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, maka
bisa disebutkan bahwa pendidikan agama islam diharapkan tidak sekedar mengajak orang
untuk menjalankan ritual, memenuhi tempat ibadah, melainkan lebih dari itu,
agar dapat membangun tatanan sosia yang berkualitas.
Keempat¸ islam memberikan
pedoman ritual. Selama ini aspek tersebut telah mendapatkan perhatian yang
cukup banyak. Kita lihat pelajaran agama yang ada di kelembagaan pendidikan
agama Islam lebih menekankan pada aspek ritual, seperti sejak awal pendidikan
dikenalkan tentang rukun Islam, rukun iman, tentang bersuci, shalat, puasa,
haji dan do’a.
Kelima, tentang amal shalah
atau bekerja secara profesional. Sedemikian banyak ayat al-Qur’an tatkala
menyebut iman selalu diikuti deangan sebutan amal shaleh. Umpama saja, ajaran
amal sholeh ini dikembangkan dan menjadi bagian dari ajaran Islam yang penting,
maka akan mendorong umat Islam untuk menjalankan pekerjaannya secara benar.
Kemudian seorang muslim akan terdorong pikiran, perasaan, dan jiwanya untuk
menampakkan ke-Islamannya dalam semua kegiatan, baik dalam beramal dan bekerja
secara shaleh.[17]
E.
Rancangan
Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
Pendidikan akhlak merupakan tumpuan
perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan
Nabi Muhammad saw, yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan yang artinya; hanya saja aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Perhatian Islam yang demikian
terhadap pendidikan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap
pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari
jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia, lahir dan batin.[18]
Perhatian Islam dalam pendidikan
akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada
seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat
berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal shalih dan perbuatan
terpuji. Iman yang tidak disertai dengan amal shalih dinilai sebagai Iman yang
palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan. Dalam al-Qur’an QS: al-Baqarah: 8;
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB ãAqà)t $¨YtB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$$Î/ur ÌÅzFy$# $tBur Nèd tûüÏYÏB÷sßJÎ/ ÇÑÈ
Artinya: 8. di antara manusia ada yang mengatakan:
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian[19],"
pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Dan QS: al-Hujurat: 15;
إِنَّمَا
cqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?öt (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
Artinya: 15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
Ayat-ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa iman yang
dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan kenyakinan,
tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang mulia, seperti tidak
ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau memanfaatkan harta dan dirinya
untuk berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa keimanan
harus membuahkan akhlak, dan juga memperlihatkan bahwa Islam sangat mendambakan
terwujudnya akhlak yang mulia.
Pendidikan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan
pelaksanaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam
yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu
terkandung konsep pendidikan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah
mengucapkan dua kalimah syahadah, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat itu
mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan
dan tuntunan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya
sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.
Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat
lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari
perbuatan keji dan munkar. (QS: al-Ankabut: 45). Dalam hadits qudsi
dijelaskan pula sebagai berikut yang artinya; “bahwasanya Aku menerima
shalat hanya dari orang yang bertawadlu’ dengan shalatnya kepada keagungan-Ku
yang tidak terus menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk
dzikir kepada-Ku, kasih sayang kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta
mengasihi orang yang mendapat musibah.” (HR al-Bazzar).
Pada hadits tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan
akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu
fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang yang mendapat musibah. Selain itu
shalat (khususnya jika dilaksanakan berjama’ah) menghasilkan serangkaian
perbuatan seperti kesejahaan, imam dan ma’mum sama-sama berada dalam satu
tempat, tidak saling berebut, untuk jadi imam, jika imam batal dengan rela
untuk digantikan yang lainnya, selesai shalat saling berjabat tangan, dan
seterusnya. Semua ini mengandung ajaran akhlak.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga
mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat
membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan
membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan
seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk
membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.[20]
Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak yang bersifat sosial
ekonomis ini dipersubur lagi dengan pelaksanaan shadaqah yang bentuknya tidak
hanya berupa materi, tetapi juga nonmateri. Hadits Nabi di bawah ini
menggambarkan shadaqah dalam hubungannya dengan akhlak yang mulia.
Begitu juga Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun
Islam yang keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari
keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Dalam hubungan ini Nabi
mengingatkan yang artinya; “siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata
dusta, dan perbuatan palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa
meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari).
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam
ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pendidikan
akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya. Hal ini dipahami ibadah haji
dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu
disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan
keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya.
Hubungan ibadah haji dengan pendidikan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang
berbunyi:
kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎgÏù ¢kptø:$# xsù y]sùu wur XqÝ¡èù wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3 (#rߨrts?ur cÎ*sù uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya: 197. (Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi[21],
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka
tidak boleh rafats[22],
berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa
yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,
dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[23]
dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
Berdasarkan analisis yang
didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut di atas, kita dapat
mengatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pendidikan
akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun Iman dan rukun Islam
terhadap pembinaan akhlak sebagaimana digambarkan di atas, menunjukkan bahwa
pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integreted,
yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya
secara simultan untuk diarahkan pada pendidikan akhlak.
F.
Strategi Pendidikan
dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
Cara yang digunakan dalam
pembinaan akhlak antara lain:
1.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses
pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang
telah ada. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinyu. Pembiasaan selain menggunakan
perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan
ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan
baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan
waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan
norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun
tradisional dan kultural.[24]
Kemudian, ayat-ayat dalam
al-Qur’an yang menekankan pentingnya pembiasaan bisa terlihat pada teks “amilus
shalihat”. Teks ini diungkap dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali. Bisa
diterjemahkan dengan kalimat “mereka selalu melakukan amal kebaikan” atau
“membiasakan beramal saleh”. Jumlah term “amilus shalihat” yang banyak
tersebut memperlihatkan bahwa pentingnya pembiasaan suatu amal kebaikan dalam
proses pembinaan dan pendidikan karakter dalam Islam.[25]
Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, di mana
pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar
yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui
proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan
pendidikan tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik.
Berkenaan dengan ini Imam
al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat
menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan
berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali
menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada
pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia
menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang
bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi bi’atnya yang
mendarah daging.[26]
Menurut Burghardt, sebagaimana
dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, kebiasaan itu
timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan
stimulasi yang berulang-ulang, dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi
pengurangan prilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan atau pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.[27]
Dari
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dengan metode
pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan
metode paling efektif dalam pembentukan aqidah dan pelurusan akhlak anak didik,
sehingga tujuan daripada diadakannya pembelajaran dengan metode pembiasaan ini
adalah untuk melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan kontinyu
dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam dalam diri anak didik dan akhirnya
menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari.
2.
Metode Keteladanan
Metode keteladanan
merupaka suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam
proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).
Namun
yang dikehendaki dengan metode keteladanan dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang keteladanan merupakan bentuk prilaku
individu yang
bertanggung
jawab yang bertumpu
pada praktek secara
langsung. Dengan
menggunakan
metode praktek secara langsung
akan
memberikan hasil
yang efektif
dan maksimal.
Keteladanan dijadikan sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam karena hakekat
pendidikan
Islam
ialah
mencapai keredhaan kepada
Allah dan mengangkat tahap akhlak dalam bermasyarakat
berdasarkan pada agama serta membimbing masyarakat pada rancangan akhlak yang dibuat oleh
Allah SWT. untuk manusia.[28]
Akhlak
yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan,
sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya
seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan
santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang
lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.[29]
Cara yang demikian itu telah dilakukan Rasulullah saw. keadaan ini dinyatakan
dalam QS: al-Ahzab: 21, yaitu:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya; 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
3.
Metode Cerita
Bercerita merupakan salah satu metode
untuk mendidik anak didik. Berbagai nilai-nilai moral, pengetahuan, dan sejarah
dapat disampaikan dengan baik melalui cerita. Cerita ilmiah maupun fiksi yang
disukai anak didik dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan. Cerita
dengan tokoh yang baik, kharismatik, dan heroik menjadi alat untuk
mengembangkan sikap yang baik kepada anak didik dan sebaliknya. Cerita
kepahlawanan dan pemikiran yang cerdas dari pahlawan dapat mendidik anak agar
kelak memiliki jiwa kepahlawanan. Jadi cerita amat potensial untuk mendidik
akhlak. Oleh karena itu, pendidik sebaiknya pandai bercerita.[30]
G. Bentuk
RPP yang didalamnya terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral,
Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Madrasah :
MTs Nurul Islam Krapyak Kota Pekalongan
Mata pelajaran :
Fiqih
Kelas/Semester :
VIII / I
Materi Pembelajaran : Sujud Syukur
Pertemuan Ke- : I ( Satu )
Alokasi Waktu :
1 x Pertemuan ( 2 x 40
Menit )
A.
Kompetensi Inti (KI)
1. Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya
2. Menghargai dan menghayati
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
4. Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori
B.
Kompetensi Dasar & Indikator
1.1 Meyakini hikmah bersukur
1.1.1
Menunjukkan
sikap menghayati ajaran agama Islam.
2.1 Membiasakan sikap bersyukur kepada
Allah swt. sebagai implementasi dari pemahaman tentang sujud syukur
2.1.1
Menunjukkan
sikap tanggungjawab dalam mempelajari
sujud syukur
3.1 Memahami ketentuan sujud syukur
4.1
Memeragakan tata cara sujud syukur
C.
Deskripsi Materi Pembelajaran
عَنْ اَبِى بَكْرَةَ اَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا أّتَاهُ اَمْرٌ يَسَّرَهُ اَوْ بُشِّرَبِهِ
خَرَّسَاجِدًا شُكْرًالِلَّهِ تَعَالَى (رواه ابو داود وابن ماجه والترمذي وحسنه)
3. Sebab-sebab sujud syukur
Hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sujud
syukur adalah :
a.
Karena
ia mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt.
b.
Mendapatkan
berita yang menyenangkan.
c.
Terhindar
dari bahaya (musibah) yang akan menimpanya.
4. Rukun Sujud syukur
Adapun rukunya:
1. Niat (di dalam hati)
2. Takbiratul ihram
3. Sujud
4. Duduk sesudah
sujud (tanpa membaca tasyahud)
5. Salam
5. Tata cara sujud syukur
Caranya, yaitu
sebaiknya suci dari
hadas dan najis,
berdiri menghadap kiblat, kemudian
niat sujud syukur bersamaan takbiratul ihram, setelah itu langsung sujud
satu kali, lalu duduk untuk mengucapkan salam.
D.
Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan ( 10 menit )
·
Guru membuka pembelajaran dengan salam dan berdo’a
bersama dipimpin oleh salah seorang peserta didik dengan penuh khidmat;
·
Pengkondisian kelas dengan senam otak ataupun bernyanyi yang riang
·
Guru memotivasi akan
pentingnya kompetensi yang akan dipelajari
·
Memperlihatkan kesiapan diri dengan mengisi lembar
kehadiran dan memeriksa kerapihan pakaian, posisi dan tempat duduk disesuaikan
dengan kegiatan pembelajaran;
·
Guru menyampaiakan garis besar materi yang akan dicapai
dan menanyakan pelajaran yang telah lalu (apersepsi).
·
Guru memberikan penjelasan
tentang penilaian yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.
2. Kegiatan
Inti
ü Peserta didik mengamati
gambar dan video tentang sujud syukur yang di
tayangkan melalui LCD Projector (mengamati)
ü Peserta didik menanyakan
hal-hal yang belum difahami terkait pengertian sujud syukur ( menanya
)
ü
Peserta didik mengungkapkan pendapatnya tentang tata cara melaksanakan sujud syukur ( mengkomunikasikan
)
ü Masing-masing kelompok
mencatat pengertian sujud syukur dan tata cara melaksanakannya ( menalar /
mengasosiasi )
ü Peserta didik secara
berkelompok mencari penjelasan dengan membaca buku yang berkaitan dengan materi ajar, kemudian
membandingkan degan hasil yang diamati sebelumnya. ( eksperimen /
Eksplorasi )
ü Bersama dengan anggota
kelompoknya, peserta didik, mendiskusikan hasil temuanya tentang sujud syukur ( eksplorasi
)
ü Masing-masing kelompok
menempelkan hasil diskusinya di papan tulis
( mengkomunikasikan )
ü
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya
( mengkomunikasikan )
ü
Masing-masing kelompok mendemonstrasikan tata cara sujud syukur
( mengkomunikasikan )
3. Kegiatan
Penutup
·
Guru mengadakan refleksi hasil pembelajaran serta menguatkan tata
cara melaksanakan sujud syukur
·
Peserta didik bersama dengan guru peserta
didik menyimpulkan Intisari dari materi pelajaran.
·
Guru mengadakan tes lisan
dengan jawaban singkat
·
Guru memberikan tugas individu mencari contoh sujud syukur
·
Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan dipelajari pada
pertemuan berikutnya
·
Guru memberikan pesan-pesan moral terkait dengan materi, seperti
terbiasa melaksanakan sujud syukur dalam kehidupan sehari - hari
·
Guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak berdoa dan dilanjutkan
dengan salam
E. Penilaian
a. Penilaian
Sikap Spiritual
1.
Sikap :
Menghayati ajaran agama Islam
2.
Teknik :
Observasi
3.
Instrumen :
No
|
Nama Peserta Didik
|
Aspek menghayati ajaran agama islam
|
Skor Akhir (Modus)
|
|||||||||||
Berdo’a sebelum dan sesudah menjalankan
setiap perbuatan
|
Berusaha semaksimal mungkin untuk meraih
hasil atau prestasi yang diharapkan
( ikhtiar )
|
Memelihara hubungan baik dengan sesama
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
|
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
||
1
|
Azmi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Asfi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kategori :
4 = Sangat Bagus
3 = Bagus
2 =
Cukup
1 = Kurang
Pedoman penskoran :
Skor Perolehan
x 4 =
Skor Maksimal
b. Penilaian
Sikap Sosial
1.
Sikap :
Tanggungjawab
2.
Teknik :
Observasi
3.
Instrumen :
No
|
Nama Peserta Didik
|
Aspek Tanggung Jawab
|
Skor Akhir
|
|||||||||||
Melaksanakan setiap pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya |
Melaksanakan tugas individu dengan baik
|
Menerima resiko dari setiap tindakan yang
dilakukan |
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
||
1
|
Azmi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Asfi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kategori :
4 =
Sangat Bagus
3 = Bagus
2 = Cukup
1 = Kurang
Pedoman penskoran :
Skor Perolehan
x 4 =
Skor Maksimal
C. Penilaian Pengetahuan
1. Teknik :
Tertulis
2. Bentuk
:
Uraian
3. Instrumen : Soal
Kunci Jawaban:
1.
Syukur secara bahasa
artinya adalah terimakasih.
2.
Menurut istilah sujud
syukur adalah sujud
yang dilakukan sebagai
tanda terima kasih
seorang hamba kepada Allah swt. dalil disyariatkannya sujud ialah QS.
Ibrahim : 7 dan QS. Al-Baqarah :152.
3.
Hukum
bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah.
4.
Adapun dalilnya antara lain: Surah al-Baqarah:
152, Surah Ibrahim:
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s?
Artinya
: ”Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku”. (QS.
Al-Baqarah :152)
5.
Hal-hal yang menyebabkan
seseorang melakukan sujud syukur adalah :
a. Karena ia mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt.
b. Mendapatkan berita yang menyenangkan.
c. Terhindar dari bahaya (musibah) yang akan menimpanya.
D. Penilaian
Praktik
Nama Peserta didik
|
Aspek yang dinilai
|
|||||||
Menggunakan alat
|
Membaca do’a sujud syukur
|
Melaksanakan
dengan baik
|
Menyimpan alat pada tempatnya
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
|
Eko
|
|
ü
|
ü
|
|
|
|
|
|
Fafa
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Geri
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hadi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
.....
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Contoh: Format
instrumen penilaian praktik sujud syukur
Keterangan: diisi dengan tanda cek (√)
F.
Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat : LCD, Layar Proyektor, Gambar
2. Bahan : Spidol, tata cara sujud
syukur, Kertas Karton
3. Sumber
belajar : Buku guru Fiqih, MTs kelas
8, kementerian agama RI
Jakarta, 2014 halaman 16-17…,Buku siswa Fiqih MTs Kelas 8, kementerian agama RI Jakarta, 2014 halaman 1-11 . . .
|
|
Pekalongan, 16 November 2015
|
Mengetahui:
Kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam
Mislailatun Nikmah, S.H.
|
|
Guru Mata pelajaran Fiqih
Imam Syafi’I, S.Pd.I.
|
H.
Bentuk RPP yang didalamnya
terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan
Akhlak dalam Mapel Tahfidzul Ba’dhul Qur’an
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Satuan
Pendidikan : MTs Nurul
Islam
Mata
Pelajaran :
Tahfidhul ba’dhul quran (suar)
Kelas/
Semester : VIII/ 1
Materi
Pokok : Surat
al-Munafiqun
Alokasi
Waktu : 2 x 40
menit ( 2 x Pertemuan )
Hari/
Tanggal :
Standar
Kompetensi : 1. Membaca
dan menghafal surat al-Munafiqun
Kompetensi
Dasar : 1.1 Membaca Q.
S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
1.2
Menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
1.3 Mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4.
A.
Indikator Kompetensi :
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
Nilai Budaya dan Karakter Bangsa
|
1.
Mampu membaca Q. S. al-Munafiqun
: 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.
Mampu menghafal Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3.
Mampu mengidentifikasi
bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
|
Disiplin, Kerja keras, Tanggungjawab, Jujur, Percaya diri, Sadar akan
hak dan kewajiban.
|
B. Tujuan
Pembelajaran :
1. Siswa mampu membaca Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2. Siswa mampu menghafal Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3. Siswa mampu mengidentifikasi
bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
C. Materi
Ajar Pokok :
1. Melihat : melihat Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara
bersama-sama.
2. Membaca : membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara klasikal dan
individu.
3. Mengamati : mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
4. Menanya : menanyakan bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
5. Menghafal : menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara klasikal
dan individu.
إِذَا جَاءكَ
الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ -١-
اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاء
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ -٢- ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ
عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ -٣- وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ
أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ
مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ
فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ -٤
D. Metode
Pembelajaran :
1. Model pembelajaran : Pengajaran langsung.
2. Pendekatan pembelajaran : Pendekatan ilmiah (scientific
approach).
3. Metode : Pembiasaan, Resitasi, Tanya
jawab, Pengamatan, Hafal.
E.
Strategi Pembelajaran :
Tatap Muka
|
Terstruktur
|
Mandiri
|
1.
Mampu membaca Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.
Mampu mengidentifikasi
bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
|
v
menghafal Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
|
Ø
Mencari dan menerapkan
bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dalam keseharian.
|
F.
Langkah Pembelajaran :
1. Kegiatan Awal (10 menit)
Apersepsi dan Motivasi
ü Guru – Siswa memberi salam dan memulai pelajaran dengan kalimat basmallah
dan berdo’a bersama sebelum memulai pelajaran.
ü Guru memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4.
ü Siswa menyiapkan kitab suci al-Quran
ü Siswa secara bersama-sama membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4
selama 5 – 10 menit.
ü Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan
dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
1.
Kegiatan Inti (60
menit)
Dalam
kegiatan inti, guru dan siswa melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
a.
Elaborasi (30 menit)
Untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran dalam
memahami Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
ü
Guru mengawali dengan
mengajukan beberapa pertanyaan, contohnya:
1.
Pernahkah kalian membaca Q.
S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
2.
Pernahkah kalian
menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
3.
Siapakah di anatara kalian
yang sudah bisa membaca dan menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
ü
Guru menunjuk beberapa
siswa yang sudah fasih untuk membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dan memimpin
teman-temannya membaca klasikal di bawah bimbingan guru dengan membaca 2 – 3
kali.
ü
Setelah para siswa selesai
membaca secara klasikal, guru menunjuk beberapa siswa untuk mengulangi membaca
Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
ü
Guru menjelaskan kembali
beberapa hukum bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
ü
Guru memberikan ice
breaker kepada siswa untuk merileksasi suasana siswa agar senantiasa dalam
keadaan alfa zone setelah adanya suatu transfer of knowledge pada siswa,
yang mana ice breaker tersebut adalah permainan pengetahuan.
ü
Kemudian guru membagi siswa
menjadi 5 kelompok untuk mendiskusikan materi tajwid yang telah disampaikan.
b.
Eksplorasi (15
menit)
ü Guru meminta beberapa siswa untuk menjelaskan hukum bacaan yang
terdapat dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 setelah adanya penyampaian materi
tersebut.
ü Guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang hukum bacaan tajwid
kepada siswa.
ü Guru meminta siswa agar menyalin Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4
setelah menghafal.
ü Siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok.
c.
Kofirmasi (15 menit)
ü
Dalam Q. S. al-Munafiqun :
1 - 4 banyak mengandung nilai-nilai sikap dan perilaku yang utama, yaitu
disiplin dan tanggungjawab serta mengamalkan bacaan tajwin.
ü
Guru menyatukan pendapat
dan menyimpulkan hasim diskusi.
ü
Guru memberikan tugas dalam
bentuk permainan pendidikan yang harus diselesaikan oleh setiap kelompok dengan
memberikan satu bingkisan yang mana di dalamnya terdapat beberapa saal yang
berkaintan dengan materi tersebut dan diberi batasan waktu.
2.
Kegiatan Akhir (10
menit)
ü Guru meminta siswa sekali lagi untuk membaca Q. S. al-Munafiqun
: 1 - 4 sebagai penutup materi pembelajaran.
ü Guru meminta siswa untuk rajin mempelajari hukum bacaan tajwid
dan menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
ü Guru memberikan tugas mengerjakan soal-soal latihan tentang
hukum bacaan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 sebagai pekerjaan rumah.
ü Guru menutup/ mengakhiri pelajaran tersebut dengan bacaan
hamdalah/ do’a.
ü Guru mengucapkan salam kepada siswa.
G. Sumber
Belajar/ Bahan :
1.
al-Quran dan terjemahan
Departemen Agama RI.
2.
Buku cetak suar, untuk
kalangan sendiri.
3.
Kaset VCD pembelajaran (aplikasi
al-Kalam yang di dalamnya terdapat ayat-ayat suci al-Quran)
4.
LCD dan Proyektor.
5.
Sumber buku-buku lain yang
relevan sebagai materi tambahan dan referensi.
H.
Penilaian :
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Penilaian
|
Contoh Instrumen Soal
|
1.
Mampu membaca Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.
Mampu menghafal Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3.
Mampu mengidentifikasi
bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
|
Tes membaca
Tes hafalan
Tes tertulis
Tes tertulis
Tes tertulis
|
Ketetapan membaca ayat
Kefasihan dan kelancaran
Uaraian
Uraian
Uraian
|
Ø
Bacalah Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan lancar?
Ø
Hafalkan Q. S.
al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar?
Ø
Sebutkan bacaan tajwid
dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4?
Ø
Berikan contoh bacaan
tajwid dalam al-Quran yang sesuai dengan contoh tadi?
Ø
Jelaskan bacaan tajwid
dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan baik dan benar?
|
v Kunci Jawaban :
Hukum nun sukun atau tanwin ada 5,
yaitu:
1.
Idghom bighunnah : apabila ada nun sukun atau tanwin
bertemu huruf ya’, nun, mim, wawu. Contoh : وَإِن يَقُولُوا
2.
Idghom bila ghunnah : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu
huruf lam dan ra’.
Contoh :
3.
Idzhar halqi : apabila ada nun sukun atau
tanwin bertemu huruf hamzah, ha’, ha, kha, ‘ain, ghain. Contoh : كُلَّ صَيْحَةٍ
عَلَيْهِمْ
4.
Iqlab : apabila ada nun
sukun atau tanwin bertemu huruf ba’.
Contoh : مِن بُيُوتِهِنَّ
5.
Ikhfa’ : apabila ada nun
sukun atau tanwin bertemu huruf ta, tsa, jim, dal, dzal, za, sin, syin, shad,
dlo’, tho’, dho’, fa, qof, kaf.
Contoh : عَن سَبِيلِ اللَّهِ
v
Pedoman Penilaian :
Nilai
Akhir = Jumlah nilai yang diperoleh x 100
Skor
maksimal
|
Pekalongan,
05 Januari 2015
|
Mengetahui:
|
|
Kepala
MTs Nurul Islam
Mislailatun
Nikmah, S.H.
|
Guru
Mata Pelajaran
Imam
Syafi’i
|
I.
Bentuk RPP yang didalamnya
terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan
Akhlak dalam Mapel Nahwu
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : MTs Nurul
Islam Krapyak – Pekalongan
Mata Pelajaran : Nahwu
Shorof
Kelas/ Semester : VIII/ 1
Materi Pokok :
Kalimah Fi’il
Alokasi Waktu : 1 x 40
menit (1 x pertemuan)
Hari/ Tanggal :
Standar Kompetensi : Mengetahui
kalimah fi’il
Kompetensi Dasar : 1.1
menjelaskan pengertian kalimah fi’il
1.2
menyebutkan macam-macam fi’il
1.3
memberikan contoh kalimah fi’il
Indikkator Kompetensi :
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
Nilai Budaya & Karakter
|
1.
Mampu menjelaskan
pengertian kalimah fi’il
2.
Mampu menyebutkan
macam-macam kalimah fi’il
3.
Mampu memberikan contoh
kalimah fi’il
|
Jujur, percaya diri, kerja keras, tanggung jawab, sadar akan hak dan
kewajiban, cinta ilmu dan rasa ingin tahu.
|
Kewirausahaan/ ekonomi
kreatif :
1.
Toleransi terhadap semua
makhluk Allah SWT.
2.
Percaya diri (keteguhan
hati dan optimis)
3.
Berorientasi pada tugas
(berenovasi, tekun, tabah, bertekad dan energik)
4.
Berorientasi ke masa depan
(punya perspektif)
A.
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa dapat menjelaskan
pengertian kalimah fi’il
2.
Siswa dapat menyebutkan
macam-macam kalimah fi’il
3.
Siswa dapat memberikan
contoh kalimah fi’il
B.
Materi Ajar (Pokok)
No
|
Materi
|
Kalimah
Fi’il
|
||
1
|
Jenis
|
Fi’il
Madli
|
Fi’il
Mudhori’
|
Fi’il Amar
|
2
|
Pengertian
|
Sudah
selesai/ lewat (lampau)
|
Sekarang/
yang akan datang
|
Yang akan
datang/ perintah
|
3
|
Tanda
|
Fathah
|
Dhummah
|
Sukun
|
4
|
Contoh
|
نَصَرَ
|
يَنْصُرُ
|
أُنْصُرْ
|
1.
Melihat : melihat pengertian,
macam-macam dan contoh fi’il
2.
Membaca : membaca pengertian,
macam-macam dan contoh fi’il
3.
Mengamati : mengidentifikasi tanda-tanda
kalimah fi’il
4.
Menanya : menanyakan contoh macam-macam
kalimah fi’il
5.
Menghafal : menghafal pengertian,
macam-macam dan tanda fi’il
C.
Model Pembelajaran
1.
Model pembelajaran : pengajaran langsung
2.
Pendekatan pembelajaran : pendekatan ilmiah (scientific approach)
3.
Metode : pembiasaan,
tanya jawab, pengamatan, hafalan
D.
Strategi
Pembelajaran
Tatap
muka
|
Terstruktur
|
Mandiri
|
1.
Membaca pengertian,
macam-macam dan contoh fi’il
2.
Mengidentifikasi
tanda-tanda kalimah fi’il
|
Ø Menghafalkan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il
|
Mencari dan menerapkan tanda-tanda kalimah fi’il
|
E.
Langkah-langkah
Pembelajaran
1.
Kegiatan Awal (10
menit)
Apersepsi dan Motivasi
ü Guru dan Siswa memberi salam dan memulai pelajaran dengan
membaca basmallah dan berdo’a secara bersama-sama.
ü Guru memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan kalimah
fi’il.
ü Siswa menyiapkan buku cetak nahwu sharaf.
ü Secara bersama-sama membaca pengertian, macam-macam dan contoh
fi’il.
ü Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan
dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.
Kegiatan Inti (60
menit)
Dalam kegiatan inti, guru dan siswa melakukan beberapa kegiatan
sebagai berikut:
Elaborasi (30 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran dalam memahami kalimah fi’il.
Guru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan, contoh:
a.
Pernahkan kalian membaca
pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
b.
Pernahkan kalian
menghafalkan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
c.
Siapakah diantara kalian
yang sudah mengerti pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
Guru menunjuk beberapa siswa yang sudah tahu tentang materi
untuk menjelaskan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il dan memimpin
teman-temannya dengan menjadi tutor sebaya di bawah bimbingan guru dengan
jumlah 2-3 orang.
Setelah para siswa membaca materi secara singkat, guru menunjuk
beberapa siswa untuk mengulangi apa yang telah dibaca.
Guru menjelaskan kembali kalimah fi’il secara singkat.
Guru memberikan ice breaker kepada siswa untuk merelaksasi
suasana dan menfokuskan kembali kondisi siswa agar senantiasa dalam keadaan
alfa zone setelah adanya suatu transfer of knowledge pada siswa.
Kemudian guru membagi siswa menjadi 4 kelompok untuk
mendiskusikan materi kalimah fi’il.
Eksplorasi
(15 menit)
Ø Guru meminta beberapa siswa untuk menjelaskan kalimah fi’il
setelah adanya penyampaian materi tersebut.
Ø Selanjutnya, guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang kalimah
fi’il.
Ø setelah menghafal dan mengidentifikasi, guru meminta siswa agar
menyalin kalimah fi’il.
Ø Siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok.
Konfirmasi (15 menit)
v Dalam kalimah fi’il banyak mengandung nilai-nilai sikap dan
perilaku yang utama, yaitu ketelitian dan kesabaran serta mengamalkan contoh
kalimah fi’il dalam kehidupan sehari-hari.
v Guru menyatukan pendapat dan menyimpulkan hasil diskusi.
v Guru memberikan tugas dalam bentuk permainan yang harus
diselesaikan oleh setiyap kelompok dengan memberikan satu bingkisan yang mana
didalamnya terdapat beberapa soal yang berkaitan dengan materi tersebut dan
diberi batasan waktu.
3.
Kegiatan Akhir (10
menit)
· Guru meminta agar para siswa membaca sekali lagi kalimah fi’il
sebagai penutup materi pembelajaran.
· Guru meminta agar siswa mempelajari kalimah fi’il dengan rajin.
· Guru memberikan tugas mengerjakan soal-soal latihan tentang
kalimah fi’il sebagai pekerjaan rumah (PR).
· Guru menutup/ mengakhiri pelajaran tersebut dengan membaca
hamdalah/ do’a.
· Guru mengucapkan salam kepada para siswa.
F.
Bahan/ Sumber
Belajar
1.
Buku cetak ilmu Nahwu ,
terjemah al-Jurmiyah oleh al-Imam Akhsonhaji.
2.
Kaset VCD Pembelajaran
(aplikasi bahasa arab yang didalamnya yaitu meteri nahwu.
3.
LCD dan Proyektor
4.
Sumber buku-buku lain yang
relevan sebagai materi tambahan dan refrensi.
G.
Penilaian
Indikator
Pencapain Kompetensi
|
Teknik
Penilaian
|
Bentuk
Penilaian
|
Contoh
Istrumen Soal
|
1.
Mampu menjelaskan
pengertian kalimah fi’il
2.
Mampu menyebutkan
macam-macam kalimah fi’il
3.
Mampu memberikan contoh
kalimah fi’il
|
Tertulis
Tertulis
Tertulis
|
Uraian
Uraian
Uraian
|
1.
Jelaskan pengertian
kalimah fi’il?
2.
Sebutkan dan jelaskan
macam-macam kalimah fi’il?
3.
Berikan contoh
macam-macam kalimah fi’il?
|
Kunci Jawaban:
1.
Kalimah Fi’il adalah
kalimah yang menunjukkan arti pekerjaan yang disertai waktu.
2.
Macam-macam kalimah fi’il
ada 3, yaitu:
a.
Fi’il madli : kalimah yang menunjukkan pekerjaan
yang sudah selesai atau lewat (lampau).
b.
Fi’il mudhari’ : kalimah yang menunjukkan pekerjaan yang
sedang berlangsung atau yang akan datang.
c.
Fi’il amar : kalimah yang menunjukkan pekerjaan
perintah atau yang akan datang.
3.
Contoh macam-macam kalimah
fi’il:
Fi’il
Madli
|
Fi’il
Mudhari’
|
Fi’il Amar
|
ضَرَبَ
|
يَضْرِبُ
|
إِضْرِبْ
|
Ø Pedoman Penilaian :
Nilai
Akhir = Jumlah nilai yang diperoleh x 100
Skor
maksimal
Pekalongan, 25 Agustus 2015
Mengetahui:
|
|
Kepala MTs Nurul
Islam
Mislailatun
Nikmah, S.H.
|
Guru Mapel
Imam Syafi’i,
S.Pd.I.
|
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid Muhammad
al-Ghazali. 1989. Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
Dharma Kesutra, Cepi Triatna
dan Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ebta Setiawan. 2010. KBBI-
Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5, Freewere.
Imam al-Ghazali. Tt. Kitab
al-Arba’in fi Ushul al-din. Kairo: Maktabah al-Kindi.
Imam Suprayogo. 2013. Pengembangan
Pendidikan Karakter”, (Malang: UIN –Maliki Press.
M. Yatimin Abdullah. 2007.
Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Amzah.
Muchson dan Samsuri. 2013.
Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Basis Pengembangan Pendidikan Karakter).
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Muhammad al-Ghazali. 1993.
Akhlak Seorang Muslim. Semarang: Wicaksana.
Muhibbin Syah.
2000. Psikologi
Pendidikan.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nashiruddin Abdullah bin
Nashir at-Thurky. 1432. Al-Fasad al-Khuluqi fi al-Mujtama’ fi Dau’i al-Islam.
Riyadh: Mathabi’ al-Hamidi.
Nur Hidayat. 2013. Akhlak
Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Oemar Mohammad al-Toumy al-Syaibany.
1976. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
Sahilun A. Natsir. 1991.
Tinjauan Akhlak. Surabaya: Penerbit al-Ikhlas.
Ulil Amri Syafri. 2012. Pendidikan
Karakter berbasis Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Nashiruddin
Abdullah bin Nashir at-Thurky, “Al-Fasad al-Khuluqi fi al-Mujtama’ fi Dau’i
al-Islam”, (Riyadh: Mathabi’ al-Hamidi, 1423 H), hlm. 16. Dalam Ulil Amri
Syafri, “Pendidikan Karakter berbasis Al-Qur’an”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012), hlm. 72.
[2]
Sahilun A. Natsir, “Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Penerbit al-Ikhlas,
1991), hlm. 14.
[3]
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, “Ihya’ ‘Ulumuddin”, (Beirut: Dar al-Fikr,
1989), hlm. 56. Dalam Ulil Amri Syafri, ibid., hlm. 73.
[4] M.
Yatimin Abdullah, “Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an”, (Jakarta:
Penerbit Amzah, 2007), hlm. 4. Dalam Ulil Amri Syafri, “Pendidikan
Karakter Berbasis Al
Qur’an”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 137-138.
[5]
Ulil Amri Syafri, ibid., hlm. 104.
[6]
Ebta Setiawan, KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5,
Freewere, 2010.
[7]
Muchson dan Samsuri, op., cit., hlm. 21.
[8]
Muchson dan Samsuri, “Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Basis Pengembangan
Pendidikan Karakter)”, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 35.
[9]
Nur Hidayat, “Akhlak Tasawuf”, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2013), hlm. 8.
[10]
Nur Hidayat, op., cit., hlm. 11.
[11]
Nur Hidayat, op., cit., hlm. 14.
[12]
Nur Hidayat, op., cit., hlm. 17.
[13]
Dharma Kesutra, Cepi Triatna dan Johar Permana, “Pendidikan Karakter (Kajian
Teori dan Praktik di Sekolah)”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm. 4.
[14]
Imam Suprayogo, “Pengembangan Pendidikan Karakter”, (Malang: UIN –Maliki
Press, 2013), hlm. 43.
[15]
Dharma Kesutra, Cepi Triatna dan Johar Permana, “op., cit.”, hlm.
9-10.
[16]
Imam Suprayogo, “op., cit.”, hlm. 29.
[17]
Imam Suprayogo, “op., cit.”, hlm. 33-36.
[18]
Muhammad al-Ghazali, “Akhlak Seorang Muslim”, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV, hlm.
13.
[19]
Hari kemudian Ialah: mulai dari waktu mahluk dikumpulkan di padang mahsyar
sampai waktu yang tak ada batasnya.
[20] Ibid.,
Muhammad al-Ghazali, hlm. 12.
[21]
Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[22]
Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak
senonoh atau bersetubuh.
[23]
Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri
dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
[25] Ulil
Amri Syafri, “Pendidikan Karakter Berbasis Al Qur’an”,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 137-138.
[26]
Imam al-Ghazali, “Kitab al-Arba’in fi Ushul al-din”, (Kairo: Maktabah
al-Kindi, t.t.), hlm. 190-191.
[28] Oemar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, “Filsafat Pendidikan Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 420.
[29] Imam
al-Ghazali, op., cit., hlm. 16.
[30]
Slamet Suyanto, “Strategi Pendidikan Anak”, (Yogyakarta : Hikayat
Publishing, 2008), hlm. 46.