Senin, 11 November 2013

BIODATA SYAFI'I



TENTANG PENULIS
Imam Syafi’i, Lahir di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada tanggal 08 Februari 1989. Riwayat pendidikan, pendidikan TK Islam plus Ponpes Manba’ul Huda, di Desa Pajomblangan, Kab. Kedungwuni selama kurang lebih 2 tahun dari usia 3 tahun lebih 8 bulan sampai usia 6 tahun. Kemudian pendidikan SD Islam 06 Pekalongan dan di sore hari belajar di Madrasah Roudlotul Muta’alimin di Krapyak Lor 05, Pekalongan, dari tahun 1995 sampai pada tahun 2000, selama di SD dengan ucapan puji syukur tidak pernah mendapatkan rangking lebih dari 4, kemudian dilanjutkan ke Ponpes Modern Ma’had Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat kurang lebih selama 1 tahun lebih 6 bulan yang disertai dengan sekolah umum.
Dan dilanjutkan ke SLTP Islam Pekalongan yang mana tinggal meneruskan/ pindahan dari Ponpes Modern sehingga dapat langsung masuk ke tingkat selanjutnya yaitu kelas 2 SLTP, semester 2 dan aktif di organisasi pramuka dan di waktu sore belajar di. Setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 02 Pekalongan yang lulus pada tahun 2006 dan aktif di organisasi siswa yaitu pramuka selama 3 tahun. Selain itu di waktu sore hari belajar di madrasah Dhiya’ul Fatikhin, Krapyak Lor 02, Pekalongan. Pada tahun pertengan 2006 melanjutkan pengabdian di Ponpes al-qur’an anak-anak, Manba’ul Huda yang di sertai dengan belajar secara laju/ santri kalong di Ponpes Miftakhul Huda selama 4 tahun lebih 5 bulan. Setelah itu pindah ke Ponpes di Desa Kadilangu, Demak, selama 1 bulan.
Kemudian pulang ke kampung halaman pada tahun 2010 pada bulan pertengahan dan melanjutkan belajar kursus menjadi Teknisi HP di BLK (Balai Latihan Kerja) selama 4 bulan yang dengan ucapan syukur lulus dengan peringkat pertama. Dan tidak lama kemudian di ajak untuk masuk ke ranah dunia pendidikan TPQ yaitu sebagai pendidik dengan memegang mata pelajaran ghorib dan tajwid dan masih berjalan hingga sekarang yang mana mulai menambah tanggung jawab dengan memegang mata pelajaran madrasah diniyah sore dan itu sudah terlaksana kurang lebih selama 2 tahun 9 bulan.

ushul fiqh- syar'u man qoblana



BAB II
PEMBAHASAN

1.Syar’u Man qabalana
A. Pengertian Syar’u Man qablana
Yang dinamakan dengan Syar’u Man Qablana, yaitu ajaran – ajaran atau syari’at – Syari’at Nabi - nabi terdahulu yang berhubungan dengn hukum, seperti  Syari’atnya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dengan Kata lain, seluruh ajaran – ajaran Nabi – Nabi terdahulu yang berkaitan dengan suatu kasus hukum itu dapat dijadikan acuan dalam instimbat hukum ( penggalian hukum ) jika termaktub dalam Alqur’an serta mempunyai ketegasan bahwa syari’at itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad S.A.W .[1]
Dalil Naqli yang digunakan oleh segolongan Ulama’ atas kebolehan menggunakan Syar’u Man Qablana dijadikan sebagai hujjah, khususnya pengikut Hanafiyah,Malikiyah,Syafi’iyah yaitu :
* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ムÇÊÌÈ
“.  Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Ayat di atas menegaskan bahwa syariat yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW juga telah disyari’atkan kepada Nabi sebelum beliau. Ayat ini juga menunjukkan bahwa pada dasarnya seluruh Syari’at yang diturunkan Allah SWT merupakan satu kesatuan.[2]
§NèO !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) Èbr& ôìÎ7¨?$# s'©#ÏB zOŠÏdºtö/Î) $ZÿÏZym ( $tBur tb%x. z`ÏB tûüÅ2ÎŽô³ßJø9$# ÇÊËÌÈ
“ Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

B.   Pendapat para ulama’ tentang Syar’u Man Qablana
Seperti yang sudah dicantumkan diatas bahwa dalil dibolehkannya syar’u Man Qablana tercantum dalam Kitab Suci Al – Qur’an.  Lantas pertanyaanya , Syari’at – syari’at yang lampau manakah yang boleh kita ambil untuk  mengatasi situasi zaman sekarang ini ? Perlu ditegaskan bahwa syar’u man Qablana yang tidak tercantum dalam Al – qur’an dan As – Sunah,itu tidak berlaku lagi Bagi Nabi S.A.W dan umatnya. Sebab, Risalah yang dibawa Nabi Muhammad S.A.W bersifat menggantikan Syari’at terdahulu, secara otomatis tidak berlaku lagi bagi umat sekarang. Misalnya,diharamkanya memakan semua daging binatang yang berjumlah genap, aksi bunuh diri sebagai cara taubat serta memotong bagian kain yang terkena najis.
Selanjutnya, Segolongan Ulama; sepakat bahwa Syar’u man Qablana yang tercantum dalam Al – qur’an maupun Sunah dan secara tegas  dinyatakan berlaku oleh Rosulullah S.A.W, maka keberlakuannya bukan hanya  sekedar kedudukannya sebagai Syar’u Man Qablana, melainkan karena disyari’atkan oleh Al – qur’an atau sunah Nabi Muhammad S.A.W. Seperti Disyari’atkanya Puasa kepada umat – umat terdahulu juga berlaku bagi umat Nabi. Hal ini  tercantum dalam Al – Qur’an surat Al Baqoroh ayat 183.
Adapun yang menjadi objek perbedaan pendapat dikalangan Ulama’ ialah, hukun dari masalah – masalah yag tidak secara tegas diberlakukan pada syari’at Nabi Muhammad S.A.W, tetapi tidak ada nash yang menasakhkanya atau mengapusnya. Dalam hal ini ada dua kelompok yang saling bertolak belakang atas diberlakukanya Syar’u Man Qablana dengan menggunakan ijtihad mereka masing – masing.
Yang dinamakan dengan Syar’u Man Qablana, yaitu ajaran – ajaran atau syari’at – Syari’at Nabi - nabi terdahulu yang berhubungan dengn hukum, seperti  Syari’atnya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dengan Kata lain, seluruh ajaran – ajaran Nabi – Nabi terdahulu yang berkaitan dengan suatu kasus hukum itu dapat dijadikan acuan dalam instimbat hukum ( penggalian hukum ) jika termaktub dalam Alqur’an serta mempunyai ketegasan bahwa syari’at itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad S.A.W .[3]
                                                     
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yyd ª!$# ( ãNßg1yßgÎ6sù ÷nÏtFø%$# 3 )


Mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka   ikutilah petunjuk mereka.. (Q.S Al – An’am ).
Ayat di atas ditujukan ditujukan kepada Rasulullah SAW agar mengikuti para Nabi dari Bani Israil. Oleh karena itu, Syari’at mereka juga harus diikuti, selama tidak ada nash yang menasakhkannya.
1.    Menurut para Ulama’ Mu’tazilah, syi’ah, dan sebagian kalangan syafi’iyah, dan salah satu pendapat Imam Ahmad bin hambal, bahhwa syari’at yang sebelum islam yang tertera dalam Alqur’an itu tidak menjadi syari’at lagi bagi umat Nabi Muhammas SAW, kecuali ada ketegasan untuk itu.
2.    Ulama’ As’ariyah, Mu’tazilah, Syi’ah, dan sebagian ulama’ Syafi’iyah dan segolongan Ulama Hanabilah berpendapatr bhwa Syar’u Man Qablana yang tidak ada ketegasan pemberlakuannya dan tidak ada Nash yang me-nasakhkannya, maka hal itu tidak berlaku bagi Nabi Muhammad dan umatnya.
لكل جعلنا منكم شرعة ومنها جا
“ Untuk tiap – tiap umat di anatara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang “

Dalil di atas menegaskan bahwa setiap umat islam sudah mempunyai syari’at tersendiri yang di bawa oleh Rasulnya, dan tidak diperintahkan untuk mengikuti syari’at umat lainnya. Karena itu, Syar’u Man Qablana tidak berlaku bagi kita.[4]
4. Ahmad meriwayatkan hadis dari jabir bin Abdullah, Bahwa Umar bin Khattab membawa kitab yang didapatkan dari Alkitab . Lalu Nabi SAW membacanya, kemudian beliau bersabda sambil marah :
أمتهوتكم فيها يا ابن الخطاب والذي نفسي بيده لقد جئتكم بيها بيضاء نفية لا تسألوهم عن شيء فيخبروكم بحق فتكذبوا به أو بباطل فتصدقوا به والذي نفسي بيده لو أن موسى صلى الله عليه وسلم كان حيا ما وسعة ألا أن يتبعني.
 “ Apakah kamu terkecoh karena kagum kepadanya wahai Ibnu al Khattab? Demi Allah yang jiwaku di tangan-NYA, sungguh saya diutus membawa agama yang putih bersih,. Jangan bertanya kepada Ahli Kitab tentang suatu yang mereka mengecoh kamu dengan kebenaran, maka kamu dustakan dengannya, atau dengan kebatilan, maka kamu benarkan dengannya. Demi Allah yang jiwaku di tangan-NYA, sekiranya Nabi Musa SAW masih hidup, maka ia dapat berbuat banyak kecuali akan mengikutiku.”
Itulah tadi sederetan dalil – dalil yang diutarakan oleh masing – masing Ulama’ untuk memperkuat pendapatny.. Masing – masing dalil memilik kelemahan sehinggan dapat dikritik. Misalnya dalil pertama agar mengikuti syari’at terdahulu bahwa yang dperintahkan untuk mengikutinya adalah hal – hal yang berkaitan dengan prinsip – prinsip umum syari’at, bukan syari’at secara keseluruhan.[5]                                                                                                       
C. Kehujjahan Syar’u Man Qablana
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai apakah syari’at sebelum kita itu dapat menjadi dalil dalam menetapkan hukum bagi umat Nabi Muhammad SAW. Pendapat – pendapat mereka biasa dikelompokkan sebagi berikut :
·         Sebagaian Sahabat Abu hanifah, Sebagian Ulama’ Malikiyah, Serbagian sahabt Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa hukum – hukum yang disebutkan dalam Al qur’an atau sunah nabi meskipun objeknya tidak untuk Umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah :

شرع من قبلنا شرع لنا                                                 
“ Syari’at untuk umat sebelum kita juga berlaku untuk syari’at kita.”  Mereka juga mendasarkan pada Nash Alqur’an dalam SuratAs-Syura (13).[6]
·         Jumhur Ulama’ haanafiyah dan Hanabilah dan sebagian Syafi’iyah dan Malikiyah serta Ulama’ kalam As’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat Bahwa ajaran – ajaran terdahulu tidak berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad SAW selama tidak dijelaskan pemeberla,kuannya untuk umat Nabi Mjhammmad SAW. Alasanya adalah bahwa syari’at terdahulu itu secara khusus berlaku bagi umat ketika itu dan tidak berlaku secara umum.[7]
2. Qoulus Shohaby ( Madzhab Sahabi )
A . Pengertian
‘’Qoul menurut bahasa artinya; ucapan atau perkataan.
Sedangkan “shahabi”artinya adalah sahabat atau teman.akan tetapi yang dimaksud disini adalah sahabat nabi,yakni seorang yang hidup pada masa Nabi atau pernah bertemu Nabi dan mati dalam Islam.
“Qoul shahaby “pada sebagian kitab – kitab Ushul fiqih sering juga disebut dengan “Mazhab Sahabat”,tetapi perlu diketahui bahwa hal itu bukanlah yang dimaksudkan sebagai Ijma’sahabat (kesepakatan semua sahabat terhadap suatu masalah).
Dari beberapa literature yang menjelaskan hakekat qoul shahabi,dapat dirumuskan arti qoul shahabi itu secara sederhana yaitu:

هو فتوى الصحا بة با نفراده
“qoul shahabi adalah fatwa sahabat secara perorangan”

Rumusan sederhana tersebut mengandung tiga pembahasan:
a.    Pengunaan kata “fatwa” mengandung arti bahwa fatwa itu merupakan suatu keterangan atau penjelasan tentang hokum syara’ yang dihasilkan melalui ijtihad. Dengan demikian apa yang disampaikan seorang sahabat dan dijelaskannya berasal dari nabi tidak dinamakan qoul shahabi, tetapi dinamakan sunah, sedangkan usaha sahabat yang menyampaikan itu disebut periwayatan.
b.    Yang menyampaikan fatwa itu adalah seorang sahabat nabi.
c.    Pengunakan kata secara perorangan membedakan secara  jelas qoul shahabi dengan ijma’ shahabi.
B. Kehujahan Qoul shahabi
Dalam hal kehujahanyan, para ulama berbeda pendapat yaitu:
·         Menurut jumhur ulama dan qoul jadidnya imam syafi’i, bahwa qoul shahabi itu tidak menjadi hujjah secara mutlak,karena penemuan atau pendapat mujtahid bukanlah hokum yang berdiri sendiri.
·         Imam syaukani menyatakan bahwa qoul shahabi itu dapat saja dijadikan hujjah dalam hokum syara’asal sesuai dengan qiyas.
·         Sebagian besar golongan Hanafi sebagian Maliki dan qoul qodimya Imam syafi’i didahulukan dari pada qiyas.[8]
C. Macam macam qoul shahabi
Menrut Ibnu qoyyim dalam kitabnya I’lam Muwaqqi’in mengatakan bahwa fatwa sahabat tidak keluar dari 6 bentuk berikut:
1.    Fatwa yang didengar sahabat oleh nabi Muhammad.
2.    Fatwa yang didengar dari orang yang mendengar dari nabi Muhammad.
3.    Fatwa yang didasarkan atas pemahamannya terhadap ayat al-qur’an yang masih belum jelas maksudnya bagi kita.
4.    Fatwa yang disepakati oleh tokoh-tokoh sahabat yang sampai pada kita melalui salah seorang sahabat.
5.    Fatwa yang didasarkan kepada kesempurnaan ilmunya,baik bahasa maupun tingkah lakunya,kesempunaan ilmunya tentang keadaan nabi Muhammad dan maksud-maksudnya.kelima model fatwa ini adalah hujjah dan wajib diikuti.
6.    Fatwa yang didasarkan pemahaman yang tidak dating dari nabi Muhammad,dan pemahamanya itu salah.yang seperti ini tidak menjadi hujjah.





[1] Prof.Dr.H.Satria Effendi,Ushul fiqih,(Jakarta : Prenada Media,2005), hlm. 163
[2] Dr.H.Abd.Rahman,ushul fiqih,( Jak9rta : Amzah,2011 ). Hlm. 232
[3] Prof.Dr.H.Satria Effendi,Ushul fiqih,(Jakarta : Prenada Media,2005), hlm. 163
[4] Dr.H.Abd.Rahman Dahlan.Ushul Fiqih,(Jakarta:Amzah,2010). Hlm.233
[5] Ibid.234
[6] Prof.Dr.Amir syarifuddin,Ushul fiqih.( Ciputat: PT. Logos wacana Ilmu,2011 ). Hlm. 395
[7] Ibid.39
[8] Amir syarifudin,Ushul fiqih II. ( Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2011).hlm.400-401