Minggu, 25 Desember 2016

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN LOKAL (Studi Di Desa Kawasan Wisata, Kec. Lebak Barang, Kab. Pekalongan)



PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN LOKAL
(Studi Di Desa Kawasan Wisata, Kec. Lebak Barang, Kab. Pekalongan)

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Kelas B
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016
I.         PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Sebagai cabang dari pembahasan filsafati, kosmologi mengkaji tentang alam semesta sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya dikaji aspek metafisika dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kasualitas dan keabadian. Alam semesta pada hakekatnya adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan besar. Makro kosmos dan kenyataan besar pada dasarnya sangat ghaib, metafisik, bersifat abstrak, yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang dapat dilihat, ditangkap, dan dihitung. Pembahasan ini dianggap sangat penting karena akan melahirkan pengetahuan akan hakekat alam untuk sampai kepada hakekat segala yang hakekat (Tuhan), sehingga dapat memperlakukannya secara proporsional.[1]
Keindahan alam Lebak Barang merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki oleh Pemkab. Pekalongan. Sayangnya, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan generasi muda di sana. Berdasarkan data, angka partisipasi anak usia sekolah masih rendah. Bahkan, berdasarkan survei bahwa kemampuan membaca, tulis dan berhitung (calistung) masih sangat kurang terlebih dalam hal pendidikan agama Islam.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, perlu adanya inovasi pembelajaran yang mampu memfasilitasi anak-anak di sana dalam menyerap materi pelajaran. Oleh sebab itu, Yayasan al-Salam dibawah naungan Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama’ (LDNU) Kab. Pekalongan bersama pengurus ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebak Barang menginisiasi edukasi berbasis lingkungan.
II.      PERMASALAHAN
Program ini telah diimplementasikan pada 15 Pedukuhan di Kec. Lebak Barang yang pada setiyap pedukuhan tersebut belum memiliki tempat pembelajaran yang layak, hal ini juga dipengaruhi dari jumlah kepala keluarga yang tidak lebih dari 70 KK. Mereka hanya memiliki satu tempat pusat pembelajaran yang bernama mushalla, yang sekaligus sebagai tempat pertemuan-pertemuan warga dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul.
Pembelajaran didesain berdasarkan kearifan lokal setempat. Siswa tidak lagi belajar dengan metode konvensional, akan tetapi menggunakan media yang sudah tidak asing dan digunakan sehari-hari dengan mengintegrasikan perlindungan anak dan perdamaian. Kemudian mendekatkan materi pembelajaran dengan lingkungannya. Selain itu guru menggunakan metode pendidikan aktif dan kreatif dalam mengajar.
III.   PEMBAHASAN
A.       Makna Kosmos
Dalam bahasa Yunani, kosmos artinya susunan atau keteraturan. Lawan dari kosmos adalah chaos, yaitu keadaan kacau balau. Macro-kosmos adalah suatu susunan keseluruhan atau kompleks yang dipandang dalam totalitasnya atau sebagai suatu keseluruhan yang aktif serta terstruktur. Kadang diartikan sebagai sebuah keseluruhan atau sistem yang terpandu dan tunggal. Lawan dari makro-kosmos adalah mikro-kosmos, yaitu bagian kecil dari suatu komplek atau dari satu keseluruhan, dan yang dimaksud disini adalah manusia. Mengapa manusia disebut mikro-kosmos, karena secara struktur material, unsur-unsur yang membentuk manusia itu sama persis dengan semua dengan unsur yang ada di alam. Demikian juga dalam unsur bathiniahnya serta sistem geraknya juga sama dengan sistem gerakan realitas yang terjadi di dalam semesta ini. Karenanya manusia dapat disebut miniatur dari realitas alam besar.[2]
Kosmologi merupakan kajian tentang alam semesta sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya hdikaji aspek metafisiska, dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kausalitas dan keabadian. Dalam teori modern, kosmologi lebih khusus membahas tentang asal-usul, struktur, sifat dan perkembangan fisika alam semesta dengan dasar pengamatan dan metodologi ilmiah. Perhatian utama kosmologi uadalah bermula dari alam semesta fisik secara keseluruhan dan menuju pada prinsip-prinsip yang melatarbelakanginya.[3]
Kenyataan alam semesta pada hakikatnya adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan besar, macro-kosmos dan kenyataan besar sebagai keseluruhan pada dasarnya sangat ghaib, metafisik, bersifat abstrak, yang pada hakikatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang dapat dilihat, ditangkap dan ditimbang. Tetapi yang abstrak itu tidak berarti tidak ada, karena bangunan dan dasar bangunannya memang berasal dari kenyataan yang ada pada kenyataan-kenyataan satuan kecil yang secara empirik dapat dilihat, ditangkap, dan ditimbang.
Dalam arti yang luas, yang dinamakan alam adalah hal-hal yang ada disekitar kita dan yang dapat kita serap secara inderawi. Secara lebih cermat, istilah “alam” dapat dipakai untuk menunjuk lingkungan obyek-obyek yang terdapat dalam ruang dan waktu. Tetapi pada aneka jaman pandangan orang mengenai alam berbeda.[4]

B.       Hakekat Alam Semesta
Dalam konsep filsafat pendidikan Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini, dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat-Nya. Alam semesta tidak bisa dilihat dengan mata kepala manusia, penglihatan mata kepala manusia sangat terbatas, meskipun menggunkan paling canggih sekalipun.
Apa yang disebut alam juga dapat dimaknai sebagai segala yang realitas selain Tuhan (kulla maa siwallah). Artinya, alam merupakan hasil ciptaan tuhan yang sekaligus sebagai pengejawantahan adanya tuhan, dan bukan tuhan itu sendiri.dengan ini maka wajar bila pembicara tentang alam terdiri dari alam yang nampak kasat matadan juga alam yang tidak nampak secara dhohir.
Alam semesta sebagai eksintensi tuhan tidak terbatas, yang terbatas adalah wujud-wujud keseluruhan sejenis dari bagian alam langit, bumi, samudra dan gunung, serta manusia Oleh karena itu, wujud-wujud keseluruhan sejenis  ini akan rusak, bersifat sementara, berubah bahkan mati. Alam semesta sebagai eksentensi tuhan hanya bisa dipahami melalui kemampuan intelek dalam dimensi sepiritualitasnya, yang dapat memahami tanda-tanda tuhan atau ayat-ayat tuhan yang terkandung atau tersembunyi dalam semua wujud keseluruhan sejenis, yaitu langit, bumi, air, udara bahkan yang tersirat dalam firman-firman-Nya yang tertulis dalam kitab-kitab suci.
Dalam perbincangan filsafat, terdapat perbedaan pendapat tentang penciptaan alam semesta, satu sisi pendapat menyatakan bahwa alam semesta sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa alam semesta tidak diciptakan, ibaratnya cahaya dengan matahari, dimana matahari tidak pernah menciptaan cahanya. Jika alam semesta diciptakan, bagaimana proses itu terjadi, apakah tuhan sebagai penciptanya, terikat oleh syarat-syarat dalam hukum penciptaan maka keteritakan ini tentu bertentangan dengan kekuasaan Tuhan sendiri. Bagaiman Tuhan itu maha kuasa terikat dan tergantung pada hukum-hukum penciptaan. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa penciptaan itu terikat pada hukum-hukum penciptaa, dengan kata lain alam semesta tidak diciptakan, kejadiannya dimungkinkan melalui proses yang disebut emanasi/al-faidl, pancaran.
Persoalan pokok hakikat alam semesta adalah, kalau alam semesta itu dipahami sebagai wujud-wujud keseluruhan sejenis, seperti langit, bumi, air, udara dan bahkan manusia, maka semua itu memang diciptakan, dan Tuhan sendiri menjelaskan proses penciptaan itu, akan tetapi jika alam semesta dilihat dari kesemestaan dan keseluruhan sejenis, yang tidak terbatas, gaib, abadi, maka alam semesta pada hakikatnya adalah eksistensi diri Tuhan sendiri, itu tidak diciptakan, karena bagaimana Dia menciptakan diri-Nya?[5]
C.       Profil Lebakbarang[6]
Uraian Data
Jml/Satuan/keterangan
Tinggi dari permukaan laut
691
Letak Posisi Kecamatan
Pegunungan
Letak Posisi Desa
11 Pegunungan
Lahan Sawah (ha)
529
Lahan Bukan Sawah (ha)
5291,14
Jumlah Dusun
38
Jumlah RW
38
Jumalah RT
85
Jumlah Penduduk
9.885
Jumlah laki – laki
5.005
Jumlah Perempuan
4.880
Jumlah Sekolah TK
2
TK swasta
2
Jumlah Sekolah SD
18
SD Negeri
18
Jumlah Sekolah SMP
3
SMP Negeri
3
Jumlah Sekolah SMA
1
SMA Negeri
1
Jumlah Dokter
2
Bidan
3
Perawat
2
Puskesmas Induk
1
Puskesmas Pembantu
2
Poliklinik Kesehatan Desa
8
Rata - Rata Produksi Padi Sawah (ku/ha)
42,09
Rata - Rata Produksi Jagung (ku/ha)
46,4
Rata - Rata Produksi Ketela Pohon (ku/ha)
160,43
Rata - Rata Ketela Rambat (ku/ha)
107,22

D.       Sejarah Lebakbarang
Lebakbarang pada jaman dahulu bernama Kebakbarang yang artinya sebuah tempat atau lembah yang banyak barang atau benda berharganya. Menurut nara sumber diceritakan ada seorang pendatang yang berasal dari Banjarnegara, bernama Ki Angganaya. Beliaulah yang mula mula membuka hutan menjadi tempat tinggal dan membuka lahan untuk bercocok tanam, namun ada satu batang pohon yang tidak bisa di tebang/dirobohkan oleh Ki. Angganaya karena pohon itu merupakan tempat berkumpulnya mahluk halus penunggu pohon tersebut. Maka beliau mengadakan sayembara yang isinya ” Barang siapa yang bisa menebang atau merobohkan pohon tersebut jika perempuan akan dijadikan saudara dan jika laki-laki akan dijadikan menantunya”.
Singkat cerita ada seorang pemuda yang menyamar yaitu Ki Semarajaya, Beliau yang akhirnya berhasil menebang pohon tersebut dan beliau dijadikan menantu oleh Ki. Angganaya. Karena keberhasilannya menghilangkan ranggas atau penghalang beliau mendapat julukan sebagai Ki Rangga Sejati. Adapun karena jasa Ki Angganaya beliau di beri gelar oleh masyarakat sekitar dengan julukan Ki Gede Lebakbarang dan sampai sekarang menjadi nama Desa/Kecamatan Lebakbarang. Makam itu setiap bulan Asura dan Bulan Sakban diadakan bersih makam dan selamatan oleh warga sekitar desa Lebakbarang dan juga warga dari luar Desa Lebakbarang.[7]
Sedangkan menurut PT. Sumber Mineral menyatakan nama Lebakbarang menurut Ki Kertijaya dan Ki Gede, Lebakbarang artinya sebuah lembah yang banyak tersimpan barang-barang berharga berupa senjata dan barang-barang berharga pada jaman Mataram.[8]
E.       Religiulitas dan Setting Sosial
Disana terdapat makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat yang dikenal dengan Puncak Makam Mahameru. Mahameru berasal dari bahasa Jawa (aksara jawa yaitu dari kata Maha : 17 (rakaat) dan mara 20 (sifat wujud Allah). Jadi Mahameru berarti 17 yang menandakan bahwa yang dimakamkan di Puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran Islam. Komplek Pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 lokasi, yaitu :
1.    Lokasi Bawah / Pohon Beringin
Lokasi bawah adalah makam kakak beradik/saudara kembar, yaitu:
a.    Ki Kertijaya
b.    Ki Anggayana
Keduanya berasal dari daerah Banjarnegara sebagai Prajurit Pangeran diponegoro pada Jaman Kerajaan Mataram. Ki Kertijaya masuk ke Lebakbarang pada tahun 1824 masehi.
2.    Lokasi Atas (Puncak Mahameru)
Pada lokasi puncak bersemayam Ki Sapto Perling dan Ki Ageng Mahameru berasal dari daerah Jogyakarta yang merupakan menantu dari Ki Kertijaya. Beliau masih memiliki keturunan darah biru dari Mataram sekaligus keturunan dari Majapahit dan juga seorang ulama pada jaman itu yang menjadi panutan dan pimpinan di kawasan Mahameru dan daerah sekitarnya.[9]
Perjalanan Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan RI ini menyisakan kenangan heroik yang terpatri dalam sanubari seluruh rakyat dan mutlak untuk ditularkan pada generasi penerus bangsa.
Satu hal yang perlu dicatat adalah saat Agresi Militer Belanda Pertama Tahun 1947 yaitu Pindahnya Pusat Pemerintahan Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan ke Lebakbarang. Ketika gema Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 terdengar dimana-mana dan pada bulan Juli 1947 tentara Belanda yang diboncengi NICA dan GHORKA tiba –tiba datang untuk menjajah kembali, sehingga Pemerintah Karesidenan Pekalongan akhirnya menyingkir /mengungsi, dimana daerah yang dipandang aman yaitu Kecamatan Lebakbarang. Selama kurang lebih satu bulan para pejabat berkantor di Lebakbarang tepatnya Kantor Residen dan kantor Bupati menempati Rumah Pesanggrahan milik seorang Belanda (Thomas) sedangkan kantor instansi lainnya menempati rumah penduduk.
Pada suatu pagi buta tanpa diduga tiba-tiba dari arah utara melewati Desa Mendolo dan Desa Kutorembet tentara Belanda menyerang yang mengakibatkan 2 orang pegawai staf Karesidenan Pekalongan gugur. Para pejabat Pemerintah akhirnya menghindar menyelamatkan diri pindah ke desa-desa lain seperti Desa Tembelangunung, Pamutuh, Depok dan Wonosido. Begitu pula pusat pemerintahan menjadi kacau dan berpindah-pindah menuju kearah Dieng, juga ke arah wilayah Wonosobo dan Magelang.
Betapapun sekejap mata memandang keberadaan Kecamatan Lebakbarang memiliki momentum sejarah penting yang tidak dapat dikesampingkan dalam rangkaian perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI yang kita cintai, hingga akhirnya untuk mmengenang sejarah Kecamatan Lebakbarang sebagai Pusat Pemerintahan Darurat Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan semasa Class I yang juga sebagai basis pertahanan daerah selatan maka didirikanlah Monumen Perjuangan pada tahun 1962 dengan ukuran kurang lebih 2 m dan terletak di pinggiran Jalan Mahameru depan Mushola Al Ikhlas Lebakbarang. Selanjutnya atas beberapa pertimbangan para bekas pejuang , tokoh masyarakat dan pemerintah pada tahun 2002 Monumen dipindahkan dan direnovasi ke Halaman Rumah Dinas Camat yang saat ini berdiri dengan megahnya. Kata Pepatah “Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Dapat Menghargai Jasa Para Pahlawannya“.[10]
F.        Kawasan Wisata Religi dan Wisata Lingkungan
1.    Makam Mahameru
a.    Asal Muasal Makam Mahameru
Istilah Maha Meru berasal dari Aksara Jawa   yaitu berasal dari kata ” Mahamara ” Ma: 16 Ha: 1 Maha berarti (17 Rakaat) Ma: 16 Ra : 4 Mara berarti (20 Sifat Wujud Allah) yang menandakan bahwa yang di makamkan di puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran Islam. Komplek pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 (dua) lokasi/ tempat Yaitu : Lokasi bawah yang terdapat pohon beringinya adalah makam kakak, adik/saudara kembar dari sebelah barat lketimur yaitu: Ki Kerti Jaya Ki Angganaya.
Ki Kerti Jaya dan Ki Angganaya berasal dari daerah Banjarnegara, mereka berdua termasuk prajurit Pangeran Diponegoro, sedangkan Ki Kerti Jaya pertama kali datang di Lebakbarang pada tahun 1824 M, yang merupakan orang pertama yang mesanggah di Puncak   Mahameru Lebakbarang kemudian   diusul oleh keluarganya.
Diceritakan Negara dalam keadaan kacau ketika kraton jogjakarta dikuasai oleh Belanda, sehingga Pangeran Diponegoro terusir dari Istana dan mengadakan Perlawanan terhadap Belanda yang terkenal dengan Perang Gerilya pada tahun 1825–1930. Sebelum belanda menduduki Istana, ada prajurit Istana berhasil menyelamatkan benda-benda/barang-barang berharga peninggalan Raja Mataram yang akhirnya dibawa ke Mahameru, Menurut Ki Kerti Jaya dan Ki Gede Lebakbarang nama Lebakbarang dahulu adalah Kebakbarang yang merupakan Lembah yang penuh dengan barang berharganya.
Pada Lokasi Puncak Mahameru ada 5 (lima) buah makam yang diberi pagar pemisah, disebelah barat 3 makam dan disebalah timur 2 makam yaitu: disebelah barat adalah makam: Ki Tepes Aking/Ki Apus Aking, Ki Sapto Perling /Ki Ageng Mahameru, dan Ki Sepet Aking. Ki. Tepes aking dan Ki. Sepet Aking adalah Cantrik dari Ki. Sapto Perling.
Asalu usul Ki. Sapto Perling berasal dari daerah Jogjakarta merupakan menantu dari Ki. Kertijaya, Beliau masih keturunan darah biru keturunan dari Kerajaan Mataram dan sekaligus keturunan dari Majapahit dan seorang Ulama pada Jamannya yang menjadi panutan dan pemimpin di kawasan Mahameru dan daerah- daerah disekitarnya, sehingga mendapat kehormatan dan diberi gelar Ki. Ageng Mahameru.
Di sebelah timur adalah makam anak dan istri Ki. Sapto Perling yaitu: Nyi. Sumiyati (Istri) dan Nyi Etik (Anak). Makam itu oleh warga masyarakat sekitar Maha Meru diadakan bersih makam dua kali dalam 1 tahun yaitu setiap bulan Asura dan Bulan Sakban dan tepatnya pada hari Kamis Wage, juga diadakan selamatan bersama oleh warga masyarakat desa lebakbarang. Tempat itu juga sering dikunjungi oleh para peziarah baik dari warga msayarakat Lebakbarang juga sering dikunjungi para peziarah   dari luar daerah Kabupaten Pekalongan untuk mendapatkan barokahnya.[11]
2.    Curug Cinde dan Curug Silengsar
Curug Cinde atau air terjun Cinde dan curug Silengsar merupakan dua objek wisata alamiah yang terdapat di Kecamatan Lebakbarang tepatnya di Desa Depok. Desa Depok sendiri kira – kira 24 km dari Kecamatan Karanganyar.
Desa depok adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Lebakbarang. Sebuah desa dengan ketinggian 860 meter dari permukaan laut. Desa ini memiliki tanah garapan yang menghasilkan komoditas utama berupa padi, jagung, kopi, dan cengkeh. Desa ini memiliki kurang lebih 200 kepala keluarga (KK) dengan suasana hidup yang tenang dan damai.
Dengan kearifan lokal yang sangat dijaga dengan baik oleh warganya, konon menurut cerita yang dipercayai bahwa Desa Depok pada zaman dahulu kala merupakan sebuah padepokan untuk belajar ilmu agama dan ilmu beladiri. Yang bermula dari datangnya seorang wali Allah bernama Eyang Sunan Giri Roso dari Semarang yang kemudian mendirikan sebuah padepokan yang kemudian anak dan keturunannya hidup di padepokan hingga saat ini.[12]
Menurut cerita yang berkembang curug cinde, pada zaman dahulu kala dianggap hanya sebagai tempat yang tidak ada, hanya berupa dongeng semata. Sekitar awal tahun 2000-an, ada 9 orang dari desa masuk ke hutan untuk berburu, di tengah perjalanan tersebut 4 orang memisahkan diri dari rombongan berniat untuk membuktikan kebenaran soal dongeng tentang curug cinde. Di tengah perjalanan mencari curug, mereka bertemu dengan seekor sigung, karena mencium bau sigung itu mereka seketika pingsan. Saat bangun mereka mendengar suara aliran air. Ketika mereka melakukan pencarian maka ditemukanlah sebuah curug cinde, yang tingginya kurang lebih mencapai 100 meter. Apabila di pagi hari dipercaya terlihat pelangi di sekitar curug, oleh sebab itulah diberi nama curug cinde pelangi.
Perjalanan menuju objek curug cinde pelangi disuguhi pemandangan alam yang sangat mempesona dan masih asri. Perjalanan melewati tengah hutan yang penuh dengan suara serangga – serangga serta jalan pegunungan yang berkelok – kelok dan juga penuh dengan tanjakan serta turunan dan gemericik suara air sungai hingga suasana alam pedesaan khas daerah pegunungan lengkap dengan suasana kehidupan masyarakatnya.[13]
Perjalanan menuju curug Cinde dapat ditempuh dengan sepeda motor ataupun bisa menumpang menggunakan kendaraan mobil bak terbuka atau masyarakat setempat biasa menyebutnya mobil “doplak”. Untuk menuju Curug Cinde yang terletak di Kecamatan Lebakbarang tepatnya di Desa Depok bila dari Kota Pekalongan kita bisa menggunakan jasa bus ataupun angkutan pedesaan dari Terminal Pekalongan menuju Kecamatan Karanganyar.
Dari perempatan Karanganyar tepatnya di depan Kantor Kecamatan Karanganyar atau dari pasar Karanganyar bisa menggunakan mobil bak terbuka atau biasa disebut “doplak” menuju Kecamatan Lebakbarang ataupun bisa langsung menuju Desa Depok dengan jarak kira – kira 10 Km dari kota Kecamatan Lebakbarang.
Perjalanan dari Karanganyar menuju Kecamatan Lebakbarang juga melalui jalan desa Lolong, yaitu sebuh desa yang terkenal dengan penghasilan durian. Di sini juga terdapat wahana arung jeram. Perjalanan ke Curug Cinde dari Desa Depok hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki karena akses ke sana hanya berupa jalan setapak. Dengan jarak kurang lebih 2,5 km atau kuarang lebih 2 jam jalan kaki. Meskipun perjalanan yang kita lewati sebelum sampai ke lokasi air terjun adalah jalan setapak namun pemandangan yang disuguhkan selama kita berjalan menuju lokasi Curug Cinde bisa menjadi salah satu bidikan kamera untuk diabadikan dalam gambar. Sebelum sampai ke Curug Cinde kita akan ketemu air terjun Curug Silengsar.
Curug silengsar jaraknya lebih dekat dari desa dibandingkan dengan curug cinde, yang hanya membutuhkan waktu 30 menit dari desa Depok. Desa Depok dengan segala keindahan yang dimilikinya menawarkan keindahan dan kenyamanan bagi masyarakatnya sehingga mampu memberikan rasa aman dan kedamaian serta keramahan dari warga desanya.
Lokasi curug Cinde memberikan kita pemandangan yang khas daerah pegunungan, bebatuan besar dan berserakan dimana-mana khas daerah jalur air, pepohonan tinggi yang menjulang ke angkasa, suara derasnya air terjun berjatuhan dari tebing yang tinggi.
Selain menikmati indahnya ciptaan Allah yang terletak di desa yang berbatasan langsung dari Kabupaten Banjarnegara dan beberapa desa yang masih merupakan bagian dari kecamatan Lebakbarang yakni sebelah barat dengan desa Pamutuh, dan sebelah timur dengan desa Wonosido dan sebelah utara dengan desa Timbangsari. Dari inilah kita pun dapat menikmati alam pedesaan yang masih sangat asri.
Masih terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga air (kincir air) yang digunakan oleh warga depok khususnya untuk memenuhi kebutuhan penerangan sehari – hari mereka. Selain itu kita pun dapat menikmati hijaunya pemandangan sawah yang baru akan menguning ataupun sekedar mampir dan sowan ke rumah penduduk desa yang ramah – ramah untuk sekedar mampir untuk menikmati kopi khas Lebakbarang, yaitu kopi buatan sendiri yang cara pembuatanya masih ditumbuk menggunakan alat penumbuk tradisional yang juga merupakan salah satu hasil mata pencaharian para penduduk Kecamatan Lebakbarang bila musim panen telah tiba.
Di Desa Depok, kita juga bisa mengunjungi peninggalan cagar budaya berupa batu berbentuk lumpang, yang oleh masyarakat sekitar disebut Watu Lumpang.
c.     Curug Kuwung Indah
Desa Karang Gondang adalah sebuah desa yang terletak di Kec. Lebakbarang, Kab. Pekalongan. Sebuah desa yang wilayah selatannya berbatasan dengan desa Teropong, dan sebelah utara dengan desa Bantar, kemudian sebelah barat dengan desa Mendolo Wetan dan sebelah timur dengan desa Sonje.
Desa ini mempunyai tanah garapan yang mengahsilkan komoditas utama berupa padi, kopi, dan cengkeh. Yang mana terdapat kurang lebih dari 75 kepala keluarga (KK). Desa tersebut mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan utama menuju kantor kecamatan Lebakbarang. Selain itu desanya juga sudah memiliki satu mushalla (tempat ibadah) dan satu bangunan TPQ yang bernama TPQ Miftahul Huda yaitu tempat mengaji atau belajar al-Qur’an dan belajar berbagai ajaran Islam serta memiliki potensi wisata yaitu air terjun.
Salah satu potensi yang dimiliki oleh desa ini adalah air terjun yang diberi nama dengan curug kuwung indah yang letaknya kurang lebih 15 menit dengan perjalanan kaki dari desa Karang Gondang, Kec. Lebakbarang. Sekitar pertengahan tahun 2014 masyarakat tersebut mulai membabat jalan yang menuju akses dari pada curuk kuwung tersebut. Kemudian pada awal tahun 2015 pemuda karang taruna mencoba untuk mengelola dengan membentuk struktur kepengurusan pengelola kawasan tersebut bersama perangkat desa kecamatan yang bertujuan untuk menjadikannya sebagai tempat wisata.
Pada pertengahan tahun 2015 curug tersebut resmi dijadikan sebagai tempat kawasan wisata yang ada di daerah Kec. Lebakbarang karena tempat tersebut sudah layak untuk tempat wisata baik dari segi keamanan maupun kenyamanan dan keindahan dari pada curug tersebut. setelah diresmikan maka dirubah namanya menjadi curug kuwung indah.
Saat ini keberadaan curug tersebut merupakan anugerah dari Allah yang memberikan keberkahan tersendiri kepada warga desa Karang Gondang pada khususnya dan Kec. Lebakbarang pada umumnya. Dari adanya kondisi alam yang seperti itu juga memberikan perubahan yang sangat signifikan terutama dalam perekonomian masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakatnya baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.[14]
Yang mengasyikkan dalam perjalanan menuju Curug Kuwung Indah, kita juga akan disuguhi sensasi menyeberang jembatan gantung dari bambu di atas jurang sedalam sekitar 50 meter, sebelum sampai di curug.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari parkir bawah, akhirnya sampai juga di Curug Kuwung Indah. Seperti namanya, air terjun tersebut memang indah. Terlihat pemandangan air yang jatuh dari ketinggian sekitar 55 meter. Suara yang ditimbulkannya pun cukup keras. Pengunjung tak berani mandi atau bermain air tepat di bawah jatuhnya air. “Rasanya seperti kejatuhan batu besar, sewaktu mencoba mandi di air terjun. Sekali saja cukup, gak lagi-lagi,” kata Heri (40), pengunjung asal Kabupaten Batang saat mengungkapkan pengalamannya mandi di bawah air terjun, baru-baru ini.
Pengunjung kebanyakan mandi atau hanya bermain air di sekitar atau di bawah curug. Sesekali pengunjung juga bisa merasakan sensasi seperti dipijat ketika bersandar di batu dan diguyur air yang mengalir dari curug. Jangan lupa untuk mengabadikan moment-moment selama bermain air terjun. Atau kita juga bisa berpose di atas papan yang dibangun di bawah curug, di tepi jurang. Hasil foto akan lebih bagus jika diambil dari jalan setapak di bawahnya.
Penataan secara Swadaya, meskipun penataan kawasan Curug Kuwung Indah masih sederhana, karena dilakukan masyarakat secara swadaya, berdampak cukup baik bagi perekonomian masyarakat. Beberapa warga membuka warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung. Ada pula yang menyediakan MCK. Para pemuda yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis) juga mengelola parkir di lokasi wisata yang hasilnya digunakan untuk penambahan fasilitas di kawasan wisata. Mereka juga menjual souvenir berupa kaos Curug Kuwung Indah di parkir bawah. Agar lebih bervariasi, mereka juga akan menyediakan hasil dari Lebakbarang lainnya seperti gula aren, madu hutan, keripik pisang, serta kerajinan sapu glagah.
Untuk meramaikan kawasan wisata Curug Kuwung Indah, pemuda Desa Karanggondang juga mengadakan lomba swa foto atau foto selfie dengan lokasi pengambilan foto di curug dan lokasi lainnya di jembatan bambu dekat curug. Lomba berhadiah uang Rp. 300.000 untuk Juara I, Rp. 200.000 untuk Juara II dan Rp. 100.000 untuk Juara I. Peserta diminta untuk mengirimkan dua lembar foto yang diambil di dua lokasi tersebut dan foto akan dinilai pada 29 Mei 2016.
Terpisah, Camat Lebakbarang, Yuhanto, S.IP, M.Si mengatakan, potensi wisata Curug Kuwung Indah baru tergali sejak setahun lalu, dan setelah ditata secara swadaya oleh masyarakat, cukup ramai dikunjungi pengunjung dari wilayah Kabupaten Pekalongan dan beberapa wilayah kabupaten/kota tetangga. “Ramainya empat bulan terakhir, terutama pada hari Jum’at, Sabtu, Minggu,” tutur Yuhanto.
Untuk mendukung wisata Curug Kuwung Indah, Yuhanto mengusulkan pada Kades dan LPMD Karanggondang agar bisa dibangun akses jalan dari parkir atas menuju curug. Saat ini jalan masih berupa tanah dan beberapa titik berbatasan langsung dengan jurang. Sebagian lahan milik masyarakat, sebagian lainnya milik perhutani. “Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Perhutani dan kami juga mengajak LMDH dalam pengelolaan kawasan wisatanya,” ujar Yuhanto. Pihaknya juga akan mengusulkan pembangunan toilet dan ruang ganti yang lebih memadai di lokasi curug. Saat ini fasilitas yang sudah dibangun warga yaitu jembatan bambu dan ruang ganti di lokasi curug.
Ke depan, pihaknya akan mengusulkan jembatan permanen yang menghubungkan jalan setapak dengan lokasi curug. “Kalau pembangunan jembatan permanen akan kami usulkan ke pemkab, karena itu biayanya besar dan bagaimana pun, jembatan dari bambu kurang aman bagi pengunjung, apalagi jika dibuat sudah lama,” imbuh dia. Penataan kawasan wisata akan diusahakan tetap menjaga keseimbangan alam dan ekosistem hutan.
Untuk meramaikan wisata di kawasan tersebut, pada Mei nanti akan digelar Bazaar Jajanan Rakyat dan Festival Hasil Bumi di parkir atas kawasan wisata Curug Kuwung Indah. Bazaar akan menyajikan camilan khas Lebakbarang serta hasil bumi yang berupa beras, jagung, umbi-umbian, sayuran, serta buah-buahan yang dihasilkan dari tanah Lebakbarang.[15]
G.      Hakekat Lingkungan
Arti lingkungan bagi pembudidayaan sumber daya insani atau manusia (SDM) merupakan hal yang sangat sentral dan esensial sekali. Begitu pula makna manusia dalam pengembangan sumber daya alam (SDA) baik dalam pengertian lingkungan hayati maupun mati adalah sebagai penggeraknya, artinya manusia sebagai modal utamanya.[16]
Makhluk hidup sebagai unsur lingkungan yang paling dominan, secara alamiah tetap membutuhkan lingkungannya sekaligus benda-benda mati yang mengitarinya. Hal ini memberikan pengertian bahwa berdasarkan hukum alam itu sendiri keberadaannya sangat terkait antara satu dengan yang lainnya, terutama manusia sangat berkepentingan kepada seluruh lingkungan yang mengitarinya. Segi lain bagi makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki hak hidup, keberadaannya benar-benar dapat dirasakan manfaatnya bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia apabila mampu membudidayakannya. Oleh karena itu seluruh populasi dalam ekosistem adalah positif dan penting kehadirannya.
Ekosistem pada hakekatnya merupakan interaksi komunal dalam satu sistem kehidupan dari aneka ragam makhluk hidup dalam tata lingkungan hidup.[17] Kesatuan dalam ekosistem menunjukkan interaksi positif lagi serasi dikalangan sesama makhluk hidup. Dalam pengertian ini berarti keserasian lingkungan sebagai hakekat lingkunagan hidup.
Pandangan di atas merupakan keserasian lingkungan yang secara eksplisit banyak terungkap dalam ajaran Islam sekalipun dalam bentuk konsep yang bersifat normatif, namun memilki kecenderungan empirik aplikatif. Teori Qur’an yang mengungkapkan adanya keserasian lingkungan dalam sistem ekologi termuat dalam surat al-Baqarah, ayat 164 yang intinya mendiskripsikan masalah:
1.        Pergantian siang dan malam serta keteraturan cuaca
2.        Keterkaitan antara laut dan bahtera yang berlayar
3.        Keterkaitan antara kapal dan kebutuhan umat manusia
4.        Keterkaitan antara hujan dan kesuburan tanah, tanaman dan hewan
5.        Keterkaitan antara angin dan awan penyebab adanya hujan
6.        Fenomena di atas sebagai isyarat adanya ciptaaan dan pencipta
7.        Allah sebagai kendali utamanya.[18]
H.       Teori dan Ayat tentang Lingkungan
Teori untuk mencari jawaban tentang persoalan penciptaan alam semesta ini paling tepat adalah melalui pendekatan perenungan dan pemahaman terhadap firman-firman tuhan yang menyatakan tentang penciptaan itu, yang dihimpun dalam kitab suci yang dalam pembahasan adalah kitab suci Al-Qur an.
Mengenai penciptaan keseluruan sejenis, yaitu langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Al-Qur an 32:4 mengatakan:
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJßguZ÷t/ Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& ¢OèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# ( $tB Nä3s9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB <cÍ<ur Ÿwur ?ìÏÿx© 4 Ÿxsùr& tbr㍩.xtFs? ÇÍÈ  
Artinya: 4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[19]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at.[20] Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

Jika langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya diciptakan Tuhan dalam enam hari maka, untuk bukti saja diciptakan dalam dua hari, al-Qur’an 41 : 9, mengatakan:
* ö@è% öNä3§Yάr& tbrãàÿõ3tGs9 Ï%©!$$Î/ t,n=y{ uÚöF{$# Îû Èû÷ütBöqtƒ tbqè=yèøgrBur ÿ¼ã&s! #YŠ#yRr& 4 y7Ï9ºsŒ >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÒÈ  
Artinya: 9. Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".

Demikian juga untuk langit yang berjumlah tujuh tingkatan diciptakan oleh Tuhan dalam dua hari, al-Qur’an 41 : 12, mengatakan:
£`ßg9ŸÒs)sù yìö7y ;N#uq»yJy Îû Èû÷ütBöqtƒ 4ym÷rr&ur Îû Èe@ä. >ä!$yJy $ydtøBr& 4 $¨Z­ƒyur uä!$yJ¡¡9$# $u÷R9$# yxŠÎ6»|ÁyJÎ/ $ZàøÿÏmur 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÊËÈ  
Artinya: 12. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.

Semua penciptaan langit, bumi dan seisinya tidak main-main dan semua diciptakan dengan kebenaran. Allah berfirman, yang artinya: “dan tidaklah kami ciptakan langit, bumi dan apa yang diantara keduanya dan sia-sia. Kami menciptakan keduanya dengan kebenaran tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
I.          Nilai yang terkandung pada Lingkungan
Menurut Iqbal dengan merujuk pada al-Qur’an bahwa:
Pertama, alam semesta diciptakan bersifat teleologis atau bukan suatu ciptaan sekadarmain-main.
Kedua, Alam semesta bukan bersifat tertutup atau penciptaan yang sudah selesai dan alam semesta merupakan ciptaan yang tetap, tetapi asih bisa  berubah.
Ketiga, Alam semesta tercipta dengan teratur, tertib dengan perjalanan waktu yang teratur dan tepat yang dicontohkan oleh al-Qur’anmelalui pergantian siang dan malam sebagai salah satu tanda (ayat) kebesaran Tuhan.
Keempat, Alam semesta dengan ruang dan waktu yang terhampar luas ini diciptakan untuk kepentingan manusia dalam rangka beribadah dan nerenungkan ayat-ayatNya (tanda-tanda kebesaran-Nya).[21]
J.         Urgensi Adanya Lingkungan
Tujuan adanya lingkungan ini yaitu:
1.        Bahwa kita harus taat dan tunduk kepad Allah yang telah menciptakan alam semesta ini.
2.        Dalam konsep filsafat pendidikan Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia tidak pantas kalau kita mengagung-agungkan diri (sombong) padahal pepatah mengatakan di atas langit masih ada langit.
3.        Sebagai penentu adanya kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi
4.        Sebagai alat untuk memperkenalkan adanya pencipta dan yang dicipta
5.        Adanya dimensi kosmologik
6.        Adanya dimensi antropologik
7.        Adanya dimensi teologik yang mana ketiga dimensi itu bersinergi
8.        Untuk membenarkan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, hal ini juga dibuktikan dengan adanya ayat-ayat al-Qur’an yang memperkuat tentang adanya alam semesta.[22]


IV.   Analisis Pendidikan Karakter Islam melalui Lingkungan Wisata Lokal
Persoalan lingkungan hidup merupakan masalah manusia sepanjang masa. Sebab manusia dan lingkungan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Di samping itu juga memiliki saling keterkaitan di antara keduanya. Artinya manusia menentukan dan mempengaruhi lingkungan atau sebaliknya lingkungan yang mempengaruhi manusia.
Kait mengkait antara manusia dan lingkungannya melahirkan suatu interaksi yang mampu melahirkan sikap, pola pikir dan perbuatan yang kreatif bagi manusia, tempat manusia tumbuh dan berkembang baik dalam arti individual maupun sosial. Dengan interaksi itu akan terbentuk lingkungan sosial yang secara psikologik sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa, dan secara pedagogik akan tercipta insan mandiri dalam arti kata dewasa dalam berpikir, berperilaku dan bertindak.[23]
Kemampuan manusia meningkatkan kualitas alam ini membawa dampak kehidupan yang serasi dalam seluruh kawasan lingkungan hidup, terutama sekali dalam kehidupan manusia yakni lingkungan sosial/ budaya di samping dalam lingkungan fisik/ biologik, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan. Namun sebaliknya manusia tanpa kendali akal dan hati, apapbila dikuasai oleh hawa nafsu maka penurunan kualitas lingkungan terjadi oleh manusia.
Jadi makna keserasian lingkungan memiliki dimensi kosmologik, antropologik dan teologik.[24] Dimensi kosmologik dalam lingkungan hidup adalah adanya keserasian tata alam yang ada dalam kosmos yang terdiri dari adanya daya alam sebagai fenomena alami seperti, angin, udara, hujan termasuk juga air yang saling memiliki daya dukung kelangsungannya.
Dimensi antropologik adalah keterlibatan manusia dalam keberadaan lingkungan hidup baik terhadap alam (lingkungan fisik) maupun lingkungan biologik (tumbuhan dan hewan) begitu pula dalam konteks hubungan sesama manusia (lingkungan sosial budaya) dalam hal ini benturan perilaku manusia yang membentuk tumbuhnya masyarakat yang aman dan damai dirasakan manfaatnya oleh sesama manusia dalam segala bentuk aspek kehidupan.
Dimensi teologiknya adalah keterkaitan makhluk dalam kedudukannya sebagai makhluk dengan kholiq, yang dalam hal ini Alllah sebagai penciptanya. Pengertian yang lebih jauh bahwa tanpa maujud Allah maka kemungkinan ada ciptaan makhluk itu sendiri adalah mustahil. Artinya peranan Allah terhadap makhluk adalah dominan oleh karena itu makhluk dan kholiq merupakan dua wujud yang sangat berkaitan.
V.      PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Dengan demikian pengertian yang lebih luas dapat diangkat ke permukaan tentang lingkungan hidup yang serasi terletak pada keserasian hubungan alamiyah, manusiawiyah, dan ilahiyah yang diikat oleh makna kemanfaatan sebagai tujuan penciptaan. Artinya Allah menjadikan seluruh alam itu memiliki tujuan kemanfaatan atau adanya manfaat makhluk yang satu terhadap makhlauk yang lain. Hal ini merupakan sunnatullah, yang menjadi kausalitas atau saling sebab dan menyebabkan bagi setiap makhluk.
Keberadaan Allah sebagai al-Khaliq dan Rabb mengakibatkan terciptanya seluruh alam dan isisnya, termasuk manusia yang paling dominan dalam selururh elemen lingkungan hidup. Sedangkan keberadaan lingkungan fisik (alam) merupakan ajang kehidupan makhluk yang lainnya (tumbuhan dan hewan) yang berkeliaran. Begitu pula adanya tumbuh-tumbuhan pada hakekatnya sebagai sarana pemenuhan hajat manusia. Dan pada akhirnya eksistensi manusia merupakan sumber pengembangan seluruh lingkungan hidup. Manusialah yang paling dominan dalam kehidupan makhluk hidup yang dalam pemahaman al-Islam disebut dengan khalifah fil-ardh.
Dalam kedudukan manusia sebagai khalifah, manusia memiliki tugas menghidupsuburkan seluruh komunitas dalam ekosistem tentunya dengan persyaratan yang ketat harus memiliki ilmu pengetahuan sebagai olah ras dan akal. Hal ini tergambar di dalam al-Qur’an yang merupakan antisipasi pengembangan seluruh lingkungan hidup.
Oleh sebab itulah hendaknya manusia dapat menjalin hubungan yang baik terhadap Tuhannya, hubungan sesama manusia dan hubungan terhadap lingkungan (alam tempat tinggalnya). Sehingga mampu menjadi khalifah di bumi dan eksistensinya mampu bermanfaat bagi seluruh alam sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an.
VI.   Lampiran-lampiran
Gambar 1: di lapangan Sekolah Dasar 02 Lebakbarang Kab. Pekalongan
Gambar 2: Monumen Perjuangan Kec. Lebakbarang Kab. Pekalongan
Gambar 3: Hasil panen kopi yang masih dikeringkan dengan panas matahari
Gambar 4: Pengajian rutinan ibu-ibu desa Pandansari dan tadarus al-Qur’an
 
Gambar 5: Cuci sajadah Mushalla Pandansari di Kali Karang
Gambar 6: Jalan sehat anak-anak TPQ di pagi hari (Keliling Desa Pandansari)
Gambar 7: acara rutin ke maqbarah sesepuh desa Pandansari
Gambar 8: Mushalla Pandansari sebagai pusat pendidikan di Bulan Suci
Gambar 9: Hutan dan Sungai sebagai media dan tempat belajar/bermain
Gambar 10: memasukkan nilai-nilai ajaran agama pada adat sedekah bumi
Gambar 11: Anak didik Pandansari mencari dan membuka potensi alam
Gambar 12: menanamkan nilai berbagi dan kebersamaan dari masa kecil
Gambar 13: Generasi muda Desa Teropong belajar mencintai lingkungan alam sekitarnya
Gambar 14: Desa Wonosido menjadikan masjid sebagai pusat peribadatan dan kegiatan agama
Gambar 15: Calon pemimpin keluarga Teropong belajar Tadabur Alam dan mencari inspiratif dari lingkungan alam sekitarnya
Gambar 16: Generasi Muda Desa Teropong menjadikan mushalla sebagai pusat pendidikan di bulan Ramadhan dengan metode tutor sebaya
Gambar 17: Tidak sekedar teori spiritual namun langsung aplikasi dari pendidikan spiritual pada usia dini pada Desa Teropong
Gambar 18: Curug jlarang ada di antara desa Sido Mulyo dan Nambangan
Gambar 19: Curuk Cinde Pelangi di antara Desa Depok dan Wonosido
 









DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (al-Baqarah: 164)

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1989), hlm. 16.

Hasil wawancara dengan Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec. Lebakbarang, pada pukul 09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di Kediaman Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016, pukul 16.30 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa Karang Gondang) pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa Montong, kec. Lebakbarang pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan Gunung Sari, Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016, pukul 20.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido, Kec. Lebakbarang pada pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang, pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari, hari Kamis pada pukul. 11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebakbarang di Kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di sekitar Kec. Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata)  di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 10.00 wib.

Imam Khanafie, 2013, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik), Pekalongan: STAIN Press.
Lois Kattsoff, 1995, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Louis O Katsoff, 1989, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana.

M. Amin Abdullah, 1995, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M. Bahri Ghazali, 2004, Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: CV. Prasasti.

Musa Asy’ari, 2002, Filsafat Islam, Yogyakarta: Lesfi.

Soerjani, 1987, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press.


[1] Imam Kanafie, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik), (Pekalongan: STAIN Press, 2013), hlm. 110.
[2] Imam Kanafie, Ibid, hlm. 112.
[3] Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), hlm. 187.
[4] Louis O Katsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), hlm. 263.
[5] Imam Kanafie, op. cit., hlm. 112-113.
[6] Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang, pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.
[7] Hasil wawancara dengan Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebakbarang di Kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di sekitar Kec. Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016.
[8] Hasil wawancara dengan Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido, Kec. Lebakbarang pada pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.
[9] Hasil wawancara dengan Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec. Lebakbarang, pada pukul 09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.
[10] Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari, hari Kamis pada pukul. 11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.
[11] Hasil wawancara dengan Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa Montong, kec. Lebakbarang pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.
[12] Hasil wawancara dengan Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan Gunung Sari, Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016, pukul 20.00 wib.
[13] Hasil wawancara dengan Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di Kediaman Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016, pukul 16.30 wib.
[14] Hasil wawancara dengan Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa Karang Gondang) pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.
[15] Hasil wawancara dengan Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata)  di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 10.00 wib.
[16] Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1989), hlm. 16.
[17] Soerjani, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, (Jakarta: UI Press, 1987), hlm. 3.
[18] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (al-Baqarah: 164)
[19] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[20] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[21] Lois Kattsoff, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), hlm 71.
[22] Imam Kanafie, op. cit., hlm. 122.
[23] M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2004), hlm. 1.
[24] M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 177.