Selasa, 28 Februari 2017

CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY



HASIL NOTULEN R. SIMPONY
CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY
By: IMAM SYAFI’I
Hari                : Sabtu
Tanggal          : 17 Desember 2016
Moderator      : Arif Chasanul Muna
Notulen           : Imam Syafi’i
Tempat           : RUANG Simpony Hotel Mandarin Pekalongan

Aturan yang digunakan adalah setiap pemakalah mempresentasikan makalahnya selama 7 menit secara berurutan, adapun untuk sesi tanya jawab dilakukan setelah semua pemakalah mempresentasikan makalahnya.
A.      JUDUL:
“Peran Guru dalam Paradigma Profetik dan Implikasinya terhadap Pendidikan Guru”
Berdasarkan QS. al-Baqarah: 129 dan perjalanan hidup Rasulullah terdapat lima peran guru yaitu mu;allim, mudarris, mursyid,muaddib, dan murabbi. Untuk menjalankan lima peran tersebut guru dituntut untuk menguasai bidang keilmuannya, menguasai metode dan strategi pembelajaran, meiliki akhlaq yang baik, berwibawa, memiliki kesadaran pendidikan dan memiliki jiwa guru. Oleh karena itu, pendidikan guru harus dibenahi melalui: (1) Seleksi penerimaan calon mahasiswa guru melalui tes dan wawancara; (2) Pengembangan kampus terpadu; (3) Perkuliahan berbasis research; (4) Penelitian yang berkontribusi dan memberi solusi masalah-masalah pendidikan; (5) Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang bermitra dengan pesantren.
B.       JUDUL:
“Urgensi Memasukkan Mata Kuliah Sains Islam dalam Kurikulum Pendidikan”
Penulis merekomendasikan agar implementasi sains Islam di pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi bisa dilakukan pada suatu lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan Islam berkewajiban untuk mengadopsi sistem Islam di dalam lembaganya, baik manajemen atau pengelolaan sekolah maupun apa-apa materi yang diajarkan sekolah tersebut. Jangan sampai sekolah dan perguruan tinggi memiliki lembaga pendidikan Islam justru mengajarkan hal-hal yang menjauhkan murid dan mahasiswanya dari aqidah dan ajaran Islam. Jangan sampai di lembaga pendidikan Islam justru tokoh-tokoh kafir yang tidak patuh dicontoh perilakunya meskipun mereka penemu dan ilmuan hebat, yang dijadikan idola dan fotonya dipasang di dinding-dinding kelas, sementara tak satupun ilmuan hebat muslim yang terpampang di sana.
Tidak ada salah dan ruginya lembaga pendidikan Islam mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah sain Islam di lembagnya. Mata pelajaran/ kuliah tersebut bisa masuk ke dalam mata pelajaran/mata kuliah yang tanpa harus membuat mata pelajaran/mata kuliah baru, konidi ini dilakukan sambil menynggy pihak-pihak tertentu yang berjuang sexara politis dan memamsukkan Islamisasi dunia pendidikan nasional secara keseluruhan.
C.       JUDUL:
“Penanaman Moral melalui Storytelling Pada Anak Usia Dini”
Penanaman moral melalui pendekatan storytelling pada anak usia dini sangat penting. Dalam storytelling mengandung unsur modelling (teladan) yang dapat diberikan kepada anak-anak melalui ceritanya. Penulis hanya menyusun storytelling yang paling dasar untuk menanamkan moral pada anak usia dini, sehingga orang tua dapat memberikan cerita lain yang mengandung unsur-unsur moral dan mengajarkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan perkembangan anak. Misalnya, sambil bercerita orang tua mengajarkan anak untuk berdo’a setiap sebelum dan sesudah makan, berterima kasih dan bersyukur dengan nikmat yang diterima dan bersikap sopan santun kepada orang lain.
Storytelling merupakan metode yang efektif dan banyak digemari anak tanpa harus memaksanya. Melalui storytelling anak merasa tanpa dinasehati dan diguruhi dengan kata-kata yang menakutkan, sehingga orang tua bisa mengajarkan dan menanamkan moral kepada anak sejak usia dini.
D.      JUDUL:
”Intensive English Class” Sebagai Upaya menumbuh kembangkan Minat dan Integritas Mahasiswa Non-Bahasa Inggris terhadap Mata Kuliah Umum (MKU) Bahasa Inggris Sebuah Rancangan Studi”
Apabila ”Intensive English Class” ini benar-benar diterapkan, akan ada revolusi besar-besaran dalam cara penyampaian MKU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi. Dibutuhkan tekad kuat untuk menjalani perubahan ini, karena metode lama yang telah berjalan hingga puluhan tahun sudah kadung mengakar di dalam sistem pendidikan ini. Namun karena perubahan adalah keniscayaan, segala perubahan yang menuju ke arah perbaikan dan kebaikan patut diberikan ruang untuk bergerak.
Perubahan bentuk perkuliahan ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan mahasiswa Non-Bahasa Inggris untuk mau belajar Bahasa Inggris dengan penuh antusiasme. Saat speaking skill dijadikan materi utama, maka perlahan mahasiswa akan mulai terbiasa untuk berbicaram dengan Bahasa Inggris. Ragam kegiatan speaking, pemilihan materi yang tepat, disertai dukungan moril dosen dan sesama rekan kelas mampu menciptakan suasana pemebelajaran yang kondusif, menenangkan sekaligus menyenangkan.
Terkait dengan pengembangan diri internal mahasiswa, speaking skill adalah skill yang tidak dapat dikuasai begitu saja hanya dengan “melirik” hasil kerja mahasiswa lain. Speaking skill membutuhkan sekaligus menumbuhkan begitu banyak karakter positif, salah satunya adalah integritas yang terbangun dikarenakan kemandirian, kooperatif dan tanggungjawab. Sebagaiman diketahui bersama, integritas adalah salah satu dari tiga nilai strategis dari revolusi mental. Melalui integritas, kepercayaan diri dan etos kerja mahasiswa adalah satu modal utama untuk pembangunan bangsa yang berkarakter positif.
E.       JUDUL:
“Revolusi Mental dan Problematika Bias Gender dalam Dunia Pendidikan”
Bias gender berawal dari adanya aturan-aturan tertentu yang dituntut oleh masyarakat terhadap laki-laki maupun perempuan, bahkan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam menyuburkan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Munculnya bias gender dalam bidang pendidikan telah mendasari munculnya teori-teori feminisme dalam wacana pendidikan yakni teori feminisme liberal, radikal, marxis dan sosialis postrukturalis dan postmodernisme. Teori-teori tersebut memandang berbagai penyebab maupun solusi yang dapat dipilih dari adanya bias gender yang terjadi.
Bentuk-bentuk diskriminasi gender terlihat dalam stereotype, subordination, marginalization, violence, double burden. Adapun permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Bias gender yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terlihat dari beberapa dimensi utama yakni: kurangnya partisipasi, kurangnya keterwakilan, perlakuan yang tidak adil, dimensi akses, dimensi proses pembelajaran, dimensi penguasaan, dimensi kontrol dan dimensi manfaat. Adapun untuk mengatasi permasalahan bias gender dapat diawali dari keluarga, sekolah dan pemerintah. Sehingga nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan yang merata dapat merubah pandangan tentang bias gender yang terlanjur melekat dalam dunia pendidikan.
F.        JUDUL:
“Peran Bimbingan dan Konseling Islami dalam mewujudkan Revolusi Mental”
Revolusi mental merupakan gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik. Revolusi mental merupakan suatu keharusan, agar bangsa Indonesia berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mewujudkan Gerakan Nasional, dirumuskan tiga nilai Revolusi Mental, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. Di mana masing-masing nilai tersebut meiliki contoh perilaku yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mewujudkan revolusi mental. Ketiga nilai revolusi mental tersebut dapat diwujudkan melalui strategi internalisasi jalur birokrasi, jalur pendidikan, jalur swasta, dan jalur kelompok masyarakat.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam merealisasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) melalui strategi internalisasi pada jalur pendidikan. Usaha tersebut dapat dimulai dari merekonstruksi ilmu pengetahuan pada masing-masing bidang keilmuan yang dikembangkannya. Diantaranya ialah melalui bidang keilmuan Bimbingan Konseling Islami, yang mengacu pada pemaksimalan potensi (fitrah) dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Termasuk di dalamnya adalah usaha dalam perwujudan akhlak terpuji yang merupakan tonggak awal Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Dengan kata lain, apabila sudah tercipta pribadi Muslim (Insan Kamil) yang memiliki akhlak terpuji, maka konstruksi mental yang diharapkan dari mulai corak cara berpikir, cara merasa, sampai kepada cara bertindak dapat terwujud. Sehingga revolusi mental yang didengungkan oleh pemerintah dapat terealisasi.
G.      JUDUL:
“The Relationship Between The Demonstration Method and Learning Interest With Fiqih Learning Achievemen Islamic Junior High School Al-Kamal Jakarta”
Based on all the discussion that has been the author described the discussion in advance, it can be formulated some consclusions as follows:
1.         There is a positive relationship between demonstration method of the fiqih learning achievemen, which is indicated by a correlation coefficient of 0,763 and the determination coefficient of 0,582.
2.         There is positive relationship between the variables of learning interest with fiqih learning achievemen. This is indicated by a correlation coefficient of 0,743 and determination coefficient of 0,552.
3.         There is a positive relationship between demonstration method and learning Interest together with the fiqih learning achievemen. This is demonstrated by the multiple correlation coefficient between X¹ and X² with Y obtained price r = 0,772 and determination coefficient 0,595.
H.      JUDUL:
“Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia”
Pendidikan Islam di Indonesia secara kuantitas sangat membanggakan, namun dari segi kualitas masih perlu banyak pembenahan dan penataan sebagai upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam, khususnya di sekolah Islam dan Madrasah.
Ada beberapa aspek yang bisa diupayakan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam baik dari segi pemberdayaan komite sekolah dan madrasah, keterlibatan orang tua dan masyarakat maupun peningkatan kompetensi guru sebagai pendidik profesional. Guru sebagai pendidik profesional harus sesuai kualifikasi akademik, mengembangkan potensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Di samping itu guru harus selalu mengupgrade diri secara dinamis melalui kegiatan-kegiatan peningkatan kompetensi dan ketrampilan sebagai pendidikan profesional.
Selain peningkatan keterlibatan dan pemberdayaan aspek komite, guru dan orang tua serta masyarakat, perlu peningkatan proses belajar mengajar dan hasil belajar mengajar di sekolah dan madrasah supaya pendidikan Islam di sekolah Islam dan madrasah bisa lebih tepat sasaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Upaya lain berupa peningkatan etos kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan, di samping itu perlu diimbangi perbaikan managemen dan keteladanan dari kepala sekolah dan madrasah juga dari pimpinan yayasan dan lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri.

Pekalongan, 17 Desember 2016

Notulen

IMAM SYAFI’I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar