HASIL NOTULEN R. SIMPONY
CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY
By: IMAM SYAFI’I
Hari : Sabtu
Tanggal : 17 Desember 2016
Moderator : Arif Chasanul Muna
Notulen : Imam Syafi’i
Tempat : RUANG Simpony Hotel Mandarin
Pekalongan
Aturan
yang digunakan adalah setiap pemakalah mempresentasikan makalahnya selama 7
menit secara berurutan, adapun untuk sesi tanya jawab dilakukan setelah semua
pemakalah mempresentasikan makalahnya.
A.
JUDUL:
“Peran Guru dalam Paradigma Profetik dan Implikasinya
terhadap Pendidikan Guru”
Berdasarkan QS. al-Baqarah: 129 dan
perjalanan hidup Rasulullah terdapat lima peran guru yaitu mu;allim,
mudarris, mursyid,muaddib, dan murabbi. Untuk menjalankan lima peran
tersebut guru dituntut untuk menguasai bidang keilmuannya, menguasai metode dan
strategi pembelajaran, meiliki akhlaq yang baik, berwibawa, memiliki kesadaran
pendidikan dan memiliki jiwa guru. Oleh karena itu, pendidikan guru harus dibenahi
melalui: (1) Seleksi penerimaan calon mahasiswa guru melalui tes dan wawancara;
(2) Pengembangan kampus terpadu; (3) Perkuliahan berbasis research; (4)
Penelitian yang berkontribusi dan memberi solusi masalah-masalah pendidikan;
(5) Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang bermitra dengan pesantren.
B.
JUDUL:
“Urgensi Memasukkan Mata Kuliah Sains Islam dalam Kurikulum
Pendidikan”
Penulis merekomendasikan agar
implementasi sains Islam di pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi
bisa dilakukan pada suatu lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan
Islam berkewajiban untuk mengadopsi sistem Islam di dalam lembaganya, baik
manajemen atau pengelolaan sekolah maupun apa-apa materi yang diajarkan sekolah
tersebut. Jangan sampai sekolah dan perguruan tinggi memiliki lembaga pendidikan
Islam justru mengajarkan hal-hal yang menjauhkan murid dan mahasiswanya dari
aqidah dan ajaran Islam. Jangan sampai di lembaga pendidikan Islam justru
tokoh-tokoh kafir yang tidak patuh dicontoh perilakunya meskipun mereka penemu
dan ilmuan hebat, yang dijadikan idola dan fotonya dipasang di dinding-dinding
kelas, sementara tak satupun ilmuan hebat muslim yang terpampang di sana.
Tidak ada salah dan ruginya lembaga
pendidikan Islam mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah sain Islam di
lembagnya. Mata pelajaran/ kuliah tersebut bisa masuk ke dalam mata
pelajaran/mata kuliah yang tanpa harus membuat mata pelajaran/mata kuliah baru,
konidi ini dilakukan sambil menynggy pihak-pihak tertentu yang berjuang sexara
politis dan memamsukkan Islamisasi dunia pendidikan nasional secara
keseluruhan.
C.
JUDUL:
“Penanaman
Moral melalui Storytelling Pada Anak Usia Dini”
Penanaman moral melalui pendekatan storytelling
pada anak usia dini sangat penting. Dalam storytelling mengandung unsur modelling
(teladan) yang dapat diberikan kepada anak-anak melalui ceritanya. Penulis
hanya menyusun storytelling yang paling dasar untuk menanamkan moral pada anak
usia dini, sehingga orang tua dapat memberikan cerita lain yang mengandung
unsur-unsur moral dan mengajarkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan
perkembangan anak. Misalnya, sambil bercerita orang tua mengajarkan anak untuk
berdo’a setiap sebelum dan sesudah makan, berterima kasih dan bersyukur dengan
nikmat yang diterima dan bersikap sopan santun kepada orang lain.
Storytelling merupakan metode yang
efektif dan banyak digemari anak tanpa harus memaksanya. Melalui storytelling
anak merasa tanpa dinasehati dan diguruhi dengan kata-kata yang menakutkan,
sehingga orang tua bisa mengajarkan dan menanamkan moral kepada anak sejak usia
dini.
D.
JUDUL:
“”Intensive English Class” Sebagai Upaya menumbuh
kembangkan Minat dan Integritas Mahasiswa Non-Bahasa Inggris terhadap Mata
Kuliah Umum (MKU) Bahasa Inggris Sebuah Rancangan Studi”
Apabila ”Intensive English Class”
ini benar-benar diterapkan, akan ada revolusi besar-besaran dalam cara
penyampaian MKU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi. Dibutuhkan tekad kuat untuk
menjalani perubahan ini, karena metode lama yang telah berjalan hingga puluhan
tahun sudah kadung mengakar di dalam sistem pendidikan ini. Namun karena
perubahan adalah keniscayaan, segala perubahan yang menuju ke arah perbaikan
dan kebaikan patut diberikan ruang untuk bergerak.
Perubahan bentuk perkuliahan ini
diharapkan dapat menumbuhkembangkan mahasiswa Non-Bahasa Inggris untuk mau
belajar Bahasa Inggris dengan penuh antusiasme. Saat speaking skill dijadikan
materi utama, maka perlahan mahasiswa akan mulai terbiasa untuk berbicaram
dengan Bahasa Inggris. Ragam kegiatan speaking, pemilihan materi yang tepat,
disertai dukungan moril dosen dan sesama rekan kelas mampu menciptakan suasana
pemebelajaran yang kondusif, menenangkan sekaligus menyenangkan.
Terkait dengan pengembangan diri
internal mahasiswa, speaking skill adalah skill yang tidak dapat dikuasai begitu
saja hanya dengan “melirik” hasil kerja mahasiswa lain. Speaking skill
membutuhkan sekaligus menumbuhkan begitu banyak karakter positif, salah satunya
adalah integritas yang terbangun dikarenakan kemandirian, kooperatif dan
tanggungjawab. Sebagaiman diketahui bersama, integritas adalah salah satu dari
tiga nilai strategis dari revolusi mental. Melalui integritas, kepercayaan diri
dan etos kerja mahasiswa adalah satu modal utama untuk pembangunan bangsa yang
berkarakter positif.
E.
JUDUL:
“Revolusi
Mental dan Problematika Bias Gender dalam Dunia Pendidikan”
Bias gender berawal dari adanya
aturan-aturan tertentu yang dituntut oleh masyarakat terhadap laki-laki maupun
perempuan, bahkan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam
menyuburkan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan
gender dalam masyarakat.
Munculnya bias gender dalam bidang
pendidikan telah mendasari munculnya teori-teori feminisme dalam wacana
pendidikan yakni teori feminisme liberal, radikal, marxis dan sosialis
postrukturalis dan postmodernisme. Teori-teori tersebut memandang berbagai
penyebab maupun solusi yang dapat dipilih dari adanya bias gender yang terjadi.
Bentuk-bentuk diskriminasi gender
terlihat dalam stereotype, subordination, marginalization, violence, double
burden. Adapun permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam dunia
pendidikan. Bias gender yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terlihat dari
beberapa dimensi utama yakni: kurangnya partisipasi, kurangnya keterwakilan,
perlakuan yang tidak adil, dimensi akses, dimensi proses pembelajaran, dimensi
penguasaan, dimensi kontrol dan dimensi manfaat. Adapun untuk mengatasi
permasalahan bias gender dapat diawali dari keluarga, sekolah dan pemerintah.
Sehingga nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan yang merata dapat merubah pandangan
tentang bias gender yang terlanjur melekat dalam dunia pendidikan.
F.
JUDUL:
“Peran Bimbingan dan Konseling Islami dalam mewujudkan
Revolusi Mental”
Revolusi mental merupakan gerakan
seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa
menjadi Indonesia yang lebih baik. Revolusi mental merupakan suatu keharusan,
agar bangsa Indonesia berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Dalam
mewujudkan Gerakan Nasional, dirumuskan tiga nilai Revolusi Mental, yakni
integritas, etos kerja, dan gotong royong. Di mana masing-masing nilai tersebut
meiliki contoh perilaku yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
dalam rangka mewujudkan revolusi mental. Ketiga nilai revolusi mental tersebut
dapat diwujudkan melalui strategi internalisasi jalur birokrasi, jalur
pendidikan, jalur swasta, dan jalur kelompok masyarakat.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)
sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting
dalam merealisasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) melalui strategi
internalisasi pada jalur pendidikan. Usaha tersebut dapat dimulai dari
merekonstruksi ilmu pengetahuan pada masing-masing bidang keilmuan yang
dikembangkannya. Diantaranya ialah melalui bidang keilmuan Bimbingan Konseling
Islami, yang mengacu pada pemaksimalan potensi (fitrah) dalam memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan sekolah. Termasuk di dalamnya adalah usaha dalam perwujudan akhlak
terpuji yang merupakan tonggak awal Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Dengan kata lain, apabila sudah tercipta pribadi Muslim (Insan Kamil)
yang memiliki akhlak terpuji, maka konstruksi mental yang diharapkan dari mulai
corak cara berpikir, cara merasa, sampai kepada cara bertindak dapat terwujud.
Sehingga revolusi mental yang didengungkan oleh pemerintah dapat terealisasi.
G.
JUDUL:
“The Relationship Between The Demonstration Method and
Learning Interest With Fiqih Learning Achievemen Islamic Junior High School
Al-Kamal Jakarta”
Based on all the discussion that has
been the author described the discussion in advance, it can be formulated some
consclusions as follows:
1.
There is a positive
relationship between demonstration method of the fiqih learning achievemen,
which is indicated by a correlation coefficient of 0,763 and the determination
coefficient of 0,582.
2.
There is positive
relationship between the variables of learning interest with fiqih learning
achievemen. This is indicated by a correlation coefficient of 0,743 and
determination coefficient of 0,552.
3.
There is a positive
relationship between demonstration method and learning Interest together with
the fiqih learning achievemen. This is demonstrated by the multiple correlation
coefficient between X¹ and X² with Y obtained price r = 0,772 and determination
coefficient 0,595.
H.
JUDUL:
“Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia”
Pendidikan Islam di Indonesia secara
kuantitas sangat membanggakan, namun dari segi kualitas masih perlu banyak
pembenahan dan penataan sebagai upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan
Islam, khususnya di sekolah Islam dan Madrasah.
Ada beberapa aspek yang bisa diupayakan
untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam baik dari segi
pemberdayaan komite sekolah dan madrasah, keterlibatan orang tua dan masyarakat
maupun peningkatan kompetensi guru sebagai pendidik profesional. Guru sebagai
pendidik profesional harus sesuai kualifikasi akademik, mengembangkan potensi
pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Di samping itu guru harus
selalu mengupgrade diri secara dinamis melalui kegiatan-kegiatan peningkatan
kompetensi dan ketrampilan sebagai pendidikan profesional.
Selain peningkatan keterlibatan dan
pemberdayaan aspek komite, guru dan orang tua serta masyarakat, perlu
peningkatan proses belajar mengajar dan hasil belajar mengajar di sekolah dan
madrasah supaya pendidikan Islam di sekolah Islam dan madrasah bisa lebih tepat
sasaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Upaya lain berupa peningkatan etos
kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan, di samping itu perlu diimbangi
perbaikan managemen dan keteladanan dari kepala sekolah dan madrasah juga dari
pimpinan yayasan dan lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri.
|
Pekalongan,
17 Desember 2016
Notulen
IMAM SYAFI’I
|