MAKALAH
THALES DAN ANAXIMANDROS
Disusun Guna Memenuhi Tugas:
Mata kuliah : Pengantar Filsafat
Dosen Pengampuh : Amat Zuhri,
Oleh :
IMAM SYAFI’I 2021 111 071
Kelas: PAI B
PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin
tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda disekitarnya,
seperti bulan, bintang, dan matahari. Bahkan ingin tahu tentang dirinya
sendiri.
Ilmu pengetahuan merupakan pencarian
makna praktis, yaitu penjelasan yang bisa dimanfaatkan. Penjelasan ini telah
menjadi dasar ilmu pengetahuan manusia dari zaman pra-sejarah hingga awal abad
ke-20.
Ilmu pengetahuan abad ke-20 telah
mengubah segalanya, kemajuan- kemajuan
serupa itu sebenarnya telah terjadi di masa-masa sebelumnya. Salah satunya terjadi
kira-kira tahun 2500 SM, di sekitar Yunani bermunculan tokoh-tokoh pemikir yang
dikenal dengan sebutan Filsuf. Diantaranya yaitu Thales dan Anaximandros.
Filsuf
memiliki pemikiran dan metode masing-masing dalam menjabarkan asal mula alam,
seperti Thales yang berpendapat bahwa alam ini terbuat dari Air, sedangkan
Anaximandros mengemukakan bahwa asal alam ini ialah seseuatu yang tak terbatas
dan tak terhingga yaitu To Apeiron, dan filosop alam yang terakhir yakni Anaximenes berpendapat
bahwa alam ini berasal dari udara.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi hidup Thales dan apa saja pemikirannya ?
2.
Bagaimana
biografi hidup Anaximandros.dan apa saja pemikirannya ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Thales dan Pemikiranya
1.
Biografi
Thales
Thales
adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM.
Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam
menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan
berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di
dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga
dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani
hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar ‘filsuf yang pertama’.
Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi,
dan politik. Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke
dalam Mazhab Miletos.[1]
Thales
(624-546 SM) lahir di kota Miletos yang merupakan tanah perantauan orang-orang
Yunani di Asia Kecil. Situasi Miletos yang makmur memungkinkan orang-orang di
sana untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu.
Hal itu merupakan awal dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan
bahwa para filsuf Yunani pertama lahir di tempat ini.[2]
Thales
adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Di Mesir, Thales
mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Ia dikatakan dapat mengukur
piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya
kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhail
memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 Mei tahun 585 SM.
Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari catatan-catatan
astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.
Di
dalam bidang politik, Thales pernah menjadi penasihat militer dan teknik dari
Raja Krosus di Lydia. Selain itu, ia juga pernah menjadi penasihat politik bagi
dua belas kota Iona[3]
2.
Pemikiran-Pemikiran
Thales
Dalam ilmu filsafat thales dikenal
memiliki beberapa pemikiran-pemikiran yaitu:
a.
Air
sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah
prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal,
pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan
dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu
tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi
Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk
hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk
hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair,
dan gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan
pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang
satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
b.
Pandangan
tentang Jiwa
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu
di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup
tetapi juga benda mati.Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme.
Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena
mampu menggerakkan besi.
c.
Pandangan
Politik
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales
pernah memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia yang sedang terancam oleh
serangan dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM. Thales menyarankan
orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama
di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia. Di dalam sistem
tersebut, kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari
keseluruhan sistem pemerintahan Ionia. Dengan demikian, Ionia telah menjadi
sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.[4]
Di dalam geometri, Thales dikenal
karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu
seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales berisi
sebagai berikut:
Jika AC adalah sebuah
diameter, maka sudut B adalah selalu sudut siku-siku
Teorema Thales :
Thales mengemukakan proposisi yang dikenal dengan theorema
Thales, yaitu:
- Lingkaran dibagi dua oleh garis yang melalui pusatnya yang disebut dengan diameter.
- Besarnya sudut-sudut alas segitiga sama kali adalah sama besar.
- Sudut-sudut vertikal yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lurus menyilang, sama besarnya.
- Apabila sepasang sisinya, sepasang sudut yang terletak pada sisi itu dan sepasang sudut yang terletak dihadapan sisi itu sama besarnya, maka kedua segitiga itu dikatakan sama sebangun.
- Segitiga dengan alas diketahui dan sudut tertentu dapat digunakan untuk mengukur jarak kapal.[5]
B.
Biografi Anaximandros dan Pemikiranya.
1.
Biografi Anaximandros
Anaximandros
adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales.
Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari
Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf
pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari
tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[6]
Menurut
Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur
63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM.Karena
itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan
pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai,
sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.[7]
Menurut
tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi
dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama
kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia
memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke
Apollonia di Laut Hitam. Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau
mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon.Ditambah lagi,
ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki
fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula
kehidupan, termasuk asal-mula manusia. Kendati ia lebih muda 15 tahun dari
Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.[8]
2.
Pemikiran-Pemikiran
Anaximandros
a.
To
Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid
Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya
mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air
merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam
segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun
kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada
di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak
mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu
haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca
indera. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to
apeiron.
To apeiron berasal dari bahasa Yunani
a=tidak dan eras=batas. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip
dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi
segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam
jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang
kering dan yang basah, malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua
pada akhirnya akan kembali.[9]
b.
Pandangan
tentang Alam Semesta
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros
membangun pandangannya tentang alam semesta. Menurut Anaximandros, dari to
apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama
lain. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di
dalamnya. Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku. Yang beku inilah
yang kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian
terpecah-pecah pula. Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian
terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi
dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari
tingginya. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya,
dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.
Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan
bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai
asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh
udara yang basah. Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi
menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada
bumi.
c.
Pandangan
tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di
bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya bumi diliputi air
semata-mata.. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering
dan menjadi daratan. Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke
daratan dan mulai berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin
manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia
memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah
makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan
dan kemudian menjadi manusia.[10]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan.
Dari pemikiran-pemikran
filsuf-filsuf awal seperti Thales dan Anaximandros dapat disimpulkan bahwa:
Alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang mempunyai dasar atas asal yang satu, walaupum mereka tidak sepakat tentang yang satu yang menjadi dasar dari kejadian alam semesta ini.
Alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang mempunyai dasar atas asal yang satu, walaupum mereka tidak sepakat tentang yang satu yang menjadi dasar dari kejadian alam semesta ini.
Alam
semesta ini di kuasai oleh hokum,
kejadian-kejadian dalam alam ini tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada
semacam keharusan di belakang kejadian-kejadian itu. Akibatnya , alam semesta
ini merupakan kosmos dalam arti alam
yang teratur sebagai lawan dari chaos yang berarti alam yang kacau balau.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna. 1980. Pembimbing ke Arah
Alam Filsafat. Jakarta : PT. PEMBANGUNAN.
Barnes, Jonathan. 2001. Early Greek
Philosophy. Jakarta : Penguin.
Praja, Juhaya S. 2005. Aliran-Aliran
Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
Bertens, K.1990. Sejarah Filsafat Yunani.
Yogyakarta : Kanisius.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta:
Teras.
Tafsir, Akhmad. 2000. Filsafat Umum Akal
dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Petrus, Simon L.Tjahjadi. 2004. Petualangan
Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
[2] Prof. DR.
Akhmad Tafsir, FILSAFAT UMUM Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung:PT
REMAJA ROSDAKARYA,2000), Edisi Revisi, hlm.47-48
[3] I.R.Poedjawijatna,Pembimbing
ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta : PT PEMBANGUNAN,1980),cetakan
kelima,hlm.19
[6] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani.
Yogyakarta: Kanisius. Hal. 28-31.
[7] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London:
Penguin.
[8] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.
Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.
[9] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual.
Yogyakarta: Kanisius. Hal. 21-22.
[10] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.
Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar