Senin, 07 Oktober 2013

catatan kecil ilmu pendidikan

CATATAN KECIL  ILMU PENDIDIKAN

BAB I
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN

A.    PENGERTIAN ILMU PENDIDIKAN


1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, yang mendapat awalan pe dan akhiran kan yang berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Inggris disebut education yang berarti pengembangan atau bimbingan dan dalam bahsa Arab al-Tarbiyah yang berarti pendidikan.
Dalam pengertian yang luas semua pengalaman dapat dikatakan sebagai pendidikan. Sebagaimana dikatakan oleh Lodge hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup. Jadi semua pengalaman yang ada dalam kehidupan manusia dapat dikatakan sebagai pendidikan. Sedangkan dalam pengertian yang sempit Lodge menyatakan bahwa pendidikan adalah pewarisan adat istiadat, pandangan hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam pengertian semacam ini Pendidikan berarti dalam prakteknya identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam kondisi-kondisi yang diatur.
       Dalam pandangan H. Horne pendidikan adalah suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan manusia dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos.
       Menurut  Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh terpisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak yang kita didik sesuai dengan dunianya.
       Pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Ilmu Pendidikan
       Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah. Ilmu juga bisa diartikan sebagai suatu uraian yang tersusun secara lengkap tentang sesuatu dari keberadaan.
       Dengan demikian ilmu pendidikan adalah uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan pendidikan kepada peserta didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar menjadi manusuia dewasa, baik dalam segi jasmani maupun rohani sehingga mampu menjadi anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

B.     RUANG LINGKUP ILMU PENDIDIKAN

       Ruang lingkup kajian ilmu pendidikan sangat luas sebab banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan pendidikan. Adapun ruang lingkup Ilmu Pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Perbuatan mendidik itu sendiri
2.      Peserta didik
3.      Dasar dan Tujuan pendidikan
4.      Pendidik
5.      Materi pendidikan
6.      Metode Pendidikan
7.      Evaluasi Pendidikan
8.      Alat-alat Pendidikan
9.      Lingkungan Pendidikan

  1. KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN
1.      Ia melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan yang sesuai dengan cita-cita dan aspirasi masyarakat dan diharuskan jadi kenyataan.
2.      Memberikan bahan informasi terhadap pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan Ilmu pendidikan.
3.      Menjadi korektor terhadap kekurangan teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan, sehingga dimungkinkan pertemuan antara teori dan praktik semakin dekat dan semakin interaktif.















BAB II

DASAR DAN LANDASAN (ASAS) PENDIDIKAN


A.    LANDASAN (DASAR) PENDIDIKAN

         Dasar dalam bahasa Inggris foundation, Perancis fondament, Latin fundamentum. Secara bahasa berarti adalah alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu. Dasar mebngandung pengertian sebagai berikut:
1.      Sunmber dan sebab adanya sesuatu.
2.      Sumber pengetahuan, ajaran dan hukum.
3.      Dasar berdirinya sesuatu.
Sehingga dasar pendidikan  berarti fundamen yang menjadi sumber inspirasi penyelenggaraan pendidikan yang bersifat ideal.
Adapun dasar-dasar pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Dasar filosofis
         Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung secara terus menerus dari generasi ke generasi di segala tempat di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarkan sesuai dengan pandangan hidup setiap masyarakat tertentu. Oleh karena itu, meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup tersebut. Dengan kata lain pendidikan diselenggarakan berdasarkan falsafah hidup bangsa Indonesia.
Dasar filosofis ini bersumberkan kepada religi (keyakinan) agama yang dianut oleh masyarakat dan berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
2.      Dasar sosiologis
         Sementara itu dalam upaya menjadikan peserta didik mencapai kedewasaam jasmani dan rohani perlu disesuaikan dengan latar belakang sosial setiap masyarakat tertentu. Oleh karena itu, pendidikan itu hendaknya disesuaikan dengan latar belakang sosio masyarakat tempat dilaksanakannya pendidikan. Dengan kata lain pendidikan diselenggarakan berdasarkan sosial masyarakat Indonesia.
3.      Dasar kultural
Dengan dasar kultural ini pendidikan akan diselenggarkan berdasarkan kultur budaya yang ada di masyarakat sehingga pendidikan akan dapat diselenggarkan berdasarkan kekhasan budaya yang dimiliki oleh masyarakat tempat dilaksanakannya pendidikan tersebut.
4.      Dasar psikologis
Dengan landasan psikologis ini akan membekali tenaga pendidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya.
5.      Dasar ilmiah dan teknologis
Dasar Iptek akan membekali tenaga kependidikan, khususnya guru tentang sumber bahan pengajaran.

  1. ASAS-ASAS PENDIDIKAN
         Asas-asas pendidikan adalah asas-asas yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan  secara praktis/teknis  (operasional). Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanan. Asas-asas pokok pendidikan antara lain:
1.      Asas tut wuri handayani
Asas tut wuri handayani merupakan asas yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara (1922) yang berarti jika dibelakang mengikuti dengan awas. Dengan asas ini guru hendaknya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan kreatifitasnya tanpa dikekang dan apabila peserta didik tidak menjalankan tugas belajarnya dengan baik, maka hendaknya guru memberikan pengarahan dan pengawasan agar pendidikan berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2.      Asas Belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long education) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup. Pendidikan seumur hidup dalam proses belajar mengajar mengemban dua misi, yakni membelajarkan peserta didik dengan efektif dan efisien dan meningkatkan kemampuan belajar mandiri sebagai basis dari belajar sepanjang hayat.
3.      Asas kemadirian dalam belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun asas belajar sepanjang hayat berkaitan dengan asas kemandirian dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedini mungkin dikembangkan asas kemandirian dalam  belajar dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap membantu apabila diperlukan.
Perwujudan asas kemadirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain seperti informator, organisator, dan sebagainya. 








BAB III
BATAS-BATAS PENDIDIKAN

Kapankah anak mulai dididik? Dan kapankah anak selesai dididik? Dalam hal ini banyak pendapat para ahli yang memiliki garis perbedaan.
Kapan dimulai pendidikan (mendidik) menurut Langeveld kalau anak sudah mengerti arti gezag (kewibawaan). Sebelum anak mengerti kewibawaan belum dapat dididik. Jadi anak yang masih sangat kecil belum dapat dididik. Dapatnya hanya diberikan paksaan-paksaan (dressuur).
Tetapi paksaan-paksaan yang diberikan kepada anak kecil itu ditujukan kepada kedewasaan anak. Maka paksaan yang diberikan kepada anak yang masih kecil itu disebut dengan pendidikanpendahuluan bukannya dressuur.
Anak mulai dididik menurut Langeveld kira-kira berumur 3 tahun karena anak sudah mengenal akan arti kewibawaan. Dan dapat diakhiri kalau anak itu sudah dewasa atau tidak membutuhkan pertolongan lagi.
Dewasa menurut Langeveld adalah dewasa dalam segi jasmani dan rokhani. Dewasa dalam segi jasmani apabila umur dan pertumbuhan jasmaninya sudah memenuhi. Adapun dewasa rokhani apabila anak itu sudah dapat berdiri sendiri, bertanggungjawab, susila, tidak lagi membutuhkan pertolongan orang lain.
Menurut pendapat yang lain pendidikan bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan atau pranatal education. Masa pranatal sebenarnya bisa dibagi menjadi 2 bagian, yaitu masa pra konsepsi dan masa pasca konsepsi. Masa pra konsepsi adalah masa di mana dimulainya pendidikan sejak pra nikah sebagaimana pendapat prof. Brodjonegoro di bawah ini. Sedangkan masa pasca konsepsi adalah di mulainya pendidikan sejak anak masih dalam kandungan. 
Prof. Brodjonegoro menyatakan bahwa pendidikan bisa dimulai sejak pra nikah. Dengan menggunakan basis filosofis jawa”bibit, bebet dan bobot. Bibit berarti putranya siapa? Maksudnya apakah dari keturunan orang baik-baik, sebab dikhawatirkan kalau bukan keturunan orang baik-baik akan mempengaruhi keturunannya kelak. Bebet artinya pribadi calon menantu tersebut. Bagaiaman tampang dan sikapnya, bagaimana wataknya. Bagaiamana fisiknya, kesehatannya, pantasnya, halusnya, tegas, keras dan lain-lain.Bobot, berarti apakah anak orang berada atau cukupan atau bahkan kurang. Apakah dapat mencari nafkah untuk kehidupan berkeluarga kelak.
Kapankah anak selesai dididik? Menurut Langeveld tujuan pendidikan adalah kedewasaan jasmani dan rohani. Dengan demikian apabila anak sudah mencapai kedewasaan umurnya dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri, maka pendidikan sudah tidak diperlukan lagi (berakhir).
Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan dimulai dari lahir sampai mati. Dengan istilah yang terkenal “life long education” (pendidikan seumur hidup). Jadi meskipun orang itu sudah tua umurnya, tetapi masih perlu dididik selama orang itu masih hidup.
Ada lagi pendapat yang menyatakan pendidikan dimulai dari ayunan samapai ke liang lahat (from the cradle to the grave).
Pendidikan yang sesungguhnya dapat dilakukan setelah anak dapat diajak berbuat sesuatu hal. Bisa diajak berinteraksi antara pendidik dan peserta didik. Atau dengan kata lain anak sudah mengenal kewibawaan. Tetapi walaupun demikian, pendidikan yang dilaksanakan sebelum lahir atau sejak lahirpun dapat dikatakan sebagai pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permulaan pendidikan dan berakhirnya pendidikan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pendidikan dimulai sebelum kawin dann diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
2.      Pendidikan dimulai sebelum kawin dan diakhiri sampai mati.
3.      Pendidikan dimulai sebelum anak lahir dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
4.      Pendidikan dimulai sebelum anak lahir dan diakhiri sampai mati.
5.      Pendidikan dimulai setelah anak lahir dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
6.      Pendidikan dimulai setelah anak lahir dan diakhiri sampai mati.
7.      Pendidikan dimulai setelah anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sesudah anak mencapai kedewasaan.
8.      Pendidikan dimulai setelah anak mengenal kewibawaan dan diakhiri sampai mati.
















BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN

Dalam ilmu pendidikan kita mengenal berbagai macam faktor pendidikan. Sementara itu ahli-ahli pendidikan membagi faktor-faktor pendidikan tersebut menjadi lima macam:
1.      Faktor tujuan.
2.      Faktor Pendidik.
3.      Faktor peserta didik.
4.      Faktor alat-alat.
5.      Faktor alam sekitar (milieu).
Ada sementara ahli pendidikan yang membagi faktor pendidikan menjadi empat macam:
1.      Faktor tujuan.
2.      Faktor Pendidik.
3.      Faktor Peserta didik.
4.      Faktor alat-alat.
Faktor-faktor pendidikan dapat berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi dan berhubungan satu sama lainnya. Adapaun faktor-faktor pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
A.    FAKTOR TUJUAN
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya  terbagi dalam beberapa jenis, yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional.
Tujuan nasional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa. Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu dan tujuan instruksional (tujuan pembelajaran/kompetensi) adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau suatu sub bahasan tertentu.
Menurut Langeveld ada enam tujuan pendidikan, yaitu:
1.      Tujuan umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai duiakhir proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani.
2.      Tujuan Khusus.
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, inteligensi, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan sebagainya.

3.      Tujuan tidak lengkap.
Tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya aspek psiklogis, biologis, atau sosiologis saja.
4.      Tujuan Sementara.
Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya sementara. Apabila tujuan sementara sudah tercapai, tujuan itu akan ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain.
5.      Tujuan intermediet.
Tujuan intermediet adalah tujuan perantara untuk mencapai tujuan yang lain yang utama.Misalnya, anak dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar kelak ia mempunyai rasa tanggung jawab.
6.      Tujuan insindental.
Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, yanmg sifatnya seketika dan spontan. Misalnya, orang tua menegur anaknya agar berbicara sopan.

B.     FAKTOR PENDIDIK
Dalam proses belajar mengajar, terdiri dari beberapa komponen yang diantaranya adalah pendidik. Pendidik adalah sosok pengganti dari orang tua baik di lembaga formal maupun non formal. Keberadaan pendidik menjadi suri tauladan  bagi peserta didik baik perkataan maupun perbuatannya.
Seorang pendidik berkewajiban mendampingi peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Oleh sebab itu diperlukan hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
Dari segi bahasa pendidik adalah orang yang memberi pendididikan (pengajar). Sehingga pendidik dalam konteks ini adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Menurut Sutari Imam Barnadib pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Dengan demikian secara umum Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.
Adapun pendidik dalam kaitannya dengan pendidikan terhadap orang lain pada garis besarnya dapat dikategorikan kedalam orang tua, guru dan masyarakat.
a.  Orang tua
            Orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama bagi seorang anak. Karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Di dalam lingkungan keluarga dalam pertumbuhan psikis dan fisiknya sangat membutuhkan bimbingan dari orang tua.
b. Guru
Sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia dan pekerjaan, maka orang tua tidak bisa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan anak. Karena itulah orang tua melimpahkan sebagaian tanggung jawabnya kepada orang lain, dalam hal ini adalah guru. Guru yang ideal harus mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial.
c. Masyarakat
 Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Karena itulah pendidikan dalam Islam merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat, bukan tanggung jawab individu tertentu. Sebab, masyarakat adalah kumpulan-kumpulan individu yang menjalin satu kesatuan.

C.    FAKTOR PESERTA DIDIK
Pendidikan pada saat ini sudah mengalami perubahan yang begitu cepat, dimana terdapat paradigma dalam pendidikan yang menggunakan simbol proses pembelajaran sehingga yang dulunya dalam pendidikan guru adalah orang yang paling tahu dan mempunyai peran yang dominan dalam proses pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah   (Teacher Learning Centered), akan tetapi pada saat sekarang ini proses pembelajaran lebih berpola pada (Student learning Centered), yaitu suatu pola proses pembelajaran yang dituntut lebih aktif adalah peserta didik.
Untuk mengetahui paradigma di atas, maka kita harus mengetahui apa, siapa dan bagaimana peserta didik harus berbuat dan bersikap dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan dari proses pendidikan yang sedang dilaksanakan.
 Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang sedang mengalami perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka sedang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan optimal kemampuan fitrahnya. Dengan kata lain peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang sedang memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dalam pandangan yang lebih modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan. Demikian ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses pembelajaran.
Dengan paradigma di atas, jelaslah dapat dipahami bahwa peserta didik merupakan subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahakannnya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan mampu dikembangkan secara optimal tanpa bantuan dari pendidik. Karena pemahaman yang lebih konkret tentang peserta didik sangat diperlukan oleh setiap peserta didik. Hal ini sangat beralasan sebab melalui pemahaman tersebut akan membantu pendidik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai aktivitas kependidikan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu pendidikan tidak akan terlepas dari karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik dapat dibagi menjadi 2, yaitu karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik internal meliputi : karakteristik peserta didik dilihat dari sisi fisiologis otak (otak kanan dan kiri) dan karakteristik peserta didik dilihat dari kemampuan intelegensinya.
Peserta didik secara individu menurut Howard Gardner mempunyai bermacam-macam bentuk intelegensi, di antaranya :
1.      verbal linguistik
2.      kinestetik
3.      logika/matematik
4.      musikal
5.      spasial
6.      interpersonal
7.      intra personal
8.      naturalis
di samping ke delapan intelegensi di atas, terdapat satu intelegensi yang tidak bolak terlepas dari individu peserta didik, yaitu kecerdasan spiritual.
Dari kecerdasan-kecerdasan yang mungkin ada pada tiap indidu peserta didik tersebut, maka gaya belajar (tipologi belajar) peserta didik ada empat, yaitu :
Kinestetik, visual, auditory dan gabungan ketiga gaya belajar tersebut.

D.    FAKTOR ALAT-ALAT PENDIDIKAN
Alat pendidikan adalah hal yang tidak hanya membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksanaknya pekerjaan mendidik, tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang membantu tercapainya tujuan pendidikan.
Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan ini kedalam beberapa kategori:
1.      Alat pendidikan positif dan negatif
Alat pendidikan yang positif dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik. Mislnya, pujian. Alat pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk. Mislanya, larangan atau hukuman agar anak tidak mengulang perbuatan yang tidak baik.

2.      Alat pendidikan preventif dan korektif.
Alat pendidikan preventif merupakan alat pendidikan untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik. Misalnya peringatan atau larangan.
Alat pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekelituan yang telah dilakukan peserta didik. Misalnya hukuman.
3.      Alat pendidikan yang menyenagkan dan tidak menyenagkan.
Alat pendidikan yang menyenagkan merupakan alat pendidikan yang digunakan agar peserta didik menjadi senang. Misalnya dengan hadiah atau ganjaran.
Alat pendidikan yang tidak menyenagkan dimaksudkan agar membuat peserta didik tidak senang. Misalnya dengan hukuman atau celaan.

E.     FAKTOR ALAM SEKITAR
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
1.      Lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagain besar kehidupan anak berada di tengah-tengfah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif dalam lingkungan keluarga sejak dini.
Behitu besar pengaruh pendidikan keluarga terhadap anak, sehingga orang tua harus menyadari tannggung jawab terhadap anaknya. Tanggung jawab yang harus dilakukan orang tua antara lain:
a.       Memelihara dan membesarkannya.
b.      Melindungi dan menjamin kesehatannya.
c.       Mendidik dengan berbagai ilmu.
d.      Membahagiakn kehidupan anak.
2.      Lingkungan Sekolah.
Sekolah adalah lingkungan resmi yang menyelenggarkan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah, yang dialkukan oleh pendidik yang profesional, dengan program yang dituangkan dalam kurikulum tertentu danm diikuti peserta didik pada setiap jenjang tertentu, mulai dari tingkat kanak-kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:


a.     Tanggung jawab formal
Sesuai dengan fungsinya, lembaga pendidikan bertugas untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b.     Tanggung jawab keilmuan
Berdasarkan bentuk, isi, dan tujuan, serta jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c.     Tanggung jawab fungsional
Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan oleh para pendidik yang pelaksanaannya berdasarkan kurikulum.
3.      Lingkungan Masyarakat.
Dalam konsep pendidikan, masyarakat merupakan sekumpulan orang dengan berbagai ragam kualitas diri dari yang tidak berpendidikan sampainyang berpenbdidikan tinggi. Baik buruknya kualitas masyarakat ditentukan oleh kualitas pendidikan anggotanya, sehingga semakin baik pendidikan anggotanya, senmakin baik pula kualitas masyarakat secara keseluruhan.
Ditinjau dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Masyarakat menerima semua anggota yang beragam untuk diarahkan menjadi anggota yang sejalan dengan tujun masyarakat itu sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan kesejahteraan sosial, jasmani rohani dan juga mental spiritual.
















BAB V
METODE PENDIDIKAN
A.          Pengertian Metode Pendidikan
        Metode dalam pengertian secara umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Kemudian dalam pengertian secara letterlijk, kata metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui.
       Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas metode diartikan sebagai cara bukan langkah atau prosedur. Sebab kata prosedur lebih bersifat teknis administratif atau taksonomis. Seakan-akan mendidik atau mengajar dianggap sebagai langkah-langkah yang aksiomatis, kaku dan tematis. Sedang metode yang diartikan sebagai cara mengandung pengertian yang fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi dan mengandung makna mempengaruhi serta saling ketergantungan antara pendidik dan peserta didik (HM. Arifin, 1994: 97).
       Dalam pandangan Ahmad Tafsir metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Ungkapan paling cepat dan tepat itulah yang membedakan  method dengan way (yang juga berarti cara dalam bahasa Inggris) (Ahmad Tafsir, 1995: 9).
       Moh. Abd. Rahim Ghunaimah mendefinisikan metode mengajar sebagai cara-cara yang praktis dalam menjalankan tujuan dan maksud-maksud pengajaran.
       Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa metode mengajar adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang dinginkan (Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, 1979: 551).     
 
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metode Pendidikan
       Ada beberapa hal atau faktor yang perlu diperhatikan oleh para pendidik, sebelum mempergunakan metode yang dipakai. Dalam hal ini, menurut Muh. Zein ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.      Unsur murid menentukan kecakapan dalam menerima pelajaran.
2.      Keadaan sekitar, dan
3.      Sifat bahan pelajaran
Lebih lanjut Winarno Surachmad membagi kedalam lima faktor yang mempengaruhi metode pendidikan yaitu:
1.      Tujuan Pendidikan
Untuk menjawab pertanyaan “untuk apa” pendidikan dilaksanakan.
2.      Peserta didik
Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk siapa dan bagaimana berbagai tingkat kematangan, kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya.
3.      Faktor situasi
Menjawab pertanyaan bagaimana kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
4.      Faktor Sarana atau fasilitas
Menjawab pertanyaan dimana dan bilamana termasuk juga fasilitas dan kwantitas.
5.      Pribadi Pendidik
Menjawab pertanyaan oleh siapa serta kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
       Dengan dasar-dasar faktor tersebut maka sudah wajar bila adanya kesulitan dalam usaha mengklasifikasikan metode-metode itu dalam nilai dan efektifitasnya. Melihat faktor-faktor itu suatu metode yang kurang baik dan kurang berhasil bila dipakai pendidik yang satu, boleh jadi menjadi sangat baik dan berhasil bila dipakai oleh pendidik yang lain.

C.    Macam-macam Metode Pendidikan
Metode Pendidikan pada dasarnya sangat efektif dalam membina kepribadian peserta didik dan memotivasi mereka, sehingga aplikasi metode pendidikan ini memungkinkan membuka hati manusia untuk dapat menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban. Adapun macam-macam metode yang dapat digunakan dalam pendidikan berdasarkan ranah pendidikan adalah :
1.      Metode untuk Penguasaan Ranah Kognitif
a.       Gambar
      Gambar yang dijadikan contoh membuat pembelajaran akan menarik, gambar berfungsi sebagai alat pembantu untuk menghadirkan fakta yang abstrak menjadi konkret.
b.      Timeline (garis waktu)
      timeline dipakai untuk melihat perjalanan dan perkembangan suatu periode tertentu.
c.       Concept Map (peta konsep)
      adalah cara yang praktis untuk mendeskresipkan gagasan yang ada dalam pikiran. Nilai praktisnya terletak pada kelenturan dan kemudahan pembuatannya. Penyampaian materi dengan peta konsep akan memudahkan siswa untuk mengikuti dan memahami alur pembelajaran secara menyeluruh.

d.      Kotak kata
      merupakan permainan yang bisa mengajak otak untuk terus bekerja menemukan susunan jawaban dalam metode tersebut.
e.       Data terfokus
      dapat meningkatkan ketrampilan mendengarkan mengembangkan kemampuan berkonsentrasi, meningkatkan kecapakan menghafal, mempelajari fakta, sistilah dan konsep pembelajaran dan memotivasi siswa untuk mengembangkan ketrampilan  belajar.
f.       Kata acak
      merupakan permainan yang digemari semua orang, tidak hanya anak-anak, karena permainan ini melibatkan kejelian berpikir, dan pengetahuan untuk menyusun kata atau frase. Metode ini bisa mendorong peserta didik untuk berpkir secara aktif dengan kata teracak yang ada.
g.      Mencari pasangan (Menjodohkan)
Metode ini bisa dilakukan dengan cara meminta peserta didik untuk mencari pasangan pertanyaan dengan jawaban yang sudah disiapkan oleh pendidik.
h.      Learning start with a question
      belajar sebaiknya berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari benak peserta didik dengan cara membuka dan melayani pertanyaan proses pembelajaran berjalan dengan efektif karena berangkat dari perhatian dan rasa ingin tahu peserta didik.
2.      Metode Penguasaan Ranah Afektif
a.      Instant Assesment
      Metode ini digunakan oleh pendidik untuk mengetahui dengan singkat sikap peserta didik terhadap materi pembelajaran atau penilaian terhadap diri sendiri. Hal ini bisa menggunakan teknik penilaian diri dengan skala likert.
b.      Billboard Rangking (Urutan Nilai Luhur)
      Metode ini sangat tepat digunakan untuk mendorong refleksi dan diskusi mengenai nilai-nilai, gagasan dan pilihan perbuatan berdasarkan nilai dan norma sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
c.       Assessment Search (Menilai Kelas)
      Metode ini digunakan untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran, sikap mereka terhadap materi pelajaran, pengalaman mereka yang berhubungan dengan materi pelajaran, ketrampilan yang sudah dikuasai, harapan yang diperoleh setelah mengikuti pelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan dengan meminta peserta didik untuk saling mewawancarai antar peserta didik untuk mengetahui hal-hal tersebut di atas.

3.      Metode Penguasaan Ranah Psikomotorik
a.       Pencarian Informasi
Metode ini bisa dipakai untuk strategi pembelajaran inquiry, problem based-learning dan collaborative learning. Pembelajaran diawali dengan pertanyaan yang menggugah siswa untuk aktif mencari sendiri jawaban dengan cara bekerja sama dengan peserta didik lainnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pendidik lebih baik menyangkut informasi-informasi yang berhubungan dengan materi pembelajaran sehingga bisa menimbulkan diskusi kelompok yang kondusif.  
b.      Kelompok Investigasi
Metode ini hampir sama dengan information search. Bedanya terletak pada jenis penugasannya. Mulai dari awal pengerjaan tugas dalam group investigation dilakukan secara kelompok. Kerjasama tim yang solid atau kuat sangat dibutuhkan dalam metode ini.
c.       Bermain Peran
Bermain peran bisa berbentuk memerankan dialog tokoh-tokoh sejarah atau memerankan diri atau kelompok sebagai ahli sejarah. Bentuk pertama bisa mengajak peserta didik untuk menjiwai karakter atau tokoh sejarah. Dengan cara ini, peserta didik merasakan dirinya sebagai aktor sejarah dan akan sangat berkesan bagi mereka. Dialog-dialog yang dipakai diusahakan sesederhana mungkin dengan tanpa meninggalkan gagasan-gagasan utamanya.
d.      Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran akan efektif kalau dimulai dengan masalah mendesak yang harus segera dipecahkan, apalagi kalau masalah tersebut terkait dengan dengan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, sebaiknya materi pelajaran diawali dengan penyajian masalah dan memberi kesempatan kepada peserta didik ikut merasakan masalah tersebut dan berusaha untuk menyelesaikannya.
e.       Jadi Fasilitator dan Menjelaskan
Metode ini menerapkan pola belajar dengan teori belajar sosial, yaitu peserta didik belajar melalui modelling, meniru atau mengikuti orang yang dianggap pantas untuk dijadikan panutan. Guru adalah panutan yang baik bagi siswa di ruang kelas. Di samping itu, guru juga memberi kesempatan peserta didik untuk mendemonstrasikan pemahaman dan penugasannya atas materi yang di sampaikan.
Metode-metode di atas hanya sebagian metode pembelajaran aktif. Masih banyak metode-metode pembelajaran aktif lainnya. Tolong dikembangkan sendiri.

BAB VI

MEDIA/ALAT PENDIDIKAN

 

A.    Pengertian Media/Alat Pendidikan

Media/Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas untuk mencapai tujuan pendidikan.

Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan ialah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dalam menggunakan alat pendidikan, sudah ditentukanadanya cita-cita yang ingin dicapai, dan sudah pula ada tujuan tertentu untuk mempengaruhi.

       

B.     Tujuan dan Fungsi media/Alat Pendidikan

Dilihat dari fungsinya, media/alat-alat pendidikan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1.     Alat sebagai perlengkapan. Keberadaan alat ini tidak mutlak, aritnya tanpa perlengkapan ini, tujuan masih bisa mencapai.

2.     Alat sebagai pembantu mempermudah usaha tujuan. Ditinjau dari pandangan lebih dinamis, alat merupakan pembantu untuk mempermudah terlaksananya proses pendidikan dalam rangka mencapai tujuan. Oleh sebab itu dalam menggunakan alat hendaknya diperhatikan agar alat itu tidak memperlambat pencapaian tujuan.

3.     Alat sebagai tujuan alat-alat berfungsi saling membantu. Dengan perkataan lain alat-alat mempunyai hubungan hirarkis, suatu alat alat berfungsi sebagai alat dari alat-alat yang lain.

               

C.    Macam-macam media/alat Pendidikan

Alat pendidikan dibagi menjadi dua macam :

1.      Alat material atau manusia yang mempunyai pengaruh maknawi terhadap pendidikan, seperti masjid, pendidik, keluarga, dan madrasah.

2.      Alat-alat maknawi psikis, seperti metode bercerita, metode dialog, atau teladan alat ini disebutnya asalib atau Wasa’il Al-Tarbiyah (metode pendidikan).

Alat-alat macam pertama bisa diistilahkan dengan piranti keras (hardware), dan macam kedua bisa diistilahkan dengan piranti lunak (software), yang dimaksud dengan piranti lunak ialah alat-alat tidak konkrit seperti isi pendidikan, bahan pelajaran, dan metode pendidikan. Yang dimaksud dengan piranti keras ialah alat-alat seperti gedung sekolah, perpustakaan, alat peraga.

Alat peraga disebut media instruksional, ialah alat-alat pengajaran yang berfungsi ataupun memberikan gambaran yang konkret tentang hal-hal yang diajarkan. Lebih rinci, fungsi alat peraga ialah :

1.      Membantu dan mempermudah para guru dalam mencapai tujuan khusus instruksional secara efektif dan efisien.

2.      Mempermudah para siswa menangkap materi pelajaran, memperkaya pengalaman belajar, serta membantu memperluas cakrawala pengetahuan mereka, dan

3.      Menstimulasikan pengembangan pribadi serta profesi para guru dalam usahanya mempertinggi mutu pengajaran di sekolah.

Dasar penggunaan alat peraga adalah belajar merupakan proses pengalaman. Semakin dekat peserta didik kepada obyek, semakin melekat kesan pengalaman di dalam ingatannya.

Menggunakan alat peraga memerlukan kecakapan sendiri bagi pendidik dan peserta didik. Kepentingan alat peraga atau media pengajaran bagi peningkatan kualitas pendidikan semakin tampak dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Dengan kepesatan teknologi, pelaksanaan pendidikan dapat lebih diperbaharui.

Alat peraga dapat dibagi menjadi dua macam :

1.      Alat peraga yang langsung, yaitu realita (kenyataan) sesungguhnya dari sesuatu yang diperagakan. Misal: gunung, mobil, meja dan kursi.

2.      Alat peraga yang tidak langsung yaitu tiruan atau model dari realita.

Misal: lukisan gunung, gambar mobil dan patung pahlawan. Disamping itu, alat peraga juga bisa dibagi menjadi alat peraga yang bersifat auditif, yang bersifat visual, dan bersifat audio visual misalnya : gambar peta, daftar, karton, slides, rekaman, file, radio, televisi dan miniatur.            

 

D.    Memilih Media/Alat Pendidikan

Di dalam menggunakan media/alat pendidikan dipengaruhi oleh pribadi si pemainnya karena itu pribadi si pemakai harus berusaha meneysuaikan diri dengan tujuan / cita-cita yang dikandung oleh alat itu. Pengguna alat mempunyai hubungan yang erat dengan sifat kepribadian si pemkai ini merupakan sifat khas dari alat pendidik dibanding dengan alat yang lain.

Alat-alat pendidikan hendaknya dipilih dan diadakan dengan sengaja tanpa tekanan sehingga penggunaannya berjalan dengan wajar. Untuk itu, pendidik hendaknya menyesuaikan alat dengan faktor-faktor yang dihadapi, yaitu :

1.      Tujuan apa yang hendak dicapai

2.      Alat-alat apa yang tersedia

3.      Pendidik mana yang akan mempergunakannya

4.      Peserta didik mana yang dihadapi

5.      Kesesuaian dengan ruang dan waktu

Peserta didik sebagai pihak yang dikenai pebuatan mendidik adalah pihak yang pertama-tama diperhatikan dalam menimbang alat pendidikan, adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan tentang peserta didik.

1.      Jenis kelamin

2.      Usia

3.      Bakat

4.      Perkembangan

5.      Alam semesta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII

EVALUASI PENDIDIKAN

 

A.    Pengertian Evaluasi Pendidikan

Secara hafiah kata evalusi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Arab Al-Taqdir (                    ) dalam bahasa Indonesia berarti penilaian, akar katanya adalah value, dalam bahasa Arab Al-Qimah (                ) dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Dalam pengertian lain, evaluasi secara etimologi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti menilai.

Dengan demikian secara harfiah evaluasi pendidikan educational evaluation dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.

Istilah evaluasi pada mulanya popular di kalangan para filosof. Plato salah seorang diantara para filosof, dianggap banyak para pemikir pendidikan dewasa ini adalah orang yang pertama sekali mengemukakan dan yang “membidangi” lahirnya istilah evaluasi. Selanjutnya istilah “evaluasi” mulai dipakai dalam berbagai disiplin ilmu tak terkecuali ilmu pendidikan.

Edwin Wand dan Gerald W. Brown dalam karyanya “Essential of educational evaluation” mengatakan bahwa evaluasi adalah “The act or prosess to determining the value of something” (evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu bila pernyataan ini dihubungkan dengan evaluasi pendidikan maka dapat diuraikan dengan “Totalitas tindakan atau proses yang dilakukan untuk menilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan”.

Menurut Bloom dan kawan-kawan disebutkan pengertian evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri peserta didik dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi peserta didik.

Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum, baik mengenai perencanaan,  pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.

 

B.     Prinsip Evaluasi Pendidikan

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi. Betapa pun baiknya prosedur evaluasi diikuti dan betapa pun sempurnanya teknik evaluasi diterapkan apabila tidak dipadukan dengan prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi pun akan kurang dari yang diharapkan. Prinsip-prinsip termaksud adalah sebagai berikut :

1.      Keterpaduan

Evaluasi merupakan komponen internal dalam program pengajaran disamping tujuan intruksional dan materi serta metode pengajaran, semuanya itu merupakan kesatuan terpadu yang tak dapat dipisahkan.

2.      Keterbatasan Siswa

Prinsip ini berkaitan erat dengan metode cara belajar siswa aktif yang menunutut keterlibatan siswa secara aktif itu. Siswa merasa evaluasi terhadap kegiatannya sebagai suatu kebutuhan.

3.      Koherensi

Dengan prinsip ini dimaksudkan evaluasi berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.

4.      Paedagogis

Disamping sebagai alat penilaian terhadap hasil belajar, evaluasi juga perlu diterapkan sebagai upaya sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi paedagogis.

5.      Akuntabilitas

Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggung jawaban (accountability).

Menurut Prof. DR. H. Ramayulis bahwa prinsip-prinsip evaluasi pendidikan adalah :

a.       Terus Menerus

Artiniya evaluasi ini tidak hanya dilakukan setahun sekali, sekuartal sekali, atau sebulan sekali, melainkan terus menerus, pada waktu mengajar sambil mengevaluasi sikap dan perhatian murid, pada pelajaran hampir berakhir.

b.      Menyeluruh

Artinya adanya evaluasi yang meliputi semua aspek-aspek kepribadian manusia.

c.       Objektifitas

Artinya adanya evaluasi yang benar-benar objektif bukan subjektif.

d.      Validitas

Artinya adanya evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi.

e.       Reliabilitas

Artinya evaluasi itu dapat dipercaya


f.       Efisiensi

Artinya adanya evaluasi yang dapat menggunakan sarana dan prasarana yang baik, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mudah dalam proses, administrasi, dan interpretasinya, sehingga evaluasi ini tepat pada sasarannya.

g.      Ta’abbudiyah dan Ikhlas

Artinya adanya evaluasi yang dilakukan penuh ketulusan dan pengabdian kepada Allah SWT.

 

C.    Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan intruksional oleh peserta didik sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Tindak lanjut tersebut merupakan fungsi evaluasi dan dapat berupa :

1.    Penempatan pada tempat yang tepat

2.    Pemberian umpan balik

3.    Diagnosa kesulitan belajar

4.    Penentuan kelulusan

Untuk masing-masing tindak lanjut yang dikehendaki ini diadakan ini tes yang diberi nama :

1.      Tes Penempatan

2.      Tes Formatif

3.      Tes Diagnosis

4.      Tes Sumatif

Menurut DR. H. Ramayulis dalam rangka menerapkan prisip keadilan, keobjektifan dan keikhlasan, evaluasi pendidikan bertujuan:

1.    Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan.

2.    Mengetahui prestasi hasil belajar guna menentapkan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.

3.    Mengetahui efektifitas cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan guru benar-benar tepat atau tidak baik berkenaan dengan sikap guru maupun sikap peserta didik.

4.    Mengetahui kelembagaan guna menetapkan keputusan yang tepat dan mewujudkan persaingan sehat, dalam rangka berpacu dalam prestasi.

5.    Mengetahui sejauh mana kurikulum telah dipenuhi dalam proses kegiatan belajar mengajar.

6.    Mengetahui pembiayaan yang dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan baik secara fisik maupun kebutuhan phsikis.

 

D.    Manfaat Evaluasi Pendidikan

Evaluasi mempunyai manfaat bagi berbagai pihak. Evaluasi hasil belajar peserta didik bermakna bagi semua komponen dalam proses pengajaran, terutama peserta didik, guru, pembimbing/penyuluh sekolah, dan orang tua didik.

1.    Manfaat bagi peserta didik

Hasil evaluasi memberikan informasi tentang sejauh mana ia telah menguasai pelajaran yang disajikan guru.

2.    Manfaat bagi guru

Hasil evaluasi memberi petunjuk bagi guru mengenai keadaan peserta didik, materi pelajaran dan metode mengajarnya. Hasil evaluasi juga dapat menggambarkan berhasil tidaknya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru.

3.    Manfaat bagi pembimbing/penyuluh

Pembimbing dan penyuluh umumnya diarahkan pada peningkatan daya serap peserta didik serta penyesuaian peserta didik dengan lingkungannya. Upaya bimbingan dan penyuluhan lebih terarah kepada tujuannya apabila ditunjang oleh informasi yang akurat tentang keadaan peserta didik, baik dari segi intelektualnya maupun dari segi emosionalnya.

4.    Manfaat bagi sekolah

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar ditentukan pula kondisi belajar yang diciptakan sekolah. Efektifitas kegiatan belajar mengajar yang dipersyaratkan antara lain oleh kondisi belajar yang diciptakan sekolah itu diperoleh informasinya melalui evaluasi.

5.    Manfaat bagi orang tua peserta didik

Semua orang tua ingin melihat sejauh mana tingkat kemajuan yang dicapai anaknya di sekolah, kendatipun pengetahuan itu tidak menjamin adanya upaya dari mereka untuk peningkatan kemajuan anaknya. Oleh karena itu setiap cawu atau semester sekolah memberikan laporan kemajuan peserta didik kepada orang tuanya dalam bentuk buku raport.

 

E.     Objek dan Sasaran Evaluasi Pendidikan

Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umumnya adalah peserta didik atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini sebenarnya bukan hanya sebagai objek evaluasi semata tetapi juga sebagai subjek evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu evaluasi diri (self evaluation)/instropeksi (Pendidik) dan evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).

Sasaran-sasaran daripada evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya meliputi empat kemampuan dasar peserta didik yaitu :

1.         Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan pribadinya dengan Tuhannya.

2.         Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.

3.         Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.

4.         Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah di muka bumi.


  1. Teknik dan Instrumen Penilaian berdasarkan Aspek Pembelajaran (Ranah Pendidikan)
1.      Penilaian Aspek Kognitif
Penggunaan penelitian dengan tes di anggap tepat untuk mengukur kompetensi dasar ranah kognitif. Jenis tekniknya bisa tulis maupun lisan. Adapun instrumennya bisa berupa tes obyektif dengan pilihan ganda, benar-salah dan menjodohkan atau berupa tes subyektif dengan isian singkat dan uraian. Kedua instrumen ini juga bisa digunakan secara bersamaan.
2.      Penilaian Aspek Afektif
Indikator pengalaman belajar ranah afektif bisa dirumuskan dengan kata-kata operasional sebagai berikut ; memilih, mengikuti, menganut, mematuhi, menjawab, mendukung, menyetujui, menolak, mengajukan dan seterusnya. Untuk penguasaan siswa atas kompetensi ranah afektif ini , ada beberapa teknik dan instrumen penilaian yang bisa dipakai seperti inventori dengan skala beda semantik, skala likert atau thurstone.
Contoh teknik penilaian diri dengan skala likert
Petunjuk :
Isilah tabel di bawah ini dengan tanda cheklist (v) pada kolom yang sesuai dengan pernyataan sikapmu terhadap pernyataan pada kolom sebelumnya :








No.
Aspek Penilaian/Kriteria
Selalu
Kadang-kadang
Tidak Pernah
1.
Kejujuran
a.        Setiap hari berkata jujur kepada orang tua.
b.        Mengembalikan uang kembalian belanja kepada orang tua.
c.        Menyerahkan nilai ulangan, meskipun jelak kepada orang tua.



2.
Kedisiplinan
a.        Datang ke sekolah lebih awal atau tepat waktu.
b.        Mengerjakan tugas/PR sesuai dengan jadual yang ditentukan.
c.        Mengerjakan ibadah shalat tepat waktu.




3.      Penilaian Aspek Psikomotorik
Tidak banyak aspek psikomotorik yang dapat dikembangkan. Di antara sedikit indikator dan pengalaman yang berhubungan dengan ranah ini adalah mengikuti, meniru, mendemonstrasikan, mengidentifikasi dan seterusnya. Jadi instrumen yang tepat untuk penilaian aspek psikomotorik ini adalah observasi (penga





















 


 

BAB VIII

ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN

  

Sejauh manakah kemungkinan yang dapat dicapai oleh pendidikan pada diri  seseorang tidak dapat dinyatakan dengan jelas. Kita hanya mungkin membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan pendidikan secara umum, yang berusaha memberi jawab terhadap pertanyaan : Apakah manusia mungkin atau tidak mungkin menerima pengaruh yang bersifat mendidik? Apakah kita sebagai pendidik mempunyai peluang untuk menanamkan didikan? Dapatkah kita dengan segala alat pendidikan yang kita miliki mencapai suatu hasil pendidikan? Apakah pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan manusia? Para ahli telah berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Mereka mengemukakan berbagai pendapat yang bebeda-beda berdasarkan penelitian yang mereka lakukan. Sehingga dikenal ada beberapa aliran klasik dalam pendidikan.

   

1.      Aliran Nativisme

Nativisme dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut kaum nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Sifat-sifat dan pembawaan orang tua dan nenek moyang mengalir sepanjang perkembangan dan membentuk kemandirian seseorang sehingga kecil kemungkinannya dapat diubah melaui pendidikan. Psikolog Austria, H. Rohracher mengemukakan : “…. Manusia hanyalah produk dari hukum proses alamiyah yang berlangsung sebelumnya yang bukan buah dari pekerjaannya dan bukan pula menurut keinginannya”. L. Szondi menambahkan lebih lanjut bahwa dorongan maupun tingkah laku sosial dan intelektual ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor yang diturunkan (warisan) sebagai “nasib” yang menentukan seseorang. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Pendidikan hanyalah semata-mata mengubah lapis permukaan dari kepribadian anak didik. Manfaat yang dapat diberikan oleh pendidikan tidak lebih dari sekedar memoles lapis permukaan peradaban dan tingkah laku sosial. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut pesimisme pedagogis.   

2.      Aliran Empirisme

Aliran Empirisme dipelopori oleh John Locke. Berlawanan dengan kaum nativisme, aliran empirisme berpendapat bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. John Locke mengumpamakan jiwa seseorang anak sebagai sehelai kertas putih yang belum bertulis. Kertas itu dapat kita tulisi sekehendak hati kita. Dengan ini Locke hendak mengatakan  baahwa perkembangan jiwa anak semata mata bergantung kepada pendidikan.  

3.      Aliran Konvergensi

Aliran ini dipelopori oleh seorang ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, bernama william Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan sebetulnya merupakan dua garis konvergensi (garis mengumpul). Pembawan dan lingkungan saling menghampiri. Kedua-duanya sangat penting dan menentukan perkembangan manusia.

Pembawaan
 
Pendidikan 
 
Lingkungan
 
 

 

 



Pembawaan, kecakapan dan kepandaian orang tidak sama, akan tetapi lingkungan itu berpengaruh pada kadar atau batas perkembangan sifat-sifat pembawaan. Dalam aliran yang menganut hukum konvergensi masih terdapat perbedaan pendapat, ada yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh lingkungan, dan dipihak lain lebih menekankan pada pengaruh lingkungan atau pendidikan.  


4.      Aliran Naturalisme

Nature artinya alam atau apa yang dibawa  sejak lahir. Hampir senada dengan aliran nativisme, maka aliran naturalisme berpendapat bahwa pada hakikatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditntukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh itu baik, akan menjadi baiklah ia, akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. Seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini, yaitu J.J. Rousseau, “Semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta, tatapi semua menjadi rusak ditangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik ia mengajukan “pendidikan alam”,  artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri manurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya.


       Sedangkan untuk aliran-aliran modern seperti progessivisme, essensialime, perennialisme behaviourisme, konstruktivisme dan aliran-aliran yang terbaru harap dipelajari sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar