BAB II
PEMBAHASAN
1.Syar’u Man qabalana
A. Pengertian Syar’u
Man qablana
Yang dinamakan dengan Syar’u Man Qablana, yaitu
ajaran – ajaran atau syari’at – Syari’at Nabi - nabi terdahulu yang berhubungan
dengn hukum, seperti Syari’atnya Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dengan Kata lain, seluruh ajaran – ajaran Nabi –
Nabi terdahulu yang berkaitan dengan suatu kasus hukum itu dapat dijadikan
acuan dalam instimbat hukum ( penggalian hukum ) jika termaktub dalam Alqur’an
serta mempunyai ketegasan bahwa syari’at itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad
S.A.W .[1]
Dalil Naqli yang digunakan oleh segolongan Ulama’ atas kebolehan
menggunakan Syar’u Man Qablana dijadikan sebagai hujjah, khususnya pengikut
Hanafiyah,Malikiyah,Syafi’iyah yaitu :
* tíu° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Ó»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZø¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤Ïãur ( ÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù 4 uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? Ïmøs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ã ÇÊÌÈ
“. Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang
agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami
wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa
yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Ayat di atas menegaskan bahwa syariat yang
Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW juga telah disyari’atkan kepada Nabi
sebelum beliau. Ayat ini juga menunjukkan bahwa pada dasarnya seluruh Syari’at
yang diturunkan Allah SWT merupakan satu kesatuan.[2]
§NèO !$uZøym÷rr& y7øs9Î) Èbr& ôìÎ7¨?$# s'©#ÏB zOÏdºtö/Î) $ZÿÏZym ( $tBur tb%x. z`ÏB tûüÅ2Îô³ßJø9$# ÇÊËÌÈ
“ Kemudian kami
wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
B. Pendapat para ulama’
tentang Syar’u Man Qablana
Seperti yang sudah dicantumkan diatas bahwa
dalil dibolehkannya syar’u Man Qablana tercantum dalam Kitab Suci Al – Qur’an. Lantas pertanyaanya , Syari’at – syari’at
yang lampau manakah yang boleh kita ambil untuk
mengatasi situasi zaman sekarang ini ? Perlu ditegaskan bahwa syar’u man
Qablana yang tidak tercantum dalam Al – qur’an dan As – Sunah,itu tidak berlaku
lagi Bagi Nabi S.A.W dan umatnya. Sebab, Risalah yang dibawa Nabi Muhammad
S.A.W bersifat menggantikan Syari’at terdahulu, secara otomatis tidak berlaku
lagi bagi umat sekarang. Misalnya,diharamkanya memakan semua daging binatang
yang berjumlah genap, aksi bunuh diri sebagai cara taubat serta memotong bagian
kain yang terkena najis.
Selanjutnya, Segolongan Ulama; sepakat bahwa
Syar’u man Qablana yang tercantum dalam Al – qur’an maupun Sunah dan secara
tegas dinyatakan berlaku oleh Rosulullah
S.A.W, maka keberlakuannya bukan hanya
sekedar kedudukannya sebagai Syar’u Man Qablana, melainkan karena
disyari’atkan oleh Al – qur’an atau sunah Nabi Muhammad S.A.W. Seperti
Disyari’atkanya Puasa kepada umat – umat terdahulu juga berlaku bagi umat Nabi.
Hal ini tercantum dalam Al – Qur’an
surat Al Baqoroh ayat 183.
Adapun yang menjadi objek perbedaan pendapat
dikalangan Ulama’ ialah, hukun dari masalah – masalah yag tidak secara tegas
diberlakukan pada syari’at Nabi Muhammad S.A.W, tetapi tidak ada nash yang
menasakhkanya atau mengapusnya. Dalam hal ini ada dua kelompok yang saling
bertolak belakang atas diberlakukanya Syar’u Man Qablana dengan menggunakan
ijtihad mereka masing – masing.
Yang dinamakan dengan Syar’u Man Qablana, yaitu
ajaran – ajaran atau syari’at – Syari’at Nabi - nabi terdahulu yang berhubungan
dengn hukum, seperti Syari’atnya Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa. Dengan Kata lain, seluruh ajaran – ajaran Nabi –
Nabi terdahulu yang berkaitan dengan suatu kasus hukum itu dapat dijadikan
acuan dalam instimbat hukum ( penggalian hukum ) jika termaktub dalam Alqur’an
serta mempunyai ketegasan bahwa syari’at itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad
S.A.W .[3]
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yyd ª!$# ( ãNßg1yßgÎ6sù ÷nÏtFø%$# 3 )
Mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi
petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka.. (Q.S Al – An’am ).
Ayat di atas ditujukan ditujukan kepada
Rasulullah SAW agar mengikuti para Nabi dari Bani Israil. Oleh karena itu,
Syari’at mereka juga harus diikuti, selama tidak ada nash yang menasakhkannya.
1.
Menurut para Ulama’ Mu’tazilah, syi’ah, dan sebagian kalangan
syafi’iyah, dan salah satu pendapat Imam Ahmad bin hambal, bahhwa syari’at yang
sebelum islam yang tertera dalam Alqur’an itu tidak menjadi syari’at lagi bagi
umat Nabi Muhammas SAW, kecuali ada ketegasan untuk itu.
2.
Ulama’ As’ariyah, Mu’tazilah, Syi’ah, dan sebagian ulama’
Syafi’iyah dan segolongan Ulama Hanabilah berpendapatr bhwa Syar’u Man Qablana
yang tidak ada ketegasan pemberlakuannya dan tidak ada Nash yang
me-nasakhkannya, maka hal itu tidak berlaku bagi Nabi Muhammad dan umatnya.
لكل جعلنا منكم شرعة ومنها جا
“ Untuk tiap – tiap
umat di anatara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang “
Dalil di atas menegaskan bahwa setiap umat
islam sudah mempunyai syari’at tersendiri yang di bawa oleh Rasulnya, dan tidak
diperintahkan untuk mengikuti syari’at umat lainnya. Karena itu, Syar’u Man
Qablana tidak berlaku bagi kita.[4]
4. Ahmad meriwayatkan hadis dari jabir bin
Abdullah, Bahwa Umar bin Khattab membawa kitab yang didapatkan dari Alkitab .
Lalu Nabi SAW membacanya, kemudian beliau bersabda sambil marah :
أمتهوتكم فيها يا ابن الخطاب والذي نفسي
بيده لقد جئتكم بيها بيضاء نفية لا تسألوهم عن شيء فيخبروكم بحق فتكذبوا به أو
بباطل فتصدقوا به والذي نفسي بيده لو أن موسى صلى الله عليه وسلم كان حيا ما وسعة
ألا أن يتبعني.
“ Apakah kamu terkecoh karena kagum kepadanya wahai
Ibnu al Khattab? Demi Allah yang jiwaku di tangan-NYA, sungguh saya diutus
membawa agama yang putih bersih,. Jangan bertanya kepada Ahli Kitab tentang
suatu yang mereka mengecoh kamu dengan kebenaran, maka kamu dustakan dengannya,
atau dengan kebatilan, maka kamu benarkan dengannya. Demi Allah yang jiwaku di
tangan-NYA, sekiranya Nabi Musa SAW masih hidup, maka ia dapat berbuat banyak
kecuali akan mengikutiku.”
Itulah tadi sederetan dalil – dalil yang
diutarakan oleh masing – masing Ulama’ untuk memperkuat pendapatny.. Masing –
masing dalil memilik kelemahan sehinggan dapat dikritik. Misalnya dalil pertama
agar mengikuti syari’at terdahulu bahwa yang dperintahkan untuk mengikutinya
adalah hal – hal yang berkaitan dengan prinsip – prinsip umum syari’at, bukan
syari’at secara keseluruhan.[5]
C. Kehujjahan Syar’u Man Qablana
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai apakah
syari’at sebelum kita itu dapat menjadi dalil dalam menetapkan hukum bagi umat
Nabi Muhammad SAW. Pendapat – pendapat mereka biasa dikelompokkan sebagi
berikut :
·
Sebagaian Sahabat Abu hanifah, Sebagian Ulama’ Malikiyah, Serbagian
sahabt Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa hukum – hukum
yang disebutkan dalam Al qur’an atau sunah nabi meskipun objeknya tidak untuk
Umat Nabi Muhammad, selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku
pula untuk umat Nabi Muhammad. Dari sini muncul kaidah :
شرع من قبلنا شرع لنا
“ Syari’at untuk umat sebelum kita juga
berlaku untuk syari’at kita.” Mereka
juga mendasarkan pada Nash Alqur’an dalam SuratAs-Syura (13).[6]
·
Jumhur Ulama’ haanafiyah dan Hanabilah dan sebagian Syafi’iyah dan
Malikiyah serta Ulama’ kalam As’ariyah dan Mu’tazilah berpendapat Bahwa ajaran
– ajaran terdahulu tidak berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad SAW selama tidak
dijelaskan pemeberla,kuannya untuk umat Nabi Mjhammmad SAW. Alasanya adalah
bahwa syari’at terdahulu itu secara khusus berlaku bagi umat ketika itu dan
tidak berlaku secara umum.[7]
2. Qoulus Shohaby (
Madzhab Sahabi )
A . Pengertian
‘’Qoul menurut bahasa artinya; ucapan atau perkataan.
Sedangkan
“shahabi”artinya adalah sahabat atau teman.akan tetapi yang dimaksud disini
adalah sahabat nabi,yakni seorang yang hidup pada masa Nabi atau pernah bertemu
Nabi dan mati dalam Islam.
“Qoul shahaby “pada sebagian kitab – kitab Ushul fiqih sering juga
disebut dengan “Mazhab Sahabat”,tetapi perlu diketahui bahwa hal itu bukanlah
yang dimaksudkan sebagai Ijma’sahabat (kesepakatan semua sahabat terhadap suatu
masalah).
Dari beberapa literature yang menjelaskan hakekat qoul
shahabi,dapat dirumuskan arti qoul shahabi itu secara sederhana yaitu:
هو فتوى الصحا بة با نفراده
“qoul shahabi adalah fatwa sahabat secara
perorangan”
Rumusan sederhana
tersebut mengandung tiga pembahasan:
a.
Pengunaan kata “fatwa” mengandung arti bahwa fatwa itu merupakan
suatu keterangan atau penjelasan tentang hokum syara’ yang dihasilkan melalui
ijtihad. Dengan demikian apa yang disampaikan seorang sahabat dan dijelaskannya
berasal dari nabi tidak dinamakan qoul shahabi, tetapi dinamakan sunah,
sedangkan usaha sahabat yang menyampaikan itu disebut periwayatan.
b.
Yang menyampaikan fatwa itu adalah seorang sahabat nabi.
c.
Pengunakan kata secara perorangan membedakan secara jelas qoul shahabi dengan ijma’ shahabi.
B. Kehujahan Qoul shahabi
Dalam hal kehujahanyan, para ulama berbeda
pendapat yaitu:
·
Menurut jumhur ulama dan qoul jadidnya imam syafi’i, bahwa qoul
shahabi itu tidak menjadi hujjah secara mutlak,karena penemuan atau pendapat
mujtahid bukanlah hokum yang berdiri sendiri.
·
Imam syaukani menyatakan bahwa qoul shahabi itu dapat saja
dijadikan hujjah dalam hokum syara’asal sesuai dengan qiyas.
·
Sebagian besar golongan Hanafi sebagian Maliki dan qoul qodimya Imam
syafi’i didahulukan dari pada qiyas.[8]
C. Macam macam qoul shahabi
Menrut Ibnu qoyyim
dalam kitabnya I’lam Muwaqqi’in mengatakan bahwa
fatwa sahabat tidak keluar dari 6 bentuk berikut:
1.
Fatwa yang didengar sahabat oleh nabi Muhammad.
2.
Fatwa yang didengar dari orang yang mendengar dari nabi Muhammad.
3.
Fatwa yang didasarkan atas pemahamannya terhadap ayat al-qur’an
yang masih belum jelas maksudnya bagi kita.
4.
Fatwa yang disepakati oleh tokoh-tokoh sahabat yang sampai pada
kita melalui salah seorang sahabat.
5.
Fatwa yang didasarkan kepada kesempurnaan ilmunya,baik bahasa
maupun tingkah lakunya,kesempunaan ilmunya tentang keadaan nabi Muhammad dan
maksud-maksudnya.kelima model fatwa ini adalah hujjah dan wajib diikuti.
6.
Fatwa yang didasarkan pemahaman yang tidak dating dari nabi Muhammad,dan
pemahamanya itu salah.yang seperti ini tidak menjadi hujjah.
[1] Prof.Dr.H.Satria Effendi,Ushul fiqih,(Jakarta : Prenada
Media,2005), hlm. 163
[2] Dr.H.Abd.Rahman,ushul fiqih,( Jak9rta : Amzah,2011 ). Hlm. 232
[3] Prof.Dr.H.Satria Effendi,Ushul fiqih,(Jakarta : Prenada
Media,2005), hlm. 163
[4] Dr.H.Abd.Rahman Dahlan.Ushul Fiqih,(Jakarta:Amzah,2010). Hlm.233
[5] Ibid.234
[6] Prof.Dr.Amir syarifuddin,Ushul fiqih.( Ciputat: PT. Logos wacana
Ilmu,2011 ). Hlm. 395
[7] Ibid.39
ini sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas kuliah. pas banget dengan mata kuliah saya...matur nuhun. semoga bermanfaat
BalasHapus